Sebelum membuka handphone nya yang bergetar, ia terkejut ketika pintu kamar tamu yang ia tempati, di buka oleh sang ayah.
Sekar yang melihat pintu kamar terbuka langsung mengambil posisi duduk diatas ranjang, ia melihat sang ayah dengan senyuman yang sangat manis dengan 2 lesung Pipit di pipinya menambah kesan pada lelaki setengah paruh baya itu.
"Dek kamar ini mau di tempati sama keponakan mama untuk sementara waktu, kamu jangan tidur disini. kamu tidur di kamar atas aja sama Calista ya. Nanti ayah turutin apa aja yang kamu mau" ucapnya sambil memebujuk gadis bungsunya.
"Beneran ya, ayah bakal nurutin apa yang aku mau. Kalau ayah ingkar gimana?"
Pertanyaan itu membuat Chiko seketika terdiam sangat lama. Sebelum ia menanggapi ucapan anak bungsunya itu.
"Ayah janji, gak bakalan ingkar"
Keduanya saling menautkan jari kelingking, yang akan mengikat sebuah perjanjian.
Sekar yang mulai keluar dari kamar tamu, kemudian dirinya berjalan menuju lantai atas untuk memasuki kamar yang ia tempati dulu, ia sudah berfirasat besar bahwa kamar yang ia tempati dulu sekarang berbeda drastis.
"langkah demi langkah ia telusuri, ia melihat luarnya masih utuh nama yang tertera di pintu itu pun masih utuh tidak ada yang berubah, tapi tidak tau dalamnya akan seperti apa."
ceklek
Gadis itu membuka pintu kamarnya, dan benar saja isinya telah berubah dari, isi meja belajar, gantungan yang berada di dinding semuanya berubah. Ada rasa kecewa namun dirinya bisa apa, percuma kalaupun dia memarahi saudara tirinya ujung ujungnya ia yang akan kena imbasnya. Mengalah untuk pertama kali bukan berarti kalah. Justru dengan itu akan mendewasakan kita secara perlahan.
Ia besitatap langsung dengan Calista gadis yang ia tatap hanya tersenyum licik padanya, "ngapain si lo pulang, emang lo harusnya tu gak usah pulang, beban keluarga, gak bisa banggain oramg tua sendiri."
Jleb
Sekar mendengar perkataan itu hanya bisa diam tanpa membalas apapun, apa salahnya belajar sabar untuk menghadapi setidaknya ia tidak akan membuat masalah lagi, hanya kata kata sepele.
Tanpa memedulikan Calista ia segera mengambil baju untuk mandi di kamar mandi sebelah kamar tamu. Setelah mengambil pakaian dan handuk miliknya ia segera menuruni tangga dan menuju kamar mandi yang berada di sebelah kamar tamu.
Matahari yang masih memunculkan sinarnya namun tidak seterang biasanya. Selesai mandi ia menikmati pemandangan langit sore itu sambil menunggu suara panggilan untuk umat muslim.
Dari balkon ia menuangkan perasaan yang dialaminya kedalam buku, semoga suatu saat buku itu akan menjadi saksi betapa menderitanya ketika ia hidup dengan keadaan yang sangatlah ia benci. Semuanya adalah kebohongan semata, semuanya adalah sandiwara.
Jangan pura pura baik jika akhirnya akan meninggalkan luka yang begitu banyak dan membekas.
Mba bunga" sapa Hanan yang membuyarkan lamunannya di balkon, Sekar langsung melihat siapa yang berada di depan pintu gerbang, gadis itu langsung berjalan menuruni tangga dan keluar rumah untuk menemui Hanan.
"Udah pulang bung?" tanya Hanan pada Sekar.
"Iya, baru pulang"
"Mau ke pantai yang kemarin, gak sekalian lihat senja" tawar Hanan, lalu laki-laki itu menaiki sepeda.
"Bentar gue, ambil sepeda dulu ya"
"Gak mau bonceng aja?" Tawar Hanan.
"Gak ah, gue pengen naik sepeda sendiri"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAVA (Revisi)
Teen FictionJangan lupa follow sebelum membaca⚠️⚠️ Sekar, gadis dengan otak pas-pasan yang selalu di tuntut menjadi sempurna semenjak adanya seorang Calista. Seorang saudara tiri yang selalu di bangga banggakan oleh sang ayah atas prestasi yang di raihnya. Kasi...