Rumah Kakek

6.9K 731 17
                                    

Keesokan harinya, Nyi Ambar memintaku untuk pergi ke rumah kakek di Cirebon. Ia tidak menjelaskan alasannya, tapi aku rasa ada sesuatu yang penting. Bergegas kumasukan beberapa helai pakaian ke dalam tas lalu pergi. Saat menuruni tangga, terlihat ayah sedang duduk di ruang tengah, sambil menikmati segelas kopi.

"Mau ke mana kamu, El? Bawa tas segede itu?" tanyanya.

"Mau liburan, bosen di rumah terus," sahutku agak ketus.

"Liburan ke mana?"

"Ke Bandung."

"Berapa hari?"

"Gak tau."

"Kamu masih marah sama ayah?"

"Menurut ayah gimana?"

"Itukan cuman masalah kecil aja, El."

"Kecil? Numbalin Mbak Rini ayah bilang cuman masalah kecil."

"Biasanya kamu gak pernah protes."

"Kan udah aku bilang, ayah bebas numbalin siapa aja. Asal jangan Mbak Rini. Dia udah lima tahun nemenin aku di rumah."

"Yaudah, ayah minta maaf."

"Oke." Aku berlalu menuju pintu.

"Kamu gak minta uang jajan?"

"Gak! Di tabungan masih banyak!" sahutku seraya membuka pintu. Lalu bergegas masuk ke mobil. Tak lupa memutar lagu kesukaan sebelum berangkat. Pak Yanto, satpam membuka pintu pagar.

Mobil pun melaju dengan cepat ke luar perumahan. Setelah itu, harus menghadapi kemacetan kota Jakarta di pagi hari. Butuh waktu satu jam untuk terlepas dari kemacetan. Kini mobil sudah melaju dengan lancar melewati tol layang Jakarta - Cikampek. Aroma wewangian begitu menyengat. Tanda kehadiran Nyi Ambar.

"Nyi," sapaku saat Nyi Ambar muncul di sampingku.

"Ada yang mengawasi kamu," balasnya.

"Siapa? Anak buah Haji Rofi?" Ketika melakukan perjalanan sendirian, aku jarang sekali membuka mata batin. Agar terhindar dari makhluk gaib yang suka tiba-tiba muncul.

"Bukan, tapi ayah kamu."

"Hah, ngapain?"

"Kayanya dia curiga kalau kamu tidak benar-benar pergi liburan."

Ayah memang sangat pandai menerawang orang. "Jadi sekarang harus gimana, Nyi?" Tak mungkin aku membunuh mata-mata suruhan ayah. Itu malah membuatnya semakin curiga.

"Kamu jangan langsung ke Cirebon, menginaplah satu hari di Bandung. Mata-mata itu biar saya yang urus."

"Oke, Nyi!"

Aku bisa tenang selama Nyi Ambar ada di sampingku. Ia sangat cerdik untuk menyelesaikan masalah seperti ini. Tak terasa, setelah tiga jam perjalanan, sudah sampai di Bandung. Bergegas membuka ponsel untuk mencari hotel terdekat. "Apa dia masih ngikutiin, Nyi?" tanyaku saat terjebak macet di lampu merah.

"Masih," balas Nyi Ambar.

Sesampainya di hotel, aku langsung membuka mata batin dan mengecek mata-mata yang dikirim ayah. Ternyata hanya Jin lemah yang menyerupai manusia biasa. Ia sedang bersembunyi di atas pohon, di luar hotel.

_____________

"Sebaiknya kamu pergi sekarang." Wajah Nyi Ambar sudah menyambutku saat bangun tidur.

"Sekarang?" Aku meraih ponsel dan melihat jam. Pukul enam pagi. "Kepagian, Nyi!"

"Dia sedang tidak ada di luar."

Aku menghela napas, malas rasanya harus mandi sepagi ini. Apalagi semalaman Bandung diguyur hujan, sudah pasti airnya dingin. "Oke deh!" Aku bangkit dan bergegas mandi.

Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang