18.| Harapan Sang Raja

68 27 22
                                    

✿๑•... ALLETHEA ...•๑✿⁠

"Mana yang lebih dingin, hujan dengan angin, atau harapan yang hanya sebatas ingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mana yang lebih dingin, hujan dengan angin, atau harapan yang hanya sebatas ingin."

A story by Ade Bintang 🌟

___________________________

   Pesta benar-benar sudah berakhir. Benarkah ini waktunya untuk meratapi takdir kembali? Aluna merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Setelah banyak percakapan yang membuatnya begitu lelah, akhirnya semuanya sudah tamat.

“Tamat?”

Aluna kembali bangkit. Ia kini beralih tempat duduk di atas meja belajarnya seraya mencatat sebuah catatan yang harus ia selesaikan, apa guanya kursi jika ia bisa mencatat langsung di atas meja.

“Apa yang kau lakukan?”

“AAAH!” Aluna menoleh cepat, ia terkejut setengah mati saat Joy tiba-tiba datang dan mengagetkannya. “Kau memang sangat suka mengejutkan orang ya?” ujar Aluna sedikit kesal.

Joy tersenyum sinis, “itu hobi ku.” Ia menjawab singkat lalu duduk di depan Aluna melihat apa yang gadis ini tulis dalam kertasnya.

“Menurutmu? Apa yang harus aku lakukan?” Aluna akhirnya menjawab pertanyaan Joy beberapa waktu lalu.

Joy yang mendengar, sedikit terdiam memikirkan semuanya. “Jika kau adalah orang yang gegabah maka katakan hal yang kau lihat kepada semuanya dan di jamin kau akan mendapatkan banyak tatapan curiga.”

Joy memberikan beberapa alasan agar Aluna mengerti akan apa yang bisa terjadi jika ia sampai memberi tau Isabella dan yang lainnya tentang ini. Aluna jelas tak menginginkan yang lainnya merasa sedih seperti dirinya kini. Terlebih Hiro, ia tak ingin melihat Hiro sedih karena orang terdekatnya lagi-lagi telah tiada.

“Lalu?” Aluna kembali bertanya.

“Hmm, kau bisa kembali saja, ke duniamu. Bukan Alethea.”

Mendengar jawaban Joy, Aluna sontak terkejut, bulu tinta yang ia pegang terbuang begitu saja.

“Aku tau kau gila, tapi jalan itu justru lebih gegabah, jika aku sampai pergi. Bagaimana dengan Alethea? Bagaimana dengan janji yang telah aku ucapkan tadi, Joy?!” tanya Aluna.

Joy terkekeh sinis, “lalu? Jangan pikir kebohongan akan berlari lebih cepat dari kebenaran, di manapun kau menyembunyikan bangkai, orang-orang tetap punya hidung,” ucap Joy kembali berusaha menyadarkan Aluna.

“Tidak, Joy. Lari dari masalah bukanlah jalan yang tepat. Aku berjanji akan menguak dalang di balik kematian Putri Aluna dan memberikan kedamaian bagi Carlotte!” Aluna menimpali dengan tegas.

“Kau begitu yakin, dirimu mampu?” Joy bertanya.

“Jangan ribut denganku, Joy!” derca Aluna dan menatap Joy dengan tajam.

“Putri Aluna!” Tetapi, belum sempat Joy menjawab, tiba-tiba saja suara itu terdengar, Aluna sontak menoleh, mendengar suara bergetar akibat kepanikan. Ia melihat York yang menatapnya dengan raut muka penuh kesedihan.

“Raja Alhandra…”

Aluna sedikit kebingungan, namun saat York melanjutkan kata, Aluna sontak berlari keluar menghampiri tempat Alhandra.

“Jangan lagi, kumohon...”

Aluna merintih pilu. Ia berlari di ikuti York yang mengejarnya dari belakang.
Wajah Aluna memerah dengan air mata. Akhirnya ia sampai di depan kamar Alhandra, ia melihat ayahnya itu tengah di periksa oleh tabib. Di sisi lain ia melihat Isabella yang tampak menangis perih akan semua itu.

Aluna menghampiri, ia ingin bertanya, namun kondisi tak memungkinkan. Ia melihat tubuh Alhandra yang terbujur lemas di atas ranjang. Ia tau dirinya telah di nobatkan yang artinya bersedia untuk memimpin, kapanpun itu. Tapi Aluna benar-benar berharap. Tidak sekarang. Lagi-lagi, Aluna tak mampu menahan tangis. Ia menutup matanya menggunakan jemarinya. Seraya memeluk Isabella.
Tak berapa lama, tabib keluar bersama Isabella. Bahkan dari raut muka Sang Tabib, Aluna sudah tau kalau ayahnya ini tidaklah baik-baik saja. Mereka keluar, menyisakan Aluna dan Alhandra saja di dalam kamar itu.

“Ayah..?”

Aluna memanggil dengan nada lirih. Ia menatap wajah Alhandra yang begitu pucat. Aluna takut, ia takut Alhandra akan tiada. Tangannya merambat memeluk Alhandra dengan hangat, ia sangat berharap ayahnya itu tidak pergi meninggalkannya.

Aluna dapat merasakan suhu tubuh Alhandra lebih dingin dari manusia normal. Meski naik turun dadanya masih memberikan pergerakan, namun rasa panik tetap saja menyerang Aluna. Ia menangis di samping Alhandra, memeluk tubuh laki-laki itu dengan erat. Sekuat mungkin Aluna berusaha agar tangisnya tak menimbulkan suara. Ini tekanan di luar batas.

Sudah cukup, Aluna tak tahan lagi. Jangan lagi, ia sangat berharap agar malaikat pencabut nyawa tidak mengambil Alhandra juga darinya. Ia sudah sangat menyayangi Alhandra, dalam kurun waktu 3 bulan ini. Alhandra adalah sosok ayah yang sangat ia nantikan bahkan sedari ia kecil ia sangat mengharapkan kehadiran ayah untuk dirinya. Dan sekarang, saat ia sudah mulai menyadari akan kehadiran yang ia dambakan kenapa malah ingin di renggut lagi?

“Aku mohon, Ayah… jangan pergi....” lirih Aluna disela tangisnya.

Isabella kembali dengan tubuh yang lemas. Ia duduk di samping Aluna seraya membelainya dengan lembut.

“Mama?” Aluna mendongakkan kepalanya, menatap wajah Isabella yang ikut pucat karena memikirkan semua ini.

Sebuah penyakit yang bahkan tak mampu di jelaskan dalam hukum medis, malah menyerang Alhandra secara bertubi-tubi. Yang lebih membuat Isabella sakit hati adalah saat ia tau dari tabib bahwa Alhandra sudah sering mendapatkan gejala atas ini semua Alhandra sudah sering sakit namun dengan tanggung ia malah menyembunyikan semuanya. Meski Isabella tau Alhandra tak ingin membuat dirinya khawatir, tapi dengan tidak mengatakan apapun justru membuat ia semakin pilu. Mereka sudah bersama lebih 20 tahun lamanya, tapi apakah Alhandra tak meletakan kepercayaan pada istrinya ini? Sehingga Alhandra bahkan tak ingin bercerita tentang penyakit yang ia derita.
Isabella menangis haru, ia berpikir sebenarnya Alhandra menganggapnya Ini sebagai apa? Jika saja Alhandra membutuhkan teman untuk cerita, maka seandainya Isabella dibutuhkan ia akan senantiasa memberikan bahunya untuk tempat bersandar bagi Alhandra.

“Bangun, Al.. kamu harus kuat… Bukan hanya kami, tapi seluruh rakyat mengkhawatirkan mu. Sadar Al, sadar...” Isabella merintih dengan lirih dalam tangisnya.

Aluna memeluk Isabella menenangkannya atas situasi perih kala ini. Di balik pintu sana, terlihat Hiro yang menatap dari kejauhan. Samar-samar terlihat bulir tipis air matanya terjatuh pilu melewati pipi. Ia tak mengucapkan apapun, tapi tangisnya menjelaskan segalanya.

BERSAMBUNG


Typo tandai ya ✨

_______________________________

Akun sosmed Author:
Tiktok: Ad_ebintang
Instagram: _ebintang

ALLETHEA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang