Setahuku, manusia punya 5 emosi utama. Sedih, senang, marah, takut, dan jijik, maka mungkin aku bukanlah manusia.
Kata orang, manusia tidak bisa hidup tanpa perasaan. Jadi Ibu terus menanamkan di pikiranku bahwa aku juga manusia. Hanya saja sedikit berbeda. Nenek terus mengatakan juga bahwa aku adalah orang yang spesial. Aku tak mengerti dari sudut mananya aku spesial.
Kamu juga tau aku belum terbiasa dengan emosi emosi itu. Begitulah, aku duduk di depan gadis berwajah Sara itu. Dia meminum teh yang entah muncul dari mana dengan anggun dan tenang. Sementara aku duduk dengan tegak dalam diam. Dia menyuguhkan aku teh, namun siapa tau, aku tidak mau berakhir pingsan atau bahkan tewas.
Suasana di ruangan bawah tanah ini begitu berbeda di kedua sisi. Seakan di tengah tengah meja yang memisahkan aku dan tiruan Sara ada tembok tipis tak terlihat. Atmosfer di antara kami berbeda. Di belakang punggung tiruan Sara atmosfernya tenang damai dan santai, sementara di belakang punggungku tak mempunyai susana apapun.
Aku tidak tegang, pun tidak santai. Biasa saja.
Begitu sepi, tak ada suara selain dentum jam dan deru napas tipis kami. Entahlah apa itu hanya deru napasku, karna aku juga tidak tau apa Succubus bernapas.
Dia meletakkan cangkir berwarna putih-violet itu di atas piring tatakan. Lalu menatap dalam mataku. "Jadi, manusia, apa yang kamu lakukan di tempat seperti ini?" Katanya.
Aku berpikir cepat dan memutuskan untuk tidak memberontak untuk sementara waktu. Aku hanya manusia, dan dia adalah Succubus, dia bisa membunuhku jika dia mau.
"Sesuatu yang menjadi urusanku." aku menjawab. Dia menyeringai kecil, lalu meneguk kembali teh yang ada di cangkir.
"Sudah 900 tahun sejak ada yang berani menjawab pertanyaanku sambil menatap langsung mata hitam yang aku miliki ini. Kamu tau aku ini siapa?" Dia bertopang dagu dengan menyatukan kedua tangannya di atas meja.
"Kamu succbus." Jawabku tenang.
"Oh?"
"Tidak ada manusia selain aku yang pernah masuk ke sini."
"Oooooh, percaya diri sekali. Kamu yakin?"
Aku tidak menjawab pertanyaan terakhirnya. Aku perlu mengeluarkannya dari sini, dan aku tidak boleh sampai menyinggungnya atau mungkin aku tak akan melihat matahari pagi besok.
"Apa yang kamu pikirkan, manusia?"
"Aku pikir waktumu habis."
Dia mulai menatapku dengan tajam. Napasku terasa sesak hanya dengan menatap ke dalam matanya yang setenang danau.
Namun aku tidak salah, waktunya memang hampir habis.
"Aku bukan laki laki frontal. Tidak ada yang menarik dari jiwaku. Aku belum tertarik pada perempuan." Kataku lebih santai namun menantang.
"Oh, kamu mengenal baik bangsa Succubus. Kamu tau aku bisa saja membuatmu menjadi seseorang yang frontal, kan?"
"Cobalah. Kamu tidak akan bisa."
"Percaya diri sekali. Heh. Dari mana kamu yakin kamu bisa menghindariku?"
"Kamu tidak pernah muncul saat ada Reverse di toko, sekarang saat hanya ada aku, kamu tiba tiba muncul dan berubah menjadi sosok yang tengah membuatku mengalami guncangan psikis. Kamu bisa saja menyerang aku yang manusia kapanpun meski ada Reverse. Namun fakta bahwa kamu muncul saat Reverse tidak ada membuat fakta jelas lain muncul bahwa Reverse lebih kuat darimu atau kalian setara hanya saja dia lebih mengintimidasi dari pada kamu.
Singkatnya, selama aku memiliki dan berada di bawah lindungan Reverse, kamu tidak akan bisa berbuat apapun. Toh, Reverse sudah banyak mengotak atik tubuhku dengan cairan. Aku yakin paling tidak satu atau dua kali dia pernah menyelundupkan ramuan tanpa izinku dan membuatku meminumnya tanpa sadar."
Kesimpulan panjangku membuatnya terdiam. Aku yakin paling tidak 98% kesimpulanku benar. Terutama soal selundupan ramuan itu.
"Manusia brengsek. Pertama kali aku salah menilai. Kamu tidak sepolos itu, ya? Padahal wajahmu sangat polos." Dia tertawa kemudian.
"Reverse kemungkinan akan membuka pintu toko dalam 1 menit dari sekarang." Kataku sambil membuka ponsel.
Dia mulai menggeram kecil sambil menunduk.
"Baik, aku pergi. Tapi kamu harus ingat, succubus tidak pernah melepaskan korbannya."
"Aku bukan korbanmu, aku manusia." Kataku sambil berdiri.
Dia berdecak, lalu turun dari kursinya. Alat alat teh itu menghilang, menyisakan meja belajar dengan buku berbahasa Inggris dan lilin yang aku letakkan.
Setelah dia menutup pintu, terdengar sayup suara kaki yang menjauh lalu menghilang. Baguslah dia pergi. Belum begitu lama, terdengar dentingan bel pintu toko dibarengi suara Reverse yang mengomel ngomel.
Aku bergegas memadamkan lilin dan membereskan bukuku, baru ku nyalakan lampunya. Aku bergegas ke atas, siapa tau ada yang bisa kubantu.
Begitu di atas, aku langsung mendengar suara Reverse memenuhi setiap jengkal ruangan utama toko.
"Apa apaan sih, sebenarnya yang butuh uang dia atau kita? Kita mau membeli, mengapa bicaranya begitu? Memangnya salah jika menawar? Apa yang salah dari menawar? Tawar menawar itu wajar, sewajar bernapas. Memangnya yang salah apa?" Ocehnya. Lalu Yu-wan menjawab;
"Bukannya tawar menawarnya yang salah, memang kamu yang salah. Memangnya ada yang menawar sampai sebegitunya?"
Yu-wan meletakkan beberapa barang ke dalam. Aku bergegas menghamliri dan membantunya. Barang barang itu cukup banyak, pasti lama kalau sendiri. Dan lagi, sepertinya mood Reverse sedang hancur."Tidak salah, kok!" Reverse masih membantah, lalu dia mengoceh tidak jelas seperti kumur kumur sambil masuk ke bawah konter.
"Apa yang salah?" Tanyaku sambil mengangkat dus.
"Bayangkan sebuah barang dengan harga 100 ribu ditawar menjadi 25 ribu." Yu-wan menjawab. Aku hampir tersandung kakiku sendiri.
Itu bukan lagi menawar, melainkan meminta gratis barang itu. Gila. Mungkin saja kaya tidak membuatnya membayar apapun tanpa kompromi.
Yu dan aku duduk di sofa sambil menunggu beberapa barang yang Yu dan Reverse beli tadi. Mereka mengurus pergantian kewarganegaraan. Dan, yah, aku juga mau tidak mau harus mengganti kewarganegaraanku. Reverse bilang, dengan cara ini akan mudah kembali ke Korea. Aku kurang mengerti prosedur dan langkah langkahnya, jadi aku tak akan menuliskan detail di sini.
Namun saat aku baru saja mengambilkan kopi kalengan untuk Yu-wan, Reverse tiba tiba muncul dan memasang wajah mencurigai.
"Hey, siapa yang menyelinap masuk ke kamar?" Dia berbisik.
"Boboiboy tadi di kamar, kan?" Yu-wan ikut bertanya.
"Iya, tapi tadi ada Succubus masuk."
Yu-wan langsung tersedak kopi yang belum sempat ditelan olehnya. "SUCCUBUS?" Dia berteriak kemudian. Aku hanya mengangguk.
Mereka menatapku kaget sekaligus tanpa arti.
"Kamu? KAMU? KAMU BERTEMU SUCCUBUS?" Reverse meremas bahuku sementara aku mengangguk.
"Benaran?" Yu-wan memastikan lagi.
"Iya, betulan. Tadi menyelinap ke kamar."
Lalu Reverse memelukku hingga aku pikir aku akan mati kehabisan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐈𝐦𝐨𝐨𝐠𝐢 𝔹𝕒𝕜𝕖𝕣𝕪 // 𝙱𝚘𝚋𝚘𝚒𝚋𝚘𝚢 -𝚁𝚎𝚟𝚎𝚛𝚜𝚎 // ᴹᵞᵀᴴᴼᴸᴼᴳᵞ ᴬᵁ
FanfictionTerpaksa menerima pernikahan kedua sang Ayah, seorang remaja tanggung hidup bagai di gerbang neraka bersama Ibu tirinya yang selalu menunjukkan kekuasaan dan Adik perempuannya yang tak tahu cara membela diri. Tertuduh membuat adiknya trauma berat, B...