"Apakah hati masih bisa patah ketika jantung berhenti berdetak?"
Aluna, seorang putri kerajaan yang malah menghindari kata "Tuan Putri" karena menurutnya menjadi putri di sebuah kerajaan itu adalah sebuah hukuman, itu sangat mengekang dirinya dan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aku tenggelam dalam ilusi tanpa tepian, namun aku tak bisa berhenti, aku tidak bisa menyerah, kolam misteri masih terbentang, musuh yang kuat siap menantang!"
A story by Ade Bintang 🌟
___________________________
Malam semakin suram, sunyi membuat tirtha terdengar lebih jelas. Akhirnya setelah sekian lama tinggal berdiam sebagai seorang putri di negeri Carlotte Aluna mulai menyadari akan banyaknya kengerian tersembunyi dalam kerajaan yang tampak bahagia ini. Aluna menyadari, di tengah kerajaan yang biasanya ramai penuh keceriaan ternyata mampu menyembunyikan kegelapan, malam yang membawa kesunyian mendalam pun semakin terasa pilu. Langit malam menutupi kerajaan dengan selimut hitam tak terpecahkan, hanya diterangi dengan sinar bulan pucat yang bersembunyi di balik awan tebal.
Gedung-gedung megah dan menara yang biasanya berkilauan di tengah kota Lilian kini tampak hanya berdiri sendu dalam diam, bayangannya menari-nari di tanah dengan suram dan menyeramkan. Jalan-jalan kerajaan yang biasanya dipenuhi oleh kebahagiaan dan kegembiraan sekarang hampa dan sunyi, hanya suara angina malam yang mendesir lembut dari kejauhan. Aluna mulai terdiam dengan keringat yang bercucuran, tatapannya mulai berputar ke sana kemari. Dalam kegelapan malam kerajaan ini tampak seperti sebuah lukisan hitam putih yang penuh dengan bayangan siluet misterius.
“Hiro?” derca Aluna memanggil Hiro dari balik pintu, meski meresahkan, tapi itulah yang Aluna pikirkan, ia hendak menuntut penjelasan akan apa yang sebenarnya Hiro inginkan karena dengan mata kepalanya sendiri Aluna melihat Hiro jelas-jelas memberikan respon bantahan pada Alhandra. Aluna tak mengerti sepenuhnya apa yang telah terjadi di masa lampau, ia juga tak tau di antara ayah dan anak ini siapa yang benar-benar bersalah.
Maka dari itu Aluna ingin meminta penjelasan, harapannya Alhandra dan Hiro dapat benar-benar berbaikan serta tak menyimpan dendam satu sama lain. Akan tetapi panggilan Aluna beberapa detik lalu tak kunjung mendapatkan respon dari Hiro. Aluna memiringkan kepalanya, raut mukanya menatap heran, khawatir, ia pun masuk menyelinap di antara pintu besar berpasangan itu.
Sebuah ruangan yang cukup luas, namun memiliki hawa berbeda, Aluna dapat merasakan sesaat setelah memasuki ruangan itu. Rasa dingin menghampirinya, apakah terdapat sejenis pendingin ruangan di sini? Sehingga membuat ruangan yang seharusnya pengap malah dingin menusuk tulang. Dengan pelan Aluna masuk lebih dalam, ini adalah kali pertama ia berkunjung di area tempat Hiro.
Seharusnya tidak banyak yang harus ia lakukan, ia hanya perlu menemui Hiro dan menanyakan apa yang ingin ia ketahui. Aluna kembali melihat-lihat di sana, ruangan itu cukup mengerikan, bagaimana bisa Hiro betah berlama-lama di sini. Aluna menatap keluar kaca yang ditutupi gorden transparan di sampingnya. Kaca itu menampilkan langsung pemandangan di luar. Tapi, bukan itu yang menarik perhatian Aluna, melainkan atensinya terbelalak menatap kea rah sebuah alat musik tua di pinggiran pembatas balkon. Misteri yang otaknya sendiri tidak mampu untuk menjawab seluruh pertanyaan ini. Aluna merasakan semerbak bau bunga wisteria bercampur dengan harumnya bau bunga sakura menghantam indera penciumannya kala menghampiri alat music berupa sebuah piano itu. Tak heran, Selir Abigail adalah putri satu-satunya dari negeri matahari terbit. Memiliki bunga khas seperti sakura dan wisteria di kamarnya bukanlah hal yang aneh. Gadis ini menatap heran, piano itu tampak berdebu, seperti sudah terasing di sana bertahun-tahun, terkena angin malam dan gerimis hujan. Beberapa detik kemudian, wajah Aluna kembali mengerut, ia menyadari terdapat secarik kertas di dalam sana. Aluna memperhatikan kertas yang tergulung di dalam selo itu dengan seksama. Mungkin ini terlalu lancang, tapi tak ada pilihan lain, ia terlalu penasaran. Tanpa pikir panjang, Aluna pun mengambil secarik kertas itu.