Hubungan Fibri dan Bima beberapa bulan kemudian bisa di bilang banyak perkembangan. Bima yang selama ini selalu cuek atau lebih tepatnya di sebut dingin serta selalu menghindar kini berubah seperti seorang pacar yang selalu memantau di manapun Fibri berada.
Jarak mereka yang terpisah kota tak menghalangi komunikasi mereka berdua. Bima yang sekarang sama sekali tidak terlihat seperti Bima yang pernah menolak perasaan seorang Fibri beberapa tahun yang lalu. Bima berubah menjadi sosok yang perhatian dan sedikit posesif.
Seperti siang itu, ketika Fibri baru keluar dari kampus, telpon dari Bima masuk tanpa henti. Seolah-olah seperti seorang kekasih, Bima selalu memantau di manapun Fibri berada.
"Iya ini aku baru keluar," jawab Fibri sambil menoleh beberapa kali karena hendak menyebrang jalan. Gadis itu ingin mampir ke cafe dulu untuk makan.
"Udah makan?" tanya Fibri sambil menaruh ranselnya di kursi sebelah. Sementara itu ponselnya ia jepit diantara kepala dan bahunya.
"Ini makan."
Fibri memanggil pelayan kemudian menyebutkan pesanannya.
"Besok rencananya aku mau nemenin kak Farel buat buka usahanya."
"Yang bareng Salman itu?"
"Iya."
Suara Bima tak terdengar lagi.
"Menurut kamu membuka bisnis seperti kak Farel sama kak Salman, prospeknya bagus nggak, sih?" tanya Fibri sambil mengaduk minumannya.
"Aku nggak bisa jawab. Soalnya bisnis itu berkaitan sama insting. Lagian aku sendiri belum pernah berpengalaman juga menjadi seorang pengusaha."
"Iya, sih. Tapi kenapa aku ragu ya ... Maksudku begini, selama ini kak Farel selalu mendedikasikan hidupnya untuk seni, lalu tiba-tiba saja sekarang banting setir ke kuliner, apa nggak jauh banget tuh,"
"Seperti kakak kamu bilang, doain saja lancar."
"Itu sih sudah pasti, Bim. Tapi dari awalnya saja kak Farel main sembunyi dari orang tua, ini saja sudah salah. Dia bahkan ngelarang aku untuk bilang ke mereka. Makanya sekarang aku harus berusaha keras biar nggak keceplosan kalau ngomong dan cerita."
"Setiap keputusan pasti akan ada resikonya nggak sih?"
" Iya, sih. Tapi apa nggak takut di tengah jalan bisnis ini nggak sesuai ekspektasi padahal untuk memulainya harus pinjam dulu modalnya."
"Jadi ini soal pinjaman modal? Kamu nggak suka kak Farel pinjam ke kantorku?"
"Bukan seperti itu, Bim. Aku hanya takut seandainya ...."
"Seperti yang aku bilang tadi semua pasti ada plus minusnya. Pasti akan ada resikonya. Lebih baik sekarang kamu doain saja biar ke depannya baik-baik saja."
Fibri terdiam. Ucapan Bima tidak salah tapi dirinya terlanjur berpikir hal-hal yang negatif terlebih dahulu.
"Atau sebenarnya kamu khawatir Salman merugi ..."
"Maksudnya?"
"Iya, Salman ngelakuin ini kan buat masa depannya sama kamu,"
Dahi Fibri mengernyit. Ini tumben Bima terdengar seperti orang yang sedang cemburu.
"Kamu cemburu?"
"Kok kamu bisa nuduh gitu?"
"Karena yang aku khawatirkan itu kak Farel bukan kak Salman. Kenapa kamu tiba-tiba bahas dia?"
"Aku cuma nebak."
"Terus seandainya tebakan kamu itu benar, kamu mau apa?"
Terdengar Bima menghela napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fibri Gadis Penggoda?!
Teen FictionFibri adalah bungsu dari empat bersaudara. Kehidupannya yang menyenangkan harus berubah ketika keluarganya secara mendadak harus pindah dan otomatis dirinya juga harus pindah sekolah. Fibri yang mempunyai sifat ramah dan gampang bergaul awalnya tida...