34. kematian

10 5 4
                                    

Sigit menginjakkan kakinya tepat dilantai kediaman reza dibelakang ia juga terdapat polisi dan Ismail serta yang lain. Mereka pulang dengan membawa kabar tentang zhiva dan shalma. Kabar yang bakal membuat mereka terkejut.

Ya kabar kematian zhiva dan shalma lebih tepatnya. saat mengetahui kabar ini asalnya tidak percaya bahkan enggan untuk percaya. Namun saat polisi meyakinkan dan memberikan sedikit bukti yang ia temukan diTKP dan pihak polisi menjelaskan semua kronologi kecelakaan. Itu membuat Sigit dan yang lain sedikit percaya namun tidak untuk abrian dan aksa.

Mereka berdua sangat terpukul bahkan lebih dari terpukul. Terlebih lagi abrian. Ia sangat menyesal karena tidak sempat mengutarakan isi hati nya kepada zhiva.

Ismail, bams, niko dan devan pun sama sama sangat terpukul. Mereka berfikir kejadian zhiva dan shalma yang mereka alami itu sebuah mimpi. Bagaimana mungkin, dua gadis cantik yang kerap diketahui mereka dengan julukan gadis ceria dan cempreng itu meninggal diusianya yang masih muda.

Sigit yang notabenya papah dari najla pun ikut terpukul dan sedih bahkan ia bingung harus bilang apa terhadap kedua orang tua mereka tentang kematian anaknya.

/ceklek

Pintu terbuka menampilkan Sigit beserta yang lain dari ambang pintu. Suara pintu terbuka membuat najla, sasa, dan zahra bahkan adinda menoleh ke arah sumber suara.

"Loh kok cepet? Ada kabar? Terus tirta sudah ditangkap?" Tanya adinda tanpa jeda.

Sigit dan yang lain menghampiri mereka lalu duduk disofa ruangan tersebut. "Nanti dijawab, la tolong panggilin om reza sama tante rifa, dan kamu sasa tolong telpon om saka sama tante Sinta suruh kesini ada kabar tentang zhiva dan shalma." Ucap Sigit dengan raut wajah sedih. Hal itu membuat zahra dan adinda mengerutkan kening.

"Om sigit kenapa? Terus abrian sama aksa mata mereka merah kenapa?" Bisik zahra tepat ditelinga bams.

Bams menoleh lalu ia mengelus punggung zahra dan mengelus surai rambut panjang zahra. Hal itu membuat zahra semakin bingung.

"Apasih" Geram zahra seraya menurunkan tangan bams yang berada dipundak zahra. "Tenang dulu nanti tunggu yang lain baru dijelasin sama om Sigit dan pak polisi" Ucap nya lembut.

"Kok diem? Ada apa sih?" Tanya adinda namun tak kunjung dijawab oleh Sigit. Adinda mendengus kesal lalu ia lebih memilih diam dan menunggu yang lain.

Najla turun dari arah tangga bersama reza dan rifa. Bersamaan dengan itu. Sasa masuk diikuti saka dan Sinta dari belakang. Mereka semua sudah kumpul dan duduk disofa ruang tamu kediaman reza.

"Kok perasaan aku makin gak enak ya" Gumam rifa pelan namun masih didengar oleh reza. Reza mengusap pundak sang istri dan menggenggam tangannya seakan menyalurkan kekuatan.

"Telpon vano" Ucap Sigit dengan wajah datarnya. "Biar saya aja om" Sahut Ismail lalu ia beranjak sedikit menjauh dan menelpon vano. Setelah selesai Ismail kembali duduk disamping najla.

30 menit berlalu dan selama itu hanya ada keheningan tanpa percakapan. Tak lama dri itu datanglah seseorang dari ambang pintu yang ternyata ia adalah vano beserta anaknya. Istrinya? Tidak ikut.

Alvaro? Ya dia adalah Alvaro keponakan zhiva. Teman debat zhiva. "Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam"

"Kenapa bawa varo?" Tanya reza. "Dia nangis terus pah, pengen ketemu auntynya dari kemarin, terus varo juga gak tidur semalem. Katanya dia mimpi buruk tentang zhiva" Ucap vano.

"Varo sayang sini sama aunty" Ucap zahra seraya merentangkan tangannya. Alvaro yang melihat itu sedikit tenang. Lalu ia berlari kecil ke arah zahra.

"Aunty, al kangen aunty jipa. Aunty jipa nya mana?" Tanya Alvaro kepada zahra.

Cinta Bertemu Di SMA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang