pujian untuk Calista

14 2 0
                                    

Keadaan rumah Valencia kini aman aman saja mereka tidak merasa kekurangan anggota keluarga satu pun.

Padahal dahulu mereka selalu lengkap dengan adanya Sekar suara gelak tawa menjadi pecah, Hendra yang selalu menjadi musuh bebuyutan si bungsu.

Namun pada akhirnya semua itu berubah semenjak mawar meninggal dunia, Chiko yang sibuk dengan pekerjaannya, si kembar yang masih berusaha menjaga princess nya, tapi itu tidak berguna untuk sekarang.

Sekarang gadis kecil itu tumbuh dengan keceriaan yang amat sangat, berusaha kuat melewati terjalnya ombak kehidupan yang ia jalani, semua nya berubah tidak ada lagi tempat nyaman untuk dirinya pulang. Tidak ada tempat tinggal yang benar-benar aman untuknya. Sekuat apapun ia bertahan pada akhirnya akan runtuh juga. Entah kapan keruntuhan pada dirinya akan ada. Apakah dengan cara langsung dari sang pencipta atau kah ada seseorang yang senantiasa membantu.

Canda tawa yang dahulu sering di dengar oleh Chiko sekarang berubah. Di rumah itu hanya ada ia, anak tiri dan sang istri baru. Entah kemana perginya keempat anak kembarnya, entah kemana kelima anaknya itu pergi.

"Calista selamat ya sayang, kamu mendapatkan nilai tertinggi"

Gadis yang ia puji hanya tersenyum kemudian memeluknya dengan erat, mereka bertiga seperti layaknya keluarga inti hanya ada satu anak diantara keduanya.

Hujan yang masih mengguyur jalanan di luar sana, raut khawatir kini semakin jelas di wajah milik chiko, ia tak tahu entah kemana ke-dua anaknya itu pergi, mereka pergi tanpa berpamitan.

"Hendra, Jenaka, Dani, kemana Naufal sama Sekar kok kelihatan"

Ketiga remaja yang berbaring di karpet terkejut, dengan pertanyaan yang baru saja di lontarkan oleh sang ayah. salah satu dari mereka langsung menjawab pertanyaan yang berikan sang ayah. "lho bukannya hari ini juga haru kelulusan sekar ya? emangnya ayah gak tahu."

Chiko yang terdiam dan termangu ia tahu tapi ia tidak bisa mengambil ijazah milik si bungsu. pertanyaan pertanyaan dari ke-tiga anak kembarnya mulai terlontar.

"Emang ayah, gak kesekolah Sekar?"

"Jangan bilang ayah gak dateng ke sekolah Sekar iya kan yah?

"yah mau sebenci apapun ayah sama Sekar, dia tetap anak ayah. Darah daging ayah sendiri. Andai Mama tahu dia pasti sedih melihat Putri yang ia jaga mati-matian dari kecil, putri yang ia pertahankan saat ada kerampokan di rumah ini. Tapi malah ayahnya sendiri yang tidak pernah peduli dengan apa yang  ia lakukan."

Ucapan itu membuat Chiko terdiam, Calista yang berusaha menenangkan abang abang nya agar tidak emosi, Rania dengan smirk di wajahnya semakin bahagia jika suatu saat keluarga ini pecah ia bisa menguasai apa yang ia mau.

"Sekarang ayah jangan tanya dimana Sekar dan Naufal, maka jawaban dari kami adalah kami tidak tahu. Ayah itu selalu sibuk dengan urusan ayah sendiri ayah gak pernah mau mengerti apa yang kita rasakan."

ketiga anak kembar itu meninggalkan ruang tengah dan berjalan menuju kamarnya masing-masing

Sedangkan seseorang yang berada di kamar tamu, itu adalah keponakan dari Rania. Entah apa yang orang itu lakukan disini, setiap hari gerak geriknya selalu mencurigakan. tidak hanya Jenaka namun saudara nya yang lain merasa aneh. Semenjak orang itu datang kerumah banyak masalah yang muncul.

Di ruang tengah, Rania tengah menenangkan suaminya agar tidak cemas, ia juga membuatkan secangkir teh hangat. "udah ya jangan cemas, mereka bakal membaik seiring berjalannya waktu. Mereka hanya butuh waktu untuk menerima semua nya."

Hujan di luar semakin lebat angin bertiup sangat kencang, sedangkan jam sudah menunjukkan jam 16.30. Calista yang berusaha menghibur sang ayah agar ia lupa dengan kecemasan nya.

"Ayah, jangan khawatir di sini kan ada Calista sama Mama, Calista bakal ngehibur ayah apapun kondisinya."

Suara tawa Chiko pecah ketika melihat Calista dengan wajah cemong karena memakam sebuah semangka, gadis itu langsung merubah wajahnya dengan ekspresi cemberut dan juga sebal.

"Sejauh ini ayah liat nilai kamu bagus, nanti kamu langsung daftar aja ke sekolah bang jenaka dan yang lain"

"siap ayah"

Chiko berharap nilai milik Sekar lebih unggul dari nilai milik Calista, di karenakan besok mereka akan bertemu keluarga Rania, ia mengharapkan yang terbaik untuk anak bungsunya. tapi justru harapan itu selalu gagal, dari dulu nilai akademik Sekar memang tidak selalu bagus, apalagi nilai matematika anak itu selalu mendapatkan nilai c di pelajaran berhitung.

Hujan yang yang mulai reda hanya menyisakan rintik rintik nya saja, Hendra, Jenaka dan juga Dani mulai bergabung dengan sang ayah meskipun rasanya ada yang kurang.

Jika beberapa hari yang lalu, mereka selalu memerahi si bungsu tapi percayalah di balik semua itu ada rasa bersalah dan rasa sayang yang begitu besar. apapun hasil di ijazah milik adek bungsunya ia akan menerima, apapun keputusan dia untuk memilih sekolah maka merekalah yang menjadi pendukung pertama ketika ayahnya tidak mendukung.

Setiap hari, bahkan setiap malam mereka selalu mendengar teriakan sang ayah berasal dari ruang tengah ataupun dapur. gadis yang tidak pandai di seluruh bidang akademik selalu di tuntut untuk bisa, di tuntut menjadi yang terbaik dari yang paling baik. mendengar penuturan yang menyakitkan keluar dari mulut sang ayah rasa bersalah mereka semakin besar ketika janjinya dulu ia ingkari. Hanya kata maaf yang selalu terucap dari bibir mereka.

Isak tangis yang selalu mereka dengar tiap malam itu sangat menyakitkan, tapi mereka terlalu gengsi untuk menenangkan, hanya Naufal yang memiliki rasa sayang yang amat besar dan begitu tulus. berkali kali mereka mengucapkan kata maaf pada sang mama, berulang kali juga mereka hanya menyaksikan pertikaian itu tanpa membantu atau menenangkan salah satunya.

Mereka bertiga saja tidak tahu dimana gadis itu dan sang kembaran nya berada, mereka hanya menebak nebak, sudah di pastikan setelah mereka mengambil hasil nilai itu, mereka pasti menuju rumah milik bunda. Itu lah alasan mengapa mereka bertiga tidak mencari keberadaannya.

Kata pujian itu selalu keluar dari mulut Chiko untuk Calista, pujian itu semakin menjad jadi, tapi mereka tidak pernah mendengar pujian itu untuk si bungsu. "Hen, gua sedih lihat sekar tiap malam nangis, di bentak ayah. Setiap gua lihat gua gak bisa nenangin dia, layaknya Naufal yang senantiasa menjaga.

"Kalo lo lihat adek lo di gituin tapi lo cuman diam. Lo bodoh dan! lo juga sama jahatnya kayak ayah! gua tahu lo gak kayak Naufal yang senantiasa melindungi nya! tapi lo bisa lindungin dia dengan cara lo sendiri!"

Dengan nada yang sedikit menggebu, ingin sekali rasanya Hendra meninju kembaran yang berada hadapannya, tapi ia berpikir dirinya juga tidak menjaga dan melindungi adek perempuan di titipkan sang mama sebelum pergi untuk selamanya.

Suara deru motor terdengar jelas di telinga keduanya, mereka bergegas berjalan menuju pintu utama.

Halooo

See you

jangan lupa baca part selanjutnya

Jangan lupa vote komen

Follow akun aku  juga ya

TBC.

ANAVA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang