Setahun kemudian.
Jam terakhir kelas di kelas Fibri.
"Nanti lanjut ke SMA sebelah saja deh. Di sana juga nggak kalah dengan sekolah favorit lainnya. Lagian, dekat dari rumah."
Beberapa anak mulai membahas kemana mereka akan melanjutkan sekolah di sela jam pelajaran terakhir. Kebetulan sedang jam kosong dan Bu Iin guru bahasa hanya memberi tugas mempelajari bab berikutnya sendiri.
Fibri menyimak perbincangan itu sembari mencorat-coret buku tulisnya. Dia yang biasanya aktif ikut ngerumpi kini terlihat lesu dengan tatapan kosong.
Gadis itu sedang di pusingkan dengan permintaan ayahnya agar melanjutkan sekolah ke luar kota. Mengikuti sang kakak, Fajar yang akan berkuliah di sana.
"Kamu pasti sekolah di sini juga, kan? Ya kali ... anak pemilik yayasan malah sekolah di luar." Dina bertanya dengan logat mencibir. Fibri sempat mendongak, menatap Dina sekilas. Sebelum akhirnya meneruskan kembali acara corat-coretnya.
"Kamu sendiri, Din?" tanya Nia. Cewek berkacamata yang menjadi teman sebangku Dina itu rupanya sedari tadi ikut risih dengan capan Dina.
"Aku mau ke Surabaya. Ke sekolah favorit," jawab Dina dengan mengangkat dagu.
"Keren kamu. Pasti nanti jadi anak kota ya."
Dina tersenyum pongah.
Selama setahun ini hubungan Fibri dan Dina bisa di bilang biasa-biasa saja. Awal kedekatan mereka dulu hanya berlangsung hitungan bulan saja, setelah itu Dina selalu saja bersikap sinis padanya.
Fibri tak ambil pusing. Baginya tanpa Dina, dia juga masih punya banyak teman lain. Yang bisa diajak seru-seruan.
Salah satu temannya adalah Sari. Walaupun Fibri tidak begitu dekat dengan gadis itu tapi anak berwajah manis itu malah lebih baik daripada Dina.
Sari tidak pernah sinis. Dia tidak pernah mencampuri urusan orang lain. Walaupun di mata teman-temannya Sari adalah gadis aneh, Fibri ternyata nyambung kalau ngobrol dengannya.
Setelah berinteraksi dengan gadis manis tapi jutek itu, akhirnya Fibri bisa menyimpulkan sebenarnya Sari memang sengaja menghindar dari teman-temannya. Sari terlalu suka terlibat dengan urusan orang lain.
Sari sendiri sepertinya juga tak perduli walaupun banyak siswa lain menganggapnya aneh. Prinsip hidup Sari simpel, dia hanya ingin menjadi pelajar biasa yang tidak ingin menonjol padahal kenyataannya dia siswa berprestasi.
Fibri mengerjap seolah tersadar kala Chika sejak tadi menatapnya.
"Apa?" tanya Fibri seraya memperbaiki cara duduk.
"Nggak pulang?" Chika balik tanya dengan posisi masih sama.
Fibri menoleh. Kelas sudah sepi, tinggal dirinya dan Chika saja di dalam kelas.
"Eh, yang lain sudah pulang, ya?"
"Ngelamun saja dari tadi." Chika menggerutu sambil berjalan keluar.
"Chika ... Tungguin dong ...." Fibri tergopoh-gopoh merapikan buku dan alat tulisnya.
"Cepetan!"
Fibri berlari mengejar Chika. Dia ogah di tinggal sendiri.
Karena tidak fokus dengan langkahnya akhirnya Fibri terpeleset.
"Aduh!" jerit Fibri saat tubuhnya oleng.
Chika yang berjalan di depannya langsung menoleh, gadis berponi itu mendesah perlahan. Menghampiri Fibri yang tengah kesakitan memegangi kakinya.
"Kenapa bisa jatuh, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fibri Gadis Penggoda?!
Teen FictionFibri adalah bungsu dari empat bersaudara. Kehidupannya yang menyenangkan harus berubah ketika keluarganya secara mendadak harus pindah dan otomatis dirinya juga harus pindah sekolah. Fibri yang mempunyai sifat ramah dan gampang bergaul awalnya tida...