Chika baru saja masuk kelas dan langsung mendapat sambutan berupa pelukan dari Fibri yang memang sedari tadi sudah menunggunya. Cewek berponi itu sempat menegang sebentar sebelum akhirnya pasrah saja.
"Maaf ya," ucap Fibri menyunggingkan senyum sambil menepuk punggung Chika pelan.
"Hmmmm."
"Janji nggak bakal gitu lagi kok,"
Chika memutar bola matanya, tak yakin temannya itu bakal bisa berubah.
"Kalian kenapa?" tanya Nia sambil menatap keduanya heran.
"Aku kemarin bikin Chika kesal, Nia." jelas Fibri melepas pelukannya lalu tersenyum canggung.
Dahi Nia mengernyit, "kok bisa?"
Chika akhirnya meletakkan tas ranselnya terlebih dahulu. Cewek itu kemudian nerocos bercerita pada tentang Nia kejadian kemarin.
"Keterlaluan sih aku–nya. Maaf ya, Chika," kata Fibri lagi. Dia sengaja memasang wajah menyesal dan memelas berharap mendapatkan maaf.
"Pokoknya mulai sekarang, aku nggak mau dengar lagi nama Bima-Bima itu! Terserah kalian mau nyebutin nama dia asal jangan sampai aku dengar!"
Nia sampai bergidik ngeri. Fibri menggigit bibirnya.
"Tapi masih boleh kan, seandainya nyebutnya pangeran—"
"Nggak boleh!" Chika membalas cepat. Membuat Fibri terkesiap.
Fibri dan Nia saling pandang, nyali mereka menciut mendengar Chika murka.
***
"Bim ..." Fibri seketika menghentikan ucapannya saat hendak bercerita pada Nia dan mau membahas soal Bima tiba-tiba Chika datang."Bim ..." Nia cepat-cepat membungkam mulut Fibri tatkala secara tiba-tiba Chika datang menghampiri keduanya yang sedang piket, suatu pagi.
"Pang ... Pang ... Dunia ini, panggung sandiwara ...." Nia sengaja meralat nama yang hampir meluncur dari bibirnya kemudian menggantinya dengan lirik lagu.
Fibri dan Nia tersenyum lebar saat melihat Chika dari kejauhan melayangkan tatapan membunuh pada keduanya.
Hal itu berlangsung sekitar semingguan.
"Terserah kalian!" jawab Chika pada akhirnya. Gadis itu akhirnya menyerah juga.
Seminggu ini Chika telah menghukum mereka. Dan rasanya sudah cukup sekarang.
Selama ini Fibri sudah banyak memberikan warna pada kehidupannya. Fibri memang terkadang keras kepala, tetapi setelah Chika renungkan, itu semua tidak sebanding dengan apa yang sudah mereka lalui bersama selama ini.
"Beneran?" Fibri tak kuasa membendung rasa bahagianya. Dia memeluk Chika dengan mata berbinar.
"Iya. Silahkan puas-puasin bahas soal pangeran-pangeran kalian itu."
Nia tak kalah senang, walaupun dia hanya mengagumi dua cowok ganteng itu dari kejauhan, tidak seanarkis Fibri, tapi seminggu terakhir ini adalah hari-hari paling berat dalam hidupnya.
****
Fibri celingukan mencari Sari di perpustakaan. Ada informasi penting yang harus dia sampaikan pada temannya itu sesegera mungkin."Bisa bicara sebentar?" Fibri mencolek pundak Sari dari belakang, ketika akhirnya menemukan gadis jutek itu tengah fokus menyalin sesuatu.
Yang di colek menengadahkan wajahnya, menatap Fibri seperti memikirkan sesuatu.
"Sebentar, kok." seru Fibri lagi.
Akhirnya Sari bangkit. Mengemasi buku dan mengikuti langkah Fibri keluar.
"Ada apa?" tanya Sari cepat. Mereka kini berada di bangku panjang depan perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fibri Gadis Penggoda?!
Teen FictionFibri adalah bungsu dari empat bersaudara. Kehidupannya yang menyenangkan harus berubah ketika keluarganya secara mendadak harus pindah dan otomatis dirinya juga harus pindah sekolah. Fibri yang mempunyai sifat ramah dan gampang bergaul awalnya tida...