Bab 31

83 4 5
                                    

6 bulan kemudian

Bima kini membatasi semua media sosialnya karena Fibri terus menerornya. Sebulan pertama sejak peristiwa pagi itu, gadis berhidung mancung itu terus menerus menghubunginya dengan berbagai cara.

Fibri bahkan nekat datang ke rumahnya dan sedikit membuat kegaduhan karena tidak mau pulang.

Fibri memang gadis manja. Dia juga terlalu bebas dan temannya ada di mana-mana. Dan bagi Bima dia tidak cocok dengan gadis seperti itu.

Bima adalah tipe pria pencemburu, dia juga sedikit posesif sehingga seandainya dirinya memenuhi permintaan Fibri untuk melanjutkan hubungan, ke depannya Bima rasa pasti akan ada benturan diantara mereka.

    Bima hendak berangkat kerja pagi itu saat ada telepon dari nomor asing muncul di layar ponselnya.

Walaupun malas karena khawatir Fibri yang menelpon akhirnya ponsel itu tidak mungkin Bima acuhkan. Sembari mengenakan jam tangan Bima menggeser layar ponselnya dengan masih menatap cermin.

Sedetik setelah ponsel itu terhubung dengan suara di seberang sana, Bima mematung.  Melihat sekali lagi nomor asing itu demi meyakinkan diri.

Suara di seberang sana berhasil membuat jantung Bima berpacu kembali. Suara seseorang yang pernah dia harapkan untuk dia miliki di masa lalu secara tiba-tiba dan tanpa ia sangka sebelumnya, kini muncul kembali.

***
Berbeda dengan Bima yang berupaya menghindar, sampai saat ini Fibri masih berusaha keras untuk terus mencari tahu kabar pemuda itu.

Walaupun caranya tidak seekstrim awal-awal mereka jauh tapi untuk merubah perasaan dari cinta ke rasa acuh itu seperti sebuah kemustahilan bagi seorang Fibri.

Fibri tidak bisa walaupun sudah berusaha!

    Hidup Fibri sepeninggal—Bima menjadi tanpa semangat. Walaupun dari luar ia terlihat masih sama tapi sebenarnya hati Fibri sedang tidak baik-baik saja.

Buktinya terkadang secara diam-diam, tanpa ada orang yang tahu gadis itu tergugu sendirian. Menyesal karena terlalu percaya diri menjalankan misi bodoh yang gagal total.

"Ikut ke London?" Farel menghentikan aktivitas makannya saat pagi itu Fibri mengutarakan keinginannya untuk menyusul Fajar.

Fibri masih menunduk. Ia sudah memikirkan masak-masak semalaman. Dia tidak mau terpuruk terus. Dia ingin suasana baru.

"Izin Bunda dulu," kata Farel kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Nggak boleh pastinya. Makanya Kak Farel bantuin ya." Mata Fibri mengembun. Dengan wajah seperti itu tentu saja sukses membuat Farel yang tadinya tidak perduli jadi iba.

"Kuliah kamu bagaimana?"

Fibri meletakkan garpunya. Dia mendesah perlahan.

"Cuti."

"Banyak orang di luaran sana yang ingin berada di posisi kamu sekarang, Dek. Coba deh bertahan sedi ...kit lagi."

"Kalau kak Farel nggak mau bantu ya sudah!" Fibri memilih bangkit berjalan sambil berlari menuju kamarnya. Rasa laparnya ternyata masih ia tahan kalau mood sedang turun seperti ini.

Farel melihat adiknya dengan prihatin. Pemuda itu tahu ada sesuatu yang telah terjadi pada si bungsu itu. Tapi seperti sengaja masalah itu secara rapat-rapat Fibri pendam sendiri.

Farel beberapa kali membujuk agar Fibri bercerita padanya tetapi selalu saja mendapat jawaban yang sama.

'Aku baik-baik saja'

Saat pria berambut gondrong itu menanyakan pada Salman sahabatnya pun tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Bahkan dirinya mendapat ledekan dari sang sahabat karena di anggap sebagai kakak yang tak berguna.

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang