bab 18

93 6 1
                                    

      Ujian sekolah baik tingkat SMP maupun SMA sudah selesai di laksanakan. Mereka hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan sehingga sekolah sudah tidak seefektif biasanya.

"Bun, nanti sore teman-teman mau main, Bunda tolong buatin cemilan, ya." Pinta Fajar pada sang Bunda.

Pagi itu kediaman keluarga Aryo tengah di sibukkan dengan acara senam pagi di belakang rumah. Kegiatan wajib yang harus di ikuti semua anggota keluarga ketika hari libur.

"Ada acara apa, Kak?" tanya Yanti di sela-sela gerakan senamnya.

"Cuma main saja, Bun. Ngisi waktu luang, kita kan sudah jarang ketemu dan habis ini juga pisah."

Yanti terkekeh melihat bagaimana raut wajah putra ketiganya kini yang nampak sedih. Siapa mengira setahun lalu wajah serupa dia lihat ketika kala itu membujuk anak ketiganya itu untuk pindah sekolah.

"Siapa saja, Kak?" Giliran si bungsu yang bertanya dari tempatnya berdiri.

"Tenang, Bima juga ikut, kok ..., "

"Oh my God! Kenapa baru bilang sekarang, sih?"

Fajar memutar bola matanya, sudah paham betul tabiat adiknya.

"Bun, udah ya, aku harus siap-siap." tambah Si bungsu.

Yanti mengernyit, menghentikan gerakan terakhirnya. "Siap-siap untuk ...,"

"Mau luluran, Bun. Aku 'kan harus terlihat cantik, Bunda ...."

Fajar sontak pura-pura mau muntah. "Di bilangin berkali kali tetep saja ngeyel, Bima itu nggak suka sama kamu,"

"Iiih ...,"

"Kak ...."

Fajar segera melambaikan tangan sambil menggeleng cepat.

"Terserah deh, "

"Jangan di buatkan cemilan, Bun!"

Belakang rumah yang tadinya sepi berubah menjadi ramai oleh aksi saling ledek. Yanti yang sudah biasa dengan situasi tersebut tak pelak hanya bisa membiarkan tak mau ikut campur, dia kembali fokus melanjutkan senamnya.

***

    Fibri mengintip malu-malu dari dapur. Gadis lima belas tahun itu tengah sibuk membantu sang Bunda menyiapkan cemilan untuk nantinya di hidangkan ke teman-teman kakaknya.

"Yang pakai Hoodie hitam, Bunda ...,"

"Iya, Bunda sudah tahu. Sudah tiga kali ini kamu bilangnya."

Fibri meringis, terlalu bersemangat membuatnya lupa.

"Ganteng 'kan, Bun?"

Yanti manggut-manggut sembari sibuk mengaduk sesuatu di dalam teko, "Lumayan."

"Tapi Bunda, ganteng saja nggak cukup! Bima itu punya sesuatu yang bikin dia jadi spesial,"

Yanti tertawa sambil mencolek pipi putrinya gemas. "Memangnya nasi goreng kok pakai spesial,"

Fibri merenggut, Bundanya malah mengajaknya bercanda.

"Nih, kamu yang bawa keluar,"

Fibri menerima teko yang sudah di taruh di atas nampan beserta beberapa gelas plastik kecil di sampingnya dari tangan Yanti. Gadis itu menarik napas beberapa kali berusaha meyakinkan diri bahwasanya dia akan bisa melaksanakan tugas mulia ini dengan baik.

Syukur-syukur bisa membuat Bima terkesan padanya.

"Udah cakep kok," seru Yanti memberi semangat.

"Doakan aku ya, Bun."

Fibri Gadis Penggoda?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang