Bab 12

102 7 4
                                    

   "Kamu nggak haus? Semua sudah minum, lho," tanya Fibri tak perduli waly Bima mengacuhkannya.

"Taruh situ saja. Nanti kalau haus aku minum." Bima menoleh sesaat sebelum kembali menatap jalanan kembali.

Fibri mendengus. Bukannya menuruti apa yang Bima pinta, gadis itu malah sengaja mengambil sedotan lalu menancapkan sedotan di atas gelas air tadi. Lalu tanpa memperdulikan sikap acuh Bima, Fibri menyodorkan air mineral itu ke hadapan pemuda itu.

Bima menatap Fibri dan air mineral itu sambil memicingkan mata. Kesabarannya serasa di uji. Dia kemudian memilih bergeser untuk menghindar. Tak mau memperlihatkan emosinya. Tetapi sepertinya Fibri bukan tipe gadis yang mudah menyerah.  Dia malah nekat ikut bergeser pula.

Sontak tingkah Fibri itu membuat Bima melotot kesal. Kesabarannya terkikis. Saat ini tangan Pemuda itu memang sedang membawa kardus, tapi bukan berarti dia tidak bisa minum sendiri.

"Apa ini?" tanya Bima sengit.

"Aku bantuin pegangin. Minum, gih." Fibri membalas dengan suara lembut. Senyumnya juga melebar.

Bima merasa ini tidak benar. Ini acara bakti sosial yang di pantau banyak pihak. Bima tidak mau peristiwa ini menjadi kesalahpahaman.

"Nggak usah!" tolak Bima dengan suara meninggi. Dia sudah tidak tahan menghadapi sikap Fibri yang selalu menggangu.

Fibri sempat tersentak beberapa saat.   Gadis itu menuruti ucapan Bima, menaruh gelas air mineral yang tadi dia pegang kembali ke tempatnya.

"Okey. Soal minum, aku nggak akan maksa. Tapi aku mau ngomong hal lain," seru Fibri sambil menatap Bima serius.

Di tatapnya balik gadis tak tahu malu itu dengan wajah paling mengesalkan yang dia punya.

"Maksudnya?"

Fibri kemudian berjalan memutari Bima. Dia sempat melirik ke belakang terlebih dahulu.

Mereka sekarang sedang jadi pusat perhatian.

Sebenarnya gadis itu sadar betul kalau situasinya sekarang sangatlah tidak di benarkan untuk berbicara serius.

Tapi Fibri pikir kalau tidak sekarang, kapan lagi dia bisa bicara dengan Bima? Selama beberapa minggu ini saja pemuda itu sengaja menghindar terus darinya.

"Yang kamu tanyakan padaku beberapa minggu yang lalu itu cuma salah paham." Fibri berusaha meraup udara sebanyak mungkin saat mengatakan itu.

"Aku dan Fajar itu kakak adik. Jadi nggak mungkin aku naksir dia." Gadis itu melanjutkan ucapannya dengan mata berbinar. Berharap usahanya untuk jujur itu mendapatkan respon yang membahagiakan dari Bima.

Bima tersenyum lega, misalnya.

"Terus?" tanya Bima seperti tidak terpengaruh. Padahal dalam hati sebenarnya dia juga itu cukup kaget mengetahui fakta itu.

Bibir Fibri mengatup. Binar matanya meredup. Kepala gadis itu tiba-tiba saja pusing menghadapi sikap Bima yang ternyata beneran tidak tertarik padanya.

Haruskah dia nekad?

"Dan, orang yang aku sukai itu kamu bukan orang lain." Nasi sudah menjadi bubur. Fibri mengatakan perasaannya. Dia tidak bisa lagi mundur

Bima mengerjap beberapa saat. Berusaha tetap menetralkan degupan yang tiba-tiba saja hadir tanpa di minta.

Bahkan kini perut pemuda itu terasa  bergejolak. Seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di sana.

Bima menggelengkan kepalanya mencoba mengusir perasaan aneh itu. Dia rasa kupu-kupu itu hanyalah efek karena dia kepanasan berdiri sedari tadi.

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang