Sholat berjamaah

17 1 0
                                    

Kelima anak Valencia masih saja berkumpul di kamar milik Naufal, tidak ada satupun dari mereka yang keluar.

Chiko yang masih terduduk di ruang tengah bersama istri dan anaknya, seakan akan mereka lupa kejadian yang telah dilakukannya,canda tawa mereka memenuhi ruangan itu.

Chiko yang terus memuji anak dari istrinya karena mendapatkan nilai tertinggi sekaligus mendapatkan ranking 1 dari 1 angkatan. orang tua itu tidak pernah menghargai kerja keras anak kandungnya sendiri.

Siang malam Sekar berusaha agar mendapatkan nilai yang terbaik tapi ia tidak mendapatkan balasan apapun dari sang ayah, yang ia dapatkan hanyalah hinaan serta kata kata yang selalu membuatnya teringat akan kematian sang
Mama.

Chiko yang selalu bertanya pada Calista apakah ia menginginkan sesuatu, jika iya sudah pasti Chiko akan menuruti semua permintaan itu.

Malam yang semakin larut suara canda tawa itu, kini di gantikan oleh kesunyian serta dentingan dari jam dinding. Entah apa yang di rencanakan Chiko besok pagi.

Sekar yang sudah tertidur di ranjang milik Naufal, betapa bahagianya keempat remaja lelaki itu ketika melihat sang adik tidur dengan pulas, wajah polosnya yang sangat cantik mirip sekali dengan mendiang sang mama.

Keempat anak kembar itu langsung mengistirahatkan badannya diatas kasur lantai yang sudah di gelar oleh salah satu diantara mereka.

Malam yang berjalan begitu lamban seolah-olah semesta tidak ingin menjumpai hari esok, karena ia tidak tahu apa yang akan di lihatnya esok. Tapi apapun yang terjadi semesta tetaplah semesta yang berjalan atas kehendak pencipta nya, apapun yang terjadi ia harus kuat menerima masalah atau beban banyak orang yang selalu bergantung pada dirinya.

Bulan yang sudah tidak lagi menampakkan dirinya dan kini di gantikan oleh sang mentari yang begitu ceria, seolah mentari itu berkata hari mu akan baik baik saja, jika aku ceria maka dirimu harus ceria seperti ku. Cahaya itu menembus celah-celah jendela yang berada di kamar milik Naufal, sebelum berangkat sekolah Naufal tidak lupa membuka tirai kamarnya.

Ia berusaha membangunkan Sekar berkali kali tapi tetap saja gadis itu tak kunjung bangun dari mimpi indahnya, Gadis itu masih saja bergulat di dalam selimut tebal milik Naufal.

Tanpa aba aba Naufal langsung menarik kedua tangan milik si bungsu agar anak itu terduduk di ranjang, Naufal dan saudaranya yang lain hanya bisa tertawa melihat wajah sebal milik Sekar.

"Buruan bangun, habis itu langsung ambil air wudhu dan sholat subuh udah jam 6 kamu belum sholat subuh, kamu mau di marahin kakak."

"Buruan mumpung Mamas masih baik hati"

Sekar langsung bangkit dari ranjangnya kemudian langsung menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu, setelahnya gadis itu  langsung memakai mukena yang sudah diambilkan oleh Dani di kamar miliknya.

Setelah sholat,pukul 6.15 WIB, semua orang yang berada di rumah itu langsung berkumpul di meja makan untuk sarapan, tidak ada sapaan selamat pagi atau apalah yang ada hanyalah sebuah kecanggungan.

Kebencian Chiko semakin bertambah ketika melihat pakaian yang pernah di kenakan oleh mawar saat remaja. Tapi hari ini pakaian gunakan oleh anak bungsunya yang duduk persis di hadapannya, ia sangat membenci gadis itu tapi entah mengapa gadis itu sangat mirip dengan Mawar ketika masih remaja. Tapi ia juga memiliki rasa bersalah yang sangat besar. kadang pria itu bingung bagaimana seharusnya ia bersikap di depan anak bungsunya.

"Ngapain kamu menggunakan baju milik istri saya, punya hak apa kamu menggunakan baju itu"

"Punya hak memiliki lah, kan ini baju mama saya, lagian yang ngasih baju ini juga bunda bukan anda emang anda pernah menyimpan baju milik mama? jika pun memiliki baju ini sudah di pastikan, baju tersebut akan di gunakan oleh istri maupun anak tercinta anda bukan?" dengan berani gadis itu membalas ucapan sang ayah, ia tidak takut kalau akan di pukul ia bersedia, dengan senang hati bahkan dengan cara seperti itu ia akan menyusul sang mama dengan cepat.

"Berani kamu membalas perkataan orang tua! dasar anak gak punya sopan santun! pantas saja, ibumu meninggalkan mu pergi! anaknya seperti tidak pernah di didik!"

Suara ricuh itu memenuhi ruang makan Sekar yang sudah marah padam seakan-akan semua yang ia pikirkan akan di keluarkan sekalipun kata kata itu menyakitkan bagi orang lain ia tak pernah peduli.

"Beranilah! mama saya mendidik saya untuk menjadi anak yang tangguh dan pemberani! bukan anak yang lesu dan menye menye layaknya kertas yang di basahi air, ia akan mudah robek dan lemah ketika di sentuh orang lain! seperti anak kesayangan mu itu. Jika anda berkata saya kurang didikan mohon maaf, karena saya di didik oleh sosok yang sangat luar biasa sekalipun itu bukan mama saya sendiri, jika anda tidak pernah mendidik saya maka tutup mulut anda untuk menjelek jelekan saya, paham!"

Chiko yang hanya bisa diam dan mencoba mencerna apa yang di katakan anak bungsunya, mereka makan hanya ada keheningan dan dentingan sendok yang berbunyi, Chiko yang malas menatap gadis di depannya mengapa gadis itu sangat menyebalkan entah dari mana sifat itu berasal.

Keempat anak kembar sudah selesai sarapan mereka berpamitan untuk berangkat ke sekolah tak lupa menyalami kedua tangan orang tuanya termasuk Rania. Rutinitas mereka sebelum berangkat ke sekolah adalah memeluk sekaligus mengecup puncak kepala milik adik bungsunya.

Rumah yang mulai sepi, namun masih memiliki penghuni, Chiko yang sudah berangkat ke kantor sejak 15 menit yang lalu. Sekar yang masih menikmati acara Televisi, tiba-tiba saja gadis itu di tarik oleh Rania, tubuh Sekar yang sudah bergetar tapi ia menyembunyikan rasa takut nya yang sangat luar biasa.

"Halo gadis cantik, sekarang udah besar ya? apa kabar? ah sudah pasti baik baik saja, gadis ini tumbuh dengan baik dan sempurna bukan. Apakah kamu tidak puas dengan kematian ibu mu itu hah?! jangan sekali kali kamu mengancam ku, ayahmu sekarang hanya percaya padaku dan anakku. Dimata ayahmu kamu adalah pembunuh yang begitu kejam!"

srek!

Satu goresan pisau yang di pegang Rania mengenai tangan kiri milik Sekar. "Aku hanya menginginkan kamu pergi dari dunia ini selamanya"

srek!

Sebelum 3 goresan pisau mengenai kulitnya Sekar langsung berteriak dengan kencang.

STOP!

DASAR PEMBUNUH! KAMU JAHAT, KAMU TIDAK PUNYA HATI, DASAR MANUSIA BIADAB! PEMBUNUH!

Rania hanya tersenyum miring melihat teriakan sang anak tiri, tidak salah lagi targetnya benar benar mudah sekali di bohongi, bahkan orang itu tidak lagi percaya pada penjelasan anaknya sendiri.

"ahahahha", suara tawa memenuhi ruangan, wanita itu masih menatap anak perempuan yang berada di dekatnya, tatapan kebencian itu selalu tertuju padanya.

MANUSIA BIADAB,KAU! TIDAK PUNYA HATI!

Rania langsung memutuskan meninggalkan Sekar yang masih bergetar hebat, tubuhnya benar-benar katakutan. Sekuat tenaga gadis itu berusaha bangun, dengan langkah tertatih ia langsung menuju kamar milik nya dan mencari p3k untuk mengobati luka yang ada di tangannya.

Gadis itu merasa kepalanya berdenyut begitu hebat ia memutuskan untuk membaringkan dirinya di atas kasur, tak terasa cairan merah kental mengalir dari hidung miliknya.

"ck! kenapa harus kambuh si"

See you

baca part selanjutnya ya

TBC

ANAVA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang