Ke esok harinya Fibri dan kakaknya berangkat sekolah dengan senyum lebar. Usaha mereka untuk membujuk sang Ayah akhirnya berhasil. Melalui drama yang lumayan agar sang Ayah memberikan restu. Dengan persyaratan ini itu yang tanpa pikir panjang kakak beradik itu setujui.
Dan kini keduanya tengah tertawa riang menyusuri jalanan perkampungan. Memuji sang Bunda bak pahlawan karena tanpa akting wanita itu Ayah pasti tidak akan memberikan restunya.
"Dek, aku berhenti di sini saja. Kamu duluan." Fajar mengehentikan laju sepeda anginnya.
Padahal sebentar lagi mereka sampai sekolah. Memang, di banding teman-temannya yang lain, jarak rumah keduanya lumayan lebih jauh dari sekolah.
"Aku mau nunggu Bima." Fibri tak mau kalah. Gadis itu ikut menghentikan sepedanya.
Fajar mencebik. Adiknya itu memang keras kepala. Sudah berulang kali di beri nasehat agar tidak terlalu berharap tetapi nasehatnya itu seolah di anggap angin lalu.
"Bima pasti sudah sampai. Dia itu kalau hari Rabu datangnya awal. Piket dia."
"Jangan bohong. Aku sudah hafal jam datangnya Bima selama seminggu," Ucapan Fajar di sanggah pemilik hidung bangir itu.
"Tapi kalau kita berhenti di sini, bareng, nanti ada yang curiga." Fajar mencoba membujuk lagi.
Fibri melihat jam tangannya.
"Ya udah, biar aku yang duluan. Nunggu dia di tikungan depan sana." Fibripun bergegas mengayuh sepedanya kembali, meninggalkan sang kakak yang memandang punggungnya semakin menjauh.
Sebenarnya itu hanyalah trik Fajar saja. Pemuda itu tidak ingin adiknya berada di belakangnya. Fajar sudah terlanjur berjanji kepada pada Bunda serta Ayahnya akan selalu menjaga adiknya itu di manapun dia berada.
Tak lama setelah Fibri pergi, Bibir Fajar melengkung. Bima baru saja melintas, cowok bergigi gingsul itu melewatinya.
Tanpa pikir panjang Fajar segera menyusul. Sepanjang perjalanan dia tidak bisa untuk tidak tersenyum kala membayangkan reaksi adiknya akhirnya bisa berangkat bareng dengan cowok yang di sukainya.
*****
"Bim ...," panggil Fibri lantang, Bima menoleh."Kamu?" Fibri memasang senyum ramah saat Bima menghentikan laju sepedanya.
"Iya. Nggak nyangka ya, bisa kebetulan gini?" Dengan berani Fibri mengayuh sepedanya mendekat.
"Bukannya selama ini kamu pakai mobil?" tanya Bima penuh selidik.
Wajah ceria Fibri berubah. Heran bagaimana Bima bisa tahu kalau selama ini dia selalu pakai mobil kalau sekolah. Fibri curiga jangan-jangan selama ini Bima juga tahu kalau dia adalah adiknya Fajar.
"Itu ... Kadang-kadang saja, kok," jawab Fibri tak bisa sepenuhnya bohong.
Bima mengangguk tak lagi tertarik melanjutkan obrolan. Cowok itu kembali mengayuh sepedanya. Dan Fibri langsung menyusul, mensejajarkan sepedanya dengan sepeda Bima.
"Makasih ya,"seru Fibri tak mau kehilangan momen karena jarak sekolah semakin dekat.
"Untuk..." Bima menyahut pendek.
Di respon seperti itu membuat Fibri langsung berbunga-bunga. Senyumnya merekah.
"Sudah carikan aku tempat les kemarin,"
Bima hanya mengangguk pelan, fokus ke arah depan.
"Tapi sayangnya, jam les aku sore,"
"Baguslah,"
Fibri terdiam sesaat. Dia berpikir keras maksud ucapan Bima barusan.
"Maksudnya baguslah biar aku nggak terus-menerus ketemu kamu," lanjut Bima melunturkan senyuman Fibri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fibri Gadis Penggoda?!
Teen FictionFibri adalah bungsu dari empat bersaudara. Kehidupannya yang menyenangkan harus berubah ketika keluarganya secara mendadak harus pindah dan otomatis dirinya juga harus pindah sekolah. Fibri yang mempunyai sifat ramah dan gampang bergaul awalnya tida...