"Sikap keras kepala adalah energi dari si bodoh."
- Daw Patak Pingmuang•••
Sore itu terlihat nampak sangatlah tenang, bahkan angin sejuk meniup bunga-bunga hingga menimbulkan bau yang harum. Kaki jenjang milik Tankhun berjalan ke arah kotak pos dan mengecek kotak minuman energi dekat bel pintu masuk mansionnya. Bahkan dirinya dan Dokter Top berusaha hidup mandiri tanpa harus di kawal oleh seorang pengawal. Karena menurut mereka berdua semuanya tidak berjalan dengan begitu selaras. Bahkan Tankhun sudah mulai mengurangi untuk menjadi pria cantik yang merepotkan. Dirinya sudah semakin dewasa serta memahami mana yang benar dan salah seiring bertambahnya usia.
Setelah selesai mengambil surat, pria nyentrik itu pun memasuki mansion untuk mengambil minuman energi. Suaminya yang sibuk sering kali mendapatkan surat dari kawan lamanya sesama Dokter.
"Paul sudah pulang?" Sapa Tankhun pada putra semata wayangnya.
Anak laki-laki berusia 14 tahun itu pun mendekati Ibunya yang berada di dapur, karena Tankhun harus menyiapkan makan malam. "Mommy!"
"Ada apa lagi?" Tankhun terlihat sibuk.
"Mommy, minta namaku dicoret dari daftar kunjungan ke Chulalongkorn University?" Kesal Paul pada sang Ibu.
"Ya."
"Mengapa? Orang tua lain sibuk mengerahkan seluruh koneksinya untuk memenuhi daftar resume anaknya. Aku bukannya minta bantuan Daddy." Iris mata Tankhun melihat putranya mengomel. "Mengapa Mommy larang orang lain membantu juga? Aku akan meminta Paman Kinn untuk memasukanku dalam daftar resume."
"Tidak. Masih siswa SMP jadi penulis pendamping? Kalian bisa berkontribusi apa dalam karya ilmiah dosen?" Tankhun berusaha menberikan pengertian.
"Mengapa tidak ada? Kami diajak pasti karena diperlukan. Mommy tahu apa tentang ini?" Jawab Paul pada sang Ibu.
"Tentu Mommy tahu." Tankhun tidak mau kalah.
"Baiklah. Aku akan meminta bantuan Paman Kinn bila Mommy dan Daddy menolaknya." Paul memang keras kepala.
Tankhun hanya bisa tersenyum. "Meskipun Mommy tidak bisa mencantumkan namamu dalam kesempatan ini, karena kami tahu kalau membubuhkan nama kalian di karya ilmiah dosen itu aneh. Daddymu juga sudah melarangmu, bukan?"
"Astaga, apalagi Daddy!" Paul masih ingat bila Ayahnya menolak hal ini juga. "Jangan terus pakai alasan Daddy. Sampai kapan aku harus hidup berada di bayang-bayang Daddy? Yang benar saja. Menjengkelkan!"
Paul memilih meninggalkan dapur karena sekarang dirinya sedang marah.
Pria nyentrik itu pun berusaha menghentikan anaknya. "Paul, obrolan kita belum selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
05. WHY Seasons 5 | Love Literature of Rain [END]
Fanfic[WHY Seasons 5 "Love Literature of Rain"] "Aku tidak membencimu, tapi lebih baik jika aku tidak lagi tahu tentangmu."