Bab 21

101 6 1
                                    

Perjalanan dari kota Malang ke Mojokerto bila di tempuh dengan kendaraan bermotor sebenarnya tidak membutuhkan waktu lama. Normalnya perjalanan hanya memakan waktu satu jam saja. Dengan catatan selama perjalanan tidak macet maupun ada kendala lainnya.

Tetapi karena sore itu hujan turun dengan derasnya membuat perjalanan Bima dan Fibri memakan waktu hampir kurang lebih tiga jam-an. Karena di tengah perjalanan mereka sempat berteduh saat karena Bima hanya membawa satu jas hujan.

Mereka mampir terlebih dahulu ke sebuah warung kecil pinggir jalan yang bannernya bertuliskan Warmindo dan Sego pecel.

Bima segera memesan dua gelas wedang jahe merah setelah beberapa saat mereka duduk.

"Kamu nggak mau makan?" tanya Fibri setelah Jahe hangat mereka datang. Bima menggeleng. Perut pemuda itu masih kenyang karena sebelum berangkat tadi dia sudah makan.

"Aku pesan mie rebus boleh?" tanya Fibri lagi dengan wajah malu-malu.

Dengan rambut berantakan karena efek kena angin saat berkendara pria itu mengangguk kecil. Membiarkan Fibri memesan makanannya.

Satu mangkok mie kuah dengan bumbu kental kini sudah tersaji di hadapan keduanya. Dengan mata berbinar dan bibir tak mampu menyembunyikan rasa laparnya gadis itu segera mengaduk mie itu sebelum menyantapnya.

"Beneran kamu nggak mau? Dingin-dingin gini paling enak makan mie kuah lho ..." seru Fibri mencoba sekali lagi menawarkan mie itu.

Dan sekali lagi Bima menggeleng tapi wajahnya berkhianat.

Fibri sebenarnya sangat ingin memaksa pria itu untuk ikut memesan, tapi saat dia ingat kejadian beberapa tahun lalu, saat dia memaksa Bima untuk menuruti kemauannya, niat itu segera dia urungkan.

"Rasa apa?" Tiba-tiba saja Bima mengeluarkan suara sambil melongok ke mangkok.

"Kari ayam. Kamu mau?"

Bima tak langsung menjawab. Bahkan untuk berkata iya saja di hadapan gadis bermata hazel itu sangatlah susah ia keluarkan. Padahal sedari tadi sebenarnya pemuda itu sudah sangat tergoda oleh aroma mie kuah itu.

"Buka mulutnya," Mata pemuda itu melebar kala kini di hadapannya Fibri sudah bersiap dengan mie di garpu nya.

Dan sedetik kemudian mie itu sudah lolos ke mulut pemuda itu.

"Lagi ya ...," kata Fibri lagi.

Bima benar-benar seperti tawanan sekarang. Dia sama sekali tak mampu menolak ketika dengan senyum merekah gadis itu menyuapkan mie itu lagi ke mulutnya.

Kemana mulut pedasnya selama ini?

"Nanti aku bisa turun di perempatan. Kamu langsung pulang saja." Fibri akhirnya menyelesaikan makannya. Gadis itu lagi mengambil satu botol air mineral yang sengaja dia bawa.

"Aku ada perlu sama Fajar."

"Oh," tangan Fibri menggantung dia udara. "Perlu apa?"

Bima meliriknya dengan wajah terlihat kurang suka dengan pertanyaan itu.

"Oh, gitu." Akhirnya Fibri yang menjawab pertanyaannya sendiri. "Kalau gitu aku bisa nebeng sampai rumah hehehehe,"

Setelah membayar pada pemilik warung dan hujan juga sudah reda akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan.

"Kok sampai malam, Dek? Hujan-hujanan begini," sapa Yanti ketika melihat putrinya masuk rumah dengan keadaan rambut setengah basah.

"Berteduh, Bun."

"Pulang sama siapa? Tumben malam."

Fibri tersenyum sambil memegang hidungnya sebentar. Gadis mengarahkan jempolnya ke belakang agar Yanti melihat sendiri.

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang