Disclaimer!!! Mengandung adegan 18+ yang tidak patut di baca oleh anak di bawah umur.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kita mulai sebagai penipu dan berakhir sebagai bajingan." — Venice Kornwit Treerapanyakun
•••
Venice pulang ke rumah, bahkan dia melebarkan payungnya dan keluar dari dalam mobil. Pagi hari ini gerimis tipis sedang menjatuhi bumi.
"Khun Venice. Bos besar ingin bertemu." Ucap Nop pada Tuan mudanya.
Venice hanya terdiam dan menyerahkan payungnya pada salah satu pengawal. "Baiklah!"
Pria picik itu pun memasuki mansion mewahnya. Sekarang ini Venice merasa bahwa seisi rumah mewah ini menjadi sangatlah sepi. Bahkan bangunan bernuansa klasik itu semakin dingin. Kaki jenjang milik Venice pun berjalan menaiki tangga rumahnya dan menatap sekilas foto keluarga yang di pajang di dinding rumah mewah itu.
Hingga akhirnya, kaki jenjang milik Venice pun berdiri di depan pintu kamar sang Ayah. Jemari kekar milik Venice pun membuka knop pintu dan melihat Ayahnya sedang duduk di sofa sambil melamun.
"Apa kau sudah makan?" Tanya Vegas pada putranya setelah sekian lama dia tidak pernah menanyakan hal itu.
"Selama 35 tahun aku hidup baru sekali ini Daddy mengatakan hal itu padaku. Ini seperti sebuah kemajuan." Ucap Venice yang berdiri tidak jauh dari sang Ayah.
"Daddy, hanya bisa meminta maaf padamu?"
"Mengatakan maaf itu mudah. Tapi seseorang melupakan masa lalunya itu sulit." Jelas Venice pada sang Ayah yang terlihat sangat rapuh dan memandang dengan sendu.
Surai Vegas mulai terlihat memutih dan kesehatannya mulai tidak terawat. Kacau, hanya kata itu yang bisa mengambarkan kondisi Vegas saat ini. Venice hanya bisa melihat sebuah selang infus yang berada di tangan kanan milik sang Ayah.
"Daddy, sangat menyesal sudah membuat masa kecilmu menjadi menakutkan." Vegas menyesali semua hal yang dirinya lakukan di masa lalu.
"Aku harap Daddy bahagia dengan karma ini." Jawab Venice dan berlalu dari kamar sang Ayah.
Vegas menyandarkan tubuhnya pada sofa sambil memejangkan matanya. Air matanya pun menetes perlahan ketika dirinya hancur. Bahkan karma ini mencekik lehernya hingga sulit bernafas lega.
Sementara itu, Venice harus pergi ke Ko Chang ketika cuaca hari ini mulai membaik. Iris mata Venice melihat lautan dengan tatapan dinginnya. Jemarinya pun memgambil rokok dan menyalahkannya mengunakan pemantik. Bahkan dia tidak perduli di cap sebagai anak keparat. Namun, pada akhirnya Venice masih memuliakan Ibunya di bandingkan Ayahnya. Karena dia percaya surganya bukan pada Ayahnya tapi pada Ibunya.