Pesta pernikahan Nia di gelar di sebuah gedung sederhana milik desa setempat. Balai desa lama itu di sulap menjadi tempat pesta yang meriah di dominasi warna merah muda. Warna kesukaan Nia.
Bima menghentikan langkahnya dan menengok Fibri yang kesulitan memakai sepatu hak tinggi.
"Lama bener sih ...." Bima berkata setelah gadis cantik itu berada tepat di hadapannya.
"Makanya gandeng dong. Masa datang sama-sama tapi jalannya sendiri-sendiri."
Tanpa Fibri duga detik berikutnya tangannya sudah berada di dalam genggaman tangan Bima. Gadis itu mengulum senyum sembari menatap genggaman itu sampai tak sadar mereka sudah sampai di dalam ruangan pesta.
"Wah, siapa ini? Wow ... wow ...!" Fibri menahan tawanya saat beberapa teman satu alumninya menyambut kedatangan mereka dengan ekspresi kaget tapi gembira.
"Pasangan baru ...."
"Tidak." Bima menjawab cepat. Senyum gadis itu luntur.
"Iya juga nggak apa, Bim. Aura kalian kalau lagi bareng gini tuh, bagus banget. Kayak pasangan Nicholas Saputra sama Dian Sastro, enak di lihat, pas." Rupanya Esal sudah duluan datang.
"Apaan sih. Lagian kamu kok datang? Memang kenal?" tanya Bima dengan tangan masih menggenggam tangan Fibri.
"Dih, Nia itu adik kelasku waktu SD. Suaminya tetanggaku. Emang kamu? Memang di undang? Atau hanya nemenin princess?"
Bima tidak berkutik karena pada kenyataannya dia memang tidak mendapatkan undangan tetapi karena sudah terlanjur janji pada Fibri mau tak mau akhirnya dia datang juga.
"Langsung ke pengantin atau makan dulu?" bisik Fibri membuat Bima membungkukkan tubuhnya.
"Pengantin saja. Biar nggak lama-lama di sini."
Mereka kemudian antri untuk menemui kedua mempelai.
"Cie, pegangan terus dari tadi." sebuah tepukan tangan dari belakang membuat Bima menoleh. Reflek pemuda itu melepas tangan Fibri. Membuat gadis itu menatapnya sejenak.
Fikar dengan senyum lebar berdiri di belakang mereka.
"Gimana rasanya pegangan sama cewek cantik?" bisik Fikar. Alis pemuda berkumis tipis itu naik turun.
"Biasa saja. Sendiri?" Bima berusaha mengalihkan pembicaraan. Sementara itu Fibri sudah berjalan semakin di depan.
"Tuh ..." Fikar menggedikkan dagunya ke arah belakang. Ada seorang gadis berwajah cantik tengah tergopoh-gopoh berjalan ke arah mereka.
Bima memicingkan mata. Seperti memastikan sesuatu.
"Sayang ...." Gadis itu dengan cekatan membersihkan baju Fikar yang sepertinya baru saja terkena noda.
Bima memandang Fikar penuh tanya. Ada hal yang terlewat dari temannya itu.
"Nay, ini Bima. Pasti kalian juga pernah ketemu waktu les dulu," Bima semakin di buat kebingungan. Bukannya saat ini Fikar sedang menjalani hubungan dengan Sari? Kenapa bukan gadis berwajah manis itu yang dia ajak?
***
Setelah bertemu
Kedua mempelai, Bima dan Fibri berpencar. Bima ngobrol dengan Fikar dan teman-temannya yang lain. Sedang Fibri punya geng sendiri."Jadi beneran sama Fibri sekarang?" tanya Fikar. Mereka tengah memisahkan diri dengan yang lain, duduk di luar ruangan pesta itu karena sama-sama sedang merokok.
"Kamu sendiri? Sari?" Bukannya menjawab, Bima melempar pertanyaan balik pada temannya itu.
Senyum Fikar redup. Dia memijat dahinya pelan. "Tak ada harapan kayaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fibri Gadis Penggoda?!
Ficção AdolescenteFibri adalah bungsu dari empat bersaudara. Kehidupannya yang menyenangkan harus berubah ketika keluarganya secara mendadak harus pindah dan otomatis dirinya juga harus pindah sekolah. Fibri yang mempunyai sifat ramah dan gampang bergaul awalnya tida...