Bab 5

246 11 0
                                    

   Di sarankan muter mulmed ya, biar tahu selera musiknya Fajar yang mendayu-dayu 🤭🤭

   

  Suara lembut Katon Bagaskara terdengar sayup-sayup dari kamar Fajar. Pecinta musik jadul itu setelah makan siang sudah tidak keluar dari kamarnya lagi. Disaat pemuda seusianya lebih suka gebet cewek sana sini, Fajar sepertinya sama sekali belum tertarik dengan hal itu. Dia lebih suka mengurung diri di kamar sambil mendengarkan musik.

Fibri menggigit nugget goreng yang baru saja Bundanya angkat dari penggorengan. Gadis berkaki jenjang itu sesekali melongok ke lorong kamar, berharap Kakaknya itu keluar.

"Kenapa? berantem?" tanya Yanti, sambil berjalan membawa piring berisi nugget itu ke meja makan.

Fibri mengikuti langkah Bundanya dari belakang.

"Biasa, Bun."

"Pasti sekarang ributnya agak serius. Nggak biasanya kalian saling mendiamkan begini." Yanti menatap putrinya. Si bungsu ini memang sejak kecil paling suka bikin ribut di rumah, tapi kalau sehari saja dia nggak ada, kakak-kakaknya pasti pada ngerasa kehilangan.

"Aku ke Kak Fajar dulu, Bun."

Perempuan cantik berambut sebahu itu mengangguk kalem. Menatap punggung si bungsu yang hari itu tertutup oleh rambut panjangnya.

Di banding suaminya yang sedikit cerewet, Yanti lebih demokratis dan bisa di ajak seru-seruan oleh ke empat anaknya.

"Kak ...." Tanpa mengetuk pintu Fibri langsung masuk ke kamar kakak ketiganya itu.

Kedatangan gadis cantik itu di sambut oleh suara merdu Roni Sianturi.

Sementara itu, Fajar yang saat itu hanya bertelanjang dada sedang sibuk mengotak atik senar gitarnya. Tak mengindahkan sapaan Adiknya.

"Kak ... nggak asyik, ah. Masa aku di cuekin." Fibri beringsut. Mencolek lengan kakaknya pelan.

"Apa?" Pada akhirnya Fajar tak tega juga.

Senyum Fibri terbit.

"Kangen. Dua hari aku di cuekin." Fibri merangkul pundak kakaknya manja.

"Kamu yang salah," sahut Fajar masih sibuk dengan gitarnya.

"Iya." Fibri mengerucutkan bibir. Mengurai rangkulannya lalu merebahkan tubuhnya ke atas ranjang.

"Iya, apa?!"

"Aku yang salah," balas gadis itu. "Tapi aku tetap nggak terima kalau Gilang itu ...,"

Fajar meletakkan gitarnya. "Mau bahas itu lagi?"

Fibri merenggut, di ambilnya guling kesayangan kakaknya kemudian mencubitnya gemas.

Dua hari yang lalu, sepulang sekolah, gadis itu langsung mencecar Fajar soal perlakuan Gilang yang sempat dia lihat di warung Mie Ayam Pak Hasan.

Fibri tak terima Fajar di jadikan budak oleh Gilang. Bagi Fibri sikap Gilang itu sudah bisa di kategorikan perbudakan. Tetapi bukannya berterima kasih di khawatir kan sang Adik,  kakaknya itu malah mengomelinya tanpa ampun.

"Kamu nggak ingat pesan Ayah?" Fajar meletakkan gitarnya, berbalik menatap pemilik hidung mancung itu, berusaha berbicara dengan nada pelan. Dia tahu, berdebat dengan adiknya adalah sebuah kesia-siaan.

"Iya. Tapi 'kan nggak harus jadi budak juga kali, Kak ...."

"Itu cara agar aku bisa berbaur, Dek. Lagian seandainya mereka keterlaluan, aku juga nggak akan mau."

"Mereka?" Mata Fibri membulat " jadi bukan hanya Gilang yang memperlakukan kamu seperti itu?"

"Sudah, ya. Ini kamu mau minta maaf atau mau ngajak ribut, sih?"

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang