Jam pelajaran olahraga adalah jam pelajaran paling favorit bagi kelas Fibri. Alasannya karena di jam tersebut, para murid di perbolehkan untuk jajan di luar sekolah, dengan syarat tidak terlalu jauh dan bisa kembali ke kelas tepat waktu.
Setelah mengganti seragam olahraga menjadi seragam biasa, Fibri dan kawan-kawan langsung menuju mie Ayam Pak Hasan yang terletak tepat di depan sekolah mereka. Fibri terlihat paling antusias karena ini pertama kalinya baginya mencoba makanan di luar kantin sekolah. Apalagi setelah mendengar cerita betapa juaranya mie ayam itu dari teman-temannya, rasa penasaran Fibri rasanya sudah tak bisa di bendung.
Warung mie ayam sederhana itu hanya warung biasa. Ada dinding bercat biru sebagai penyekat warung satu dan warung lainnya. Jauh berbeda dengan restoran atau cafe yang selama ini sering Fibri datangi bersama teman-temannya disekolah lamanya dulu.
Berbeda dengan murid perempuan, murid laki-laki lebih memilih berganti seragam setelah makan ataupun jajan. Bagi kaum berjakun itu nongkrong tidak seru bisa kalau tunda.
"Pokoknya mie ayam ini paling legend. Sudah ada sejak jaman ibuku masih sekolah," cerita Chika sambil berjalan ke arah warung.
Fibri manggut-manggut saja.
"Selain itu, ada hal yang lebih menarik dan bikin kita makin semangat buat makan di sini," timpal Nia sembari membetulkan kaca matanya.
"Nia sih yang paling semangat," cibir Dina tak mau kalah.
Nia melet tak peduli. Toh memang benar, ada hal yang menarik baginya selain rasa mie ayam di warung ini.
Dina kemudian bergegas mengantri. Karena hari ini giliran anak itu untuk memesan.
"Makannya nanti santai saja, Fib. Jangan cepat-cepat. Istirahat masih lama," kata Nia setelah Dina datang bersama pesanan mereka.
"Bilang saja kamu lagi nungguin anak-anak cowok dari sekolah sebelah." Chika berucap sembari mengambil garpu.
Nia tertawa lepas. Gadis berkaca mata itu membenarkan tudingan Chika.
"Sepuluh menit lagi, sepuluh menit lagi ...." Nia bergumam lirih.
"Jangan kaget ya, Fib. Kalau kamu lihat kelakuan Nia. Dari luarnya saja dia seperti anak polos dan kalem, dalamnya sih, huh ...!" Nia langsung mencibir saat Dina mengoloknya.
"Minggu depan kamu yang antri pesanan ya Fib. Kayak Dina barusan," usul Chika sambil sibuk menghalau poninya agar tidak masuk ke mangkok.
"Boleh," balas Fibri akhirnya buka suara.
Setengah jam kemudian warung agak sepi, masih ada pembeli tapi tidak seramai tadi. Murid laki-laki, teman sekelas Fibri sudah banyak yang meninggalkan warung. Mereka tidak mau telat karena masih harus berganti seragam.
"Kok belum keluar sih?" Nia mulai gelisah.
Sedari tadi gadis itu selalu menatap ke arah gerbang sekolah sebelah, membiarkan mie nya tersisihkan.
"Memang siapa sih?" Akhirnya Fibri bertanya setelah melihat dari tadi Nia tak menyentuh makanannya.
"Pangeran, Fib. Namanya Bima dan Fikar."
"Pangeran?"
"Nggak usah di dengerin si Nia, Fib." sela Dina.
"Yee ... kenyataan kok!"
Fibri tak bertanya lagi. Dia sibuk mengusir rasa pedas yang bersarang di lidahnya. Tiga sendok makan sambal berhasil membuat lidahnya seperti terbakar.
"Nah, itu mereka keluar!" pekik Nia. "Pastikan penampilanku sudah cantik, Chik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fibri Gadis Penggoda?!
Teen FictionFibri adalah bungsu dari empat bersaudara. Kehidupannya yang menyenangkan harus berubah ketika keluarganya secara mendadak harus pindah dan otomatis dirinya juga harus pindah sekolah. Fibri yang mempunyai sifat ramah dan gampang bergaul awalnya tida...