bab 20

114 4 0
                                    

"Kok aku nggak di ajak sih, Kak?" Acara makan malam keluarga Doni—kakak ipar Fibri sedang berlangsung.

Fita berdecih lirih, melirik adiknya yang sedang memisahkan potongan pare dari piringnya.

"Kamu tidur kayak orang pingsan. Aku sudah bangunin dua kali masih saja nggak mempan."

Fibri berdeham pelan, malu pada kakak iparnya yang dari tadi menyimak sambil makan.

"Salahkan udara di sini, kenapa begitu nikmat buat di pakai tidur."

Doni tergelak, walaupun sudah terbiasa dengan celetukan-celetukan adik iparnya itu, tapi tetap saja dosen muda itu selalu tertawa, "Malah nyalahin cuaca." pria itu geleng-geleng kepala.

"Entahlah Pa ... anak bungsu Bunda ini emang paling beda,"

"So pasti." Fibri cepat menyahut tak perduli mendapatkan pelototan kakak perempuannya.

"Itu pare juga pengen kali Dek, kamu sentuh," seru Fita lagi berusaha sabar menghadapi adik perempuan satu-satunya itu.

"Aunty kalah sama aku, aku saja suka sama pare," sela gadis cilik berpipi chubby yang kini duduk di samping Fibri.

"Tuh dengerin!" Fita menatap adiknya kembali.

"Adinda sayang ... kamu 'kan masih dalam masa pertumbuhan, jadi memang harus banyak makan pare. Biar cepat tinggi." Fibri meletakkan sendok kemudian mengelus kepala keponakannya penuh sayang.

Fita akhirnya pasrah. Padahal sebenarnya dirinya ngin sekali menggetok kepala adiknya itu. Tapi berhubung ada Adinda, niat sucinya itu terpaksa harus harus di tahan.

"Fajar jadi landing hari ini?" Pertanyaan Doni mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya. Tadi pagi Bunda telepon, ngabarin," jawab Fita sembari menyuapkan nasi terakhirnya sebelum akhirnya beranjak ke dapur sambil membawa piring kotor

****
Gemericik air hujan yang turun siang itu membuat Fibri mengurungkan niatnya untuk langsung pulang dari kampus. Gadis cantik bermata hazel itu kini tengah duduk di sebuah cafe dekat kampus dengan mengenakan kemeja kotak-kotak warna pink di padu padankan dengan celana jeans panjang warna hitam.

Fibri memilih mampir dulu dan berteduh karena dia tidak membawa jas hujan maupun payung. Lagi pula tidak ada salahnya nongkrong sebentar sekalian men charge ponselnya.

"Fib, bareng yuk," ajak Rully, salah satu teman sekampus Fibri yang duduk di meja sebelah sambil mengemasi barang-barangnya.

"Ngajak bercanda kamu! Terus kalau aku ikut, mau kamu taruh di mana?" Fibri menjawab sambil bercanda.

"Di roda depan masih muat, kok. Kamu 'kan nggak berat." Rully menanggapi dengan tertawa sehingga memperlihatkan barusan giginya yang putih.

"Kampret!" Fibri mengumpat pelan.

"Pulang dulu, Fib." Jihan yang berdiri tak jauh dari Rully pamit sambil menepuk bahu pacarnya.

Fibri mengangguk mengacungkan jempolnya.

Setelah Rully dan Jihan pergi Fibri kembali menekuri hapenya. Grup alumni SMP sedang ramai, membahas pernikahan Nia yang mendadak.

Saat gadis itu ingin nimbrung tiba-tiba saja ada pesan masuk.

Chika
Libur semester nggak pulang? Kangen nih.

Fibri
Belum tahu. Kayaknya pulang. Kak Fajar di rumah.

Chika
Serius? Kabari ya, kalau kamu sudah pulang. Aku mau main.

Fibri
Oke.

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang