Bab 17

96 5 0
                                    

    Jam istirahat di pelajaran olahraga kini menjadi hari paling di tunggu gadis berwajah cantik itu. Apalagi alasannya kalau bukan karena hari itu dia bisa leluasa berkeliaran di luar sekolah dan bertemu dengan sang pujaan hati.

Janjinya untuk tidak lagi cinta-cintaan, nyatanya hanya isapan jempol semata. Fibri malah membulatkan tekad untuk bisa lebih dekat dengan cowok yang jelas-jelas sudah menolaknya itu.

Fibri berganti seragam, dia keluar terlebih dahulu tanpa menunggu kedua temannya yang masih sibuk di kamar mandi. Gadis itu sudah tidak sabar untuk bisa merealisasikan rencananya.

Gadis itu kini berdiri di pintu gerbang sekolah. Melirik ke sekolah sebelah yang ternyata gerbangnya masih terkunci rapat, tidak seperti biasanya. Di hari-hari sebelumnya, di jam-jam seperti ini pasti selalu ada satu dua murid sekolah sebelah yang berlalu lalang untuk membeli makan maupun jajan di luar.

Tapi pagi ini sepi.

Fibri menunduk, menatap jam tangannya demi meyakinkan diri kalau dia tidak salah waktu.

"Cari siapa?" Sebuah suara tak asing terdengar jelas di telinga gadis itu. Suara kakaknya.

"Kok ...." Gadis cantik itu terheran heran melihat Kakaknya, Fajar hanya memakai kaos biasa dan celana seragam sekolah.

"Pulang pagi," jawab Fajar sambil membenarkan letak ranselnya.

Fibri semakin bingung,  biasanya sekolah mereka kompak. Karena masih satu yayasan.

"Mau bolos, nggak?" tawar Fajar mengerling jahil.

"Enak aja!" Gadis itu mengerucutkan bibir. " Tapi ... kok, cuma sekolah Kakak yang pulang pagi? Kenapa sekolahku enggak?"

"Sesuai dengan amalan yang kami perbuat,"

"Serius nih, Kak ...."

"Ini serius!"

Fibri seketika mengepalkan tinjunya, kesal Fajar malah mengajaknya bercanda.

"Tadi ada donor darah di sekolah, makanya cuma setengah hari,"

Gadis itu menurunkan tangannya setelah sang kakak menjelaskan.

"Kok, nggak bilang, sih ...."

"Memangnya kenapa kalau kamu tahu? Kamu mau ikut donor juga?" tanya Fajar ikutan duduk di samping adiknya.

Fibri memainkan sepatunya asal. Menggesek-gesek benda tak bersalah itu sebagai pelampiasan.

"Iya lah." jawabnya pendek dengan muka cemberut.

"Masih belum cukup umur!"

"Aduh!"

Fibri berteriak reflek karena tiba-tiba saja mendapat jitakan dari sang Kakak.

"Lagian, ini juga cuma anak kelas 12 saja yang boleh donor, itupun nggak semua ikutan karena di larang orang tua.  Anak lain kelas 10 dan 11 juga sekarang masih ada jam pelajaran,"

"Jadi, Bima ...."

"Masih soal Bima rupanya? Kayaknya kemarin aku dengar ada yang curhat-curhatan dan bilang sudah nggak suka sama Bima,"

Fibri terkekeh, jelas sekali sindiran kakaknya itu.

"Jangan bilang Bunda, ya. Please ...."

Fajar sengaja meniup poninya sambil beranjak, berniat pergi.

"Kakak ...." Suara manja Fibri muncul demi mencegah kakaknya pergi.

"Kasih aku nomor Bima, dong ...."

Fajar memutar tubuhnya, menghadap kembali sang adik.

"Beneran mau jadi cewek pengejar,  kamu?"

Fibri manggut-manggut semangat. Cengiran di bibirnya melebar.

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang