Bab 22

101 5 0
                                    

Fajar mengendarai motor maticnya dengan senyum di tekuk. Sedari tadi pemuda itu ingin mengumpat saja gara-gara harus menghadapi kelakuan adiknya.

"Nanti mampir ke mie ayam depan sekolah, Kak. Aku mau ketemuan sama Chika." Bukannya menanggapi ucapan adiknya, Fajar malah sengaja melajukan motornya lebih cepat dari sebelumnya, membuat gadis yang ada di boncengan nya itu berteriak sambil memaki-maki.

"Fajar kurang asem! Mau bunuh adik sendiri!"

Fajar baru mengurangi laju motornya ketika memasuki perkampungan.

"Semalam bunda bilang apa? Kamu nggak boleh apa?" Fajar sedikit berteriak agar suaranya terdengar oleh adiknya.

"Bunda cuma takut nilaiku anjlok."

"Itu artinya, kamu nggak boleh mikir cinta-cintaan dulu. Ingat kan lima tahun lalu ...."

"Iya, iya. Aku tahu. Gitu di bahas lagi," Fibri paling sebel kalau peristiwa lima tahun lalu di ungkit lagi.

"Kamu itu kudu di ingetin biar tidak kebablasan. Sekarang itu beda sama masa SMP. Kamu nggak boleh ngecewain kami lagi,"

"Siap bawel." Giliran Fibri yang berteriak. Sengaja di dekat kuping kakaknya membuat Fajar tak lagi mentolerir. Dengan cepat pemuda itu melajukan kendaraannya di atas kecepatan rata-rata.

Fajar tidak perduli si bungsu di belakang kini memukul-mukul bahunya kencang. Memintanya mengurangi kecepatan.

****

"Wah, sudah banyak perubahan," celetuk Fibri saat motor kakaknya berhenti tepat di depan warung.

Fajar turun dari motornya. Pemuda yang hari itu memakai setelan kaos dan celana chino pendek itu segera memarkirkan motornya.

"Mau kemana?" Fajar menarik pergelangan tangan adiknya ketika melihat adiknya itu melangkah ke arah warung.

Fibri memasang wajah seimut mungkin. "Masuklah ... Masa aku di sini sendiri?"

Fajar berdecih lirih. "Sok cantik."

"Emang aku cantik," seru gadis itu sambil mendahului kakaknya. Berjalan terlebih dahulu ke arah warkop.

Warung Cak Danu sudah banyak perubahan. Di banding dulu, ketika Fajar dan teman-temannya masih sekolah, warung kopi ini sekarang lebih luas dan lebih ramai. Mejanya tidak lagi meja sederhana yang berderet dua saja. Tetapi sudah ada beberapa meja lain yang di tata sedemikian rupa.

Pokoknya warkop langganan Fajar cs ini sudah berkonsep sekarang.

"Jar ..." Panggil seseorang sambil melambaikan tangan. Fibri dan Fajar menoleh bersamaan.

Mereka kemudian bergegas ke arah sekumpulan cowok-cowok itu setelah sebelumnya menyahut panggilan mereka dengan lambaian tangan.

"Fibri, yah? Wah, makin cantik saja, kamu!" Puji salah satu cowok berjaket hitam sambil berdiri dari duduknya.

Fibri tersenyum lebar, menyambut uluran tangan cowok tersebut dengan ramah. Fibri sendiri sebenarnya tidak tahu nama cowok itu, tetapi wajahnya, tidak asing.

"Masih ingat aku, nggak?" tanya cowok itu setelah genggaman tangan keduanya terlepas.

Fibri menggedikkan bahu, bibirnya melengkung tapi dia menggeleng.

"Parah nih, Adikmu, Jar," ucap cowok itu lagi dengan ekspresi seperti marah tapi sebenarnya hanya bercanda.

"Wakil OSIS SMA, Esal." Fajar menjelaskan setelah adiknya menoleh padanya.

Cowok bernama Esal itu mengangkat alisnya di sambut dengan anggukan kepala Fibri.

Tidak seperti Esal, yang lain menyapa gadis itu dengan sewajarnya saja. Hanya berjabat tangan biasa karena Fibri sudah tahu nama masing-masing dari mereka.

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang