Pasar malam dan kebahagiaannya

15 2 0
                                    

Di dalam mobil hanyalah keheningan dan suara musik dari pemutar lagu, Chiko yang masih fokus menyetir entah kemana arah mereka pergi, sekar pun tidak mengerti.

Sesampainya di taman kota gadis itu langsung di suruh turun oleh sang ayah, Sekar yang terkejut. Kenapa ia malah di bawa ke sini, ia malah melihat wajah sang ayah yang masih terlihat datar saat menatap dirinya.

Chiko yang menghela nafas, lalu ia mengusap puncak kepala milik si bungsu. Sambil berkata, "adek mau naik apa?"

Sekar yang ditanya masih fokus memilih mainan yang akan ia naiki. karena banyak permainan ia harus memilih satu permainan yang tepat.

"kenapa bingung?"

"adek gak tau mau naik yang mana, kan aku udah besar"

"gimana kalau kita coba satu persatu biar puas, setuju gak?" usul Chiko.

Sekar yang menganggukan kepalanya, satu persatu wahana yang berada di taman kota ia nikmati satu satu. Dari mulai bianglala, kora kora, rumah hantu dan lain sebagainya ia nikmati.

"yah,laper" ucapnya dengan nada lesu.

"Yaudah mau makan apa, kamu beli apa? habis itu ayah pengin ngobrol sama Sekar."

Gadis itu mulai memilih makanan yang berada di pinggiran taman kota.

"Yah mau telur gulung."

" Yah mau pentol."

"Yah beli Boba dong haus ini."

" Yah mau sosis bakar."

Semua makanan yang ia beli tandas tak tersisa, Chiko yang melihat itu hanya bisa geleng geleng kepala. anak bungsunya memang mirip sekali dengan Melati jika sudah makan tidak akan memikirkan orang lain.
senyuman itu mengembang ketika ia mengingat bahwa Mawar memperingati Melati agar tidak terlalu banyak makan sambil marah marah. jadilah anak nya mirip dengan sepupu almarhumah istrinya.

Chiko yang memulai pembicaraan dengan sabar dan lembut.

"dek, kenapa kamu ngomong kayak tadi?"

"ya karena dia emang pantes, di gituin" ucapnya dengan nada datar.

"Sekar ayah kan udah bilang, jangan pernah menyakiti hati orang lain kalau kamu gak mau di sakiti."

"Sekar gak akan bilang kayak gitu kalau dia gak mulai duluan."

Bukannya menagakui kesalahannya gadis itu malah membela diri, ya begitulah jika si bungsu di satukan dengan sang ayah tidak akan ada ujungnya jika berdebat.

Jika Sekar sudah seperti ini yang bisa mengatasi hanya Naufal dan Hendra. Jika dengan Jenaka dan Dani mereka akan menyelesaikan nya dengan kepala batu.

dengan kesabaran yang masih tersedia Chiko berusaha menasehati gadis bungsunya agar lebih bisa menghargai Calista dan istrinya.

"Dek, ayah tau mungkin masakan mama gak seenak masakannya bunda, tapi ayah minta tolong hargai aja. Jangan sampai kayak tadi kamu gak mau makan maskannya segala dengan alasan kalau masakan mama gak seenak masakan bunda kamu"

"Astaghfirullah ayah! harus berapa kali aku bilang sama ayah! berapa kali aku jelasin ke ayah! Aku gak pernah nolak, orang nerima tawaran di suruh makan aja gak! dan aku gak tau! aku lagi sholat Maghrib yah. Terserah ayah mau percaya sama aku atau gak. Kalau au percaya ya silahkan kalaupun gak mau percaya ya silahkan, itu hak ayah. Tapi ayah ingat ayah masih hutang janji sama aku, dan janji itu gak akan aku sebutin karena belum waktunya."

Gadis itu langsung berlari memasuki mobil yang ia naiki bersama sang ayah, langkah yang begitu cepat hingga Chiko hanya bisa memandang punggung si bungsu yang tidak lagi terlihat. setelah itu dirinya berjalan kearah mobil tersebut, tanpa basa-basi Chiko langsung melajukan mobilnya. Melihat anak gadisnya yang terlelap karena beberapa perdebatan itu sangatlah menguras tenaga.

ANAVA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang