Fibri berjalan menuju bangkunya dengan hati riang. Tak mempedulikan tatapan-tatapan aneh dari teman-temannya. Walaupun peristiwa confes— sudah berlalu hampir sebulan lalu, tapi beritanya tetap saja menjadi topik hangat dan pembahasan setiap hari di sekolah.
"Aduh!" Fibri terjerembab setelah kakinya mengenai sesuatu. Bibir gadis itu terkatup menahan emosi tatkala mengetahui siapa dalang dari kejadian tersebut.
"Kenapa sih, Din? Kamu sengaja?! Kalau tadi jatuh gimana?"
Dina hanya mengangkat bahu tanpa menjawab. Dengan tampang tanpa dosa, cewek berambut panjang itu mengacuhkan Fibri. Dia tetap fokus menatap buku novelnya.
Fibri menatap sengit sembari berjalan ke tempat duduknya.
"Sudahlah, dia mungkin kecewa, kamu nggak jujur dari awal." Chika menyambut kedatangan Fibri dengan berusaha menenangkan.
"Tindakan dia bahayain orang, Chik. Kalau tadi aku jatuh, gimana?"
Chika mengelus punggung Fibri pelan. "Iya, aku tahu kok. Yang penting enggak jatuh 'kan?"
"Lagian dia rugi apa sih? Aku mau jujur atau tidak. Emang pengaruhnya buat dia apa?" Biasanya Fibri bukan tipe anak yang gampang marah. Dia selalu berusaha melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.
Fibri adalah tipe anak manis yang suka perdamaian
"Sabar-sabar," kata Chika lagi merangkul pundak temannya itu. "Eh, Nia belum datang ya?"
Fibri menoleh ke bangku sebelah Dina. Menyadari kalau bangku Nia masih kosong.
Tak lama kemudian gadis yang di bicarakan muncul.
"Dari mana sih, tumben mepet berangkatnya?" Dina berdiri agar Nia bisa lewat untuk duduk di kursinya.
"Gila. Aku baru saja lihat Bima pacaran," Seru Nia heboh.
Fibri dan Chika yang duduk di belakang, seketika saling pandang.
"Anak kelas sebelah cuy ceweknya. Itu Si Sari." Nia melanjutkan ceritanya sambil menatap ketiga temannya bergantian. Gadis berkacamata itu menyadari sesuatu. Biasanya kalau dia membawa gosip, ketiga temannya akan heboh sama seperti dirinya. Tapi kali ini reaksinya beda. Baik Fibri, Chika maupun Dina mereka terlihat seperti tidak terpengaruh.
"Temenan saja, mungkin." Dina yang pertama kali menyahut.
Nia tak langsung menanggapi. Dia sibuk mengamati ketiga temannya itu. Nia merasa ada yang janggal dengan ketiganya.
"Nggak tahu juga sih, tadi aku cuma lihat mereka berduaan di depan gerbang." Akhirnya Nia angkat suara tapi tak lagi bersemangat.
"Yeee ... kalau berduaan doang, aku juga sering, kali," kata Chika. Dia menjawab sembari mengelus bahu Fibri, sedang berusaha menjaga hati temannya itu agar tidak semakin keruh.
Fibri hanya diam sambil mencoba tersenyum tipis, sadar kalau Chika sedang berusaha menghiburnya. Cewek itu memilih menyimak dan berusaha tetap tenang. Walaupun sebenarnya dalam hatinya mulai gundah gulana.
Kalaupun benar Bima punya pacar, bukankah Fibri dari awal sudah tahu? Bima sendiri yang mengatakannya hal itu sebulan lalu. Jadi kalau toh sekarang terbukti, itu artinya Bima tidak bohong saat menolaknya.
"Untung Fikar masih jomblo, jadi aku masih punya harapan," gumam Nia sambil terkekeh, tak paham situasi.
"Iyain aja deh, biar Nia bahagia." Chika mengangguk-angguk saja, pura-pura setuju. Padahal dalam hati dia gemas luar biasa. "Tenang Fib, masih pacaran kan? Belum nikah. Semangat terus saja kayak waktu kamu confes dulu. Lagian nggak mungkin lah Bima pacaran sama Sari,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fibri Gadis Penggoda?!
Teen FictionFibri adalah bungsu dari empat bersaudara. Kehidupannya yang menyenangkan harus berubah ketika keluarganya secara mendadak harus pindah dan otomatis dirinya juga harus pindah sekolah. Fibri yang mempunyai sifat ramah dan gampang bergaul awalnya tida...