Dengan senyum yang merekah seolah olah ia sedang bahagia, gadis itu segera mengambil air wudhu untuk menenangkan perasaan kalut dan pikirannya yang begitu kacau.
Sambil menangis ia menghadap sang pencipta, isak tangis itu tidak bisa di dengar oleh siapapun.
"Tuhan, kenapa takdir ku seperti ini. Tuhan kenapa engkau membebankan ujian yang begitu berat untuk ku."
Air mata yang terus mengalir membasahi kedua pipinya, anak itu rapuh seakan-akan tidak ada lagi tujuan untuk dia hidup.
***
Pukul 17.30 sang kakak baru saja sampai rumah, satu keluarga yang mendiami rumah itu berkumpul di ruang tengah, sembari menunggu adzan Maghrib berkumandang. Mereka bercerita tentang apa yang di lalui.
Sekar yang hanya diam dan menyaksikan
bagaimana saudara tirinya mengikuti lomba ini itu sebelum mereka sama sama melaksanakan ujian sekolah, pujian demi pujian terlontar dari beberapa mulut. Ia maklumi karena Calista pintar di bandingkan dengan dirinya yang memiliki otak pas pasan."Adek gimana ujian kamu, bisa ngerjain nya gak?" tanya Chiko pada si bungsu.
Sekar hanya menimpali dengan jawaban yang biasa ia katakan pada kakaknya dulu.
"ya, gitu lah. Biasa aja"
Chiko yang tidak mengerti dengan jawaban yang di berikan oleh anak bungsunya itu.
"beneran biasa aja dek? gak ada yang istimewa dari ujian yang kamu lewatin?"
Keempat kakaknya yang sudah biasaa mendengar jawaban seperti itu dari mulut sang adik. Jika di tanya pasti jawabannya seperti itu.
"Gak ada"
Keheningan diantara mereka mulai terjadi Chiko tidak tau harus berkata apalagi pada anak bungsunya, yang begitu tertutup dan tidak pernah bisa di tebak keinginannya. Bahkan terkadang Jenaka dan saudaranya lain tidak tahu apa yang sedang di rasakan anak itu, apakah ia bahagia, atau malah sebaliknya. Senyum yang selalu merekah di saat mereka bersama.
Dentingan piring dan sendok saling bersahutan, sambil mengobrol dan mendengarkan cerita Calista yang tidak ada habisnya. Sekar memilih untuk diam.
Suara adzan isya berkumandang begitu nyaring, gadis itu langsung pamit pada orang orang yang berada di di meja makan.
"Sudah, selesaikan makannya. Kalo gitu Sekar pamit keatas dulu ya" ucapnya.
Gadis itu meninggalkan tempat yang membuat nya merasa terasingkan, gadis itu segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Setelahnya ia tidak lupa untuk mendoakan orang yang yang di sayangi nya.
Selesai sholat gadis itu membuka membuka pelajaran, memahami kembali pelajaran yang sudah di jelaskan guru mapel sebelumnya.
Suara ketukan pintu terdengar begitu nyaring, merasa sangat terusik dengan suara orang yang terus menerus mengetuk pintunya. Ia memutuskan untuk membukanya.
Ia terkejut ketika melihat wajah keempat kakak kembarnya sudah berada di depan pintu pas. Rasa takut dan khawatir itu merasuki seluruh pikiran Sekar.
"Dek, Kakak mau ngomong, bawa buku pelajaran kamu. Kita belajar di kamarnya A'a sekarang!" ucap Dani.
Mendengar ucapan dari Dani gadis itu langsung melaksanakan perintahnya, selesai mengambil buku pelajaran diatas meja, Sekar langsung berjalan mengikuti keempat kakaknya.
Dikamar Hendra, keheningan mulai terjadi diantara mereka.
"Dek, kamu kenapa si. Kayak gini? kakak punya salah ya?" tanya Dani sambil menatap manik mata coklat milik adek bungsunya.
Gadis itu masih terdiam. tak bergeming.
Giliran jenaka yang angkat bicara. "Sekar kangen ya, sama Mama"
Gadis itu masih terdiam, tak mau angkat bicara. Percuma mau Hendra ngomong pun gak bakalan di respon.
"Dek A'a juga kangen sama Mama, kamu jangan kayak gini terus. Ayah udah bahagia sama Mama Rania. Harus nya kamu nerima sedikit demi sedikit bukannya kayak gini."
Sekar yang masih terdiam tanpa menjawab sedikit perkataan yang di lontarkan oleh Hendra. Sejujurnya emang benar apa yang di katakan Hendra bahwa dirinya rindu begitu dalam pada sang Mama.
"Dek udah ya ikhlassin Mama, percaya sama kakak Mama pasti bahagia di sana kalau lihat kita bahagia disini, dek biarin ayah bahagia dengan pelihannya."
Tanpa di ketahui siapapun air mata yang ia bendung sedari tadi loloas tanpa permisi membasahi wajah cantik nya.
"Kalo kalian tahu aku rindu sama Mama, kenapa kalian kayak gini, asal kalian tahu dari dulu aku selalu mencoba untuk mengikhlaskan apa yang terjadi di masa lalu tapi dengan bodoh nya kalian menerima orang yang udah buat mama meninggal, tinggal bersama kalian"
Ucapan Sekar membuat keempat remaja laki-laki itu bungkam, dan berusaha berpikir jernih dengan kata-kata yang terlontar.
"Gak mungkin! Tante Rania itu baik. Dia ibu yang baik untuk anak nya, dia gak pernah membedakan mana anak kandungnya dan anak sambungnya! jelas jelas yang bikin Mama ninggalin kita itu, kamu. Kamu gak yang gak pernah mencoba berinteraksi membuka hati untuk orang lain!"
"Kakak gak pernah tau gimana rasanya ketika melihat orang yang kita sayang di pukul, di siksa oleh orang lain di depan mata kita sendiri, andaikan kalian waktu itu ada di posisi aku pasti kalian juga akan mengalami hal yang sama! Gak semua bisa menerima ini dengan mudah! gak semua bisa melupakan masa lalunya! kalian gak pernah tau bagaimana kehidupan aku sebenarnya, bagaimana aku yang asli, bagaimana aku yang pura pura?
kalian gak pernah tau! jadi stop bandingim aku dengan kakak, abang, maupun yang lainnya. Setiap orang tidak memiliki karakter dan sifat yang sama"plak
Satu tamparan mendarat di pipinya tanpa ancang-ancang tanpa aba-aba dari siapapun, sedangkan yang lain hanya menatap tidak percaya Naufal yang berusaha membangunkan sekar yang terjatuh.
"Dani stop please! Gua gak mau keluarga kita mencar lagi kayak kemarin, masa gara gara ini aja lo sampai nampar adek lo sendiri. Sedangkan lo sama Calista gak pernah main tangan, padahal dia cuman adek tiri lo. lo jahat dan gak punya hati! lo ingat gak pesen mama sama kita sebelum dia pergi! lo inget gak hah! jangan diem aja! anjing lo!
Sekali lagi lo sentuh adek gua! urusan lo sama gua!" Ucap Naufa sembari menunjuk kearah Dani yang sudah terdiam seribu bahasa.Jenaka yang kalut dengan pikirannya sendiri, ucapan Naufal mengingatkan pada mimpi yang kemarin.
"Ma maaf kali ini Jeje gagal lagi, untuk menjaga putri Mama satu satu nya"
3 hari berlalu semenjak kejadian itu, Sekar hanya diam ketika bertemu dengan Dani tidak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan ketika mereka sedang duduk bersama, hanya Calista yang selalu Dani pedulikan. Tak masalah ia hanya menunggu waktunya datang saja.
Entah kapan waktu itu akan datang, ia hanya berharap jika waktunya sudah tiba, tidak ada yang menangis ketika ia sudah pergi. Biarkan semua berjalan mengikuti skenario yang sudah di buat oleh sang pencipta.
beberapa bulan berlalu setelah seluruh siswa melaksanakan ujian sekolah, hari yang paling di tunggu.
Hari ini adalah saatnya pengumuman kelulusan untuk anak SMP serta pembagian nilai raport, Sekar yang sudah memberikan surat itu pada sang ayah namun apa yang di katakan Chiko, ia tidak bisa di karenakan ia harus mengambil rapot milik Calista bukannya minta maaf seorang paruh baya itu malah menyalahkan putrinya sendiri. Ia hanya di temani oleh Naufal ketika mengambil raport miliknya.
Pandangannya tertuju pada anak-anak yang selalu di dampingi orang tua nya, sedangkan dirinya hanya bersama sang kakak, "Kalo pemandangan itu bikin kamu iri, mending gak usah di llihatin" ucap Naufal sambil merangkul pundak adiknya yang terlihat bahagia, namun tidak bisa di pungkiri bahwa jiwa nya sangatlah rapuh.
*****
Akhirnya part ini selesai juga
jangan lupa vote komenenya
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAVA (Revisi)
Teen FictionJangan lupa follow sebelum membaca⚠️⚠️ Sekar, gadis dengan otak pas-pasan yang selalu di tuntut menjadi sempurna semenjak adanya seorang Calista. Seorang saudara tiri yang selalu di bangga banggakan oleh sang ayah atas prestasi yang di raihnya. Kasi...