Leon memerintahkan si Wanita Bermulut Besar untuk menyerangku. Suaranya yang nyaring membuat telinga ini berdenging. Aku mencoba melindungi diri dengan membuat perisai gaib. Suaranya bisa diredam dengan sempurna. Sehingga hanya menimbulkan efek tak nyaman di telinga. Aku mengeluarkan kujang, lalu melemparkan padanya. Sebuah sabit besar berhasil menahannya. Ah, ternyata Leon masih melindungi peliharannya.
Si Wanita Bermulut Besar kembali mengeluarkan suara melengking. Kali ini jauh lebih kencang dari sebelumnya. Aku kembali bisa menahannya, meski gelombang suara itu membuat hidung ini mimisan.
Leon tertawa, "Baru menghadapi dia saja kamu sudah kewalahan," ledeknya. Kucoba melemparkan kujang. Lagi-lagi, sabit besar itu menahannya. "Pusaka itu memiliki kekuatan besar. Sayang sekali berada di tangan orang lemah macam kamu."
Leon merapal sesuatu, yang membuat tubuhku tak bisa bergerak. "Apa yang terjadi kalau dia berteriak tepat di depan muka kamu?"
Wanita Bermulut Besar berjalan mendekat. Membuat jarak kami tersisa sejengkal saja. Ia membuka mulutnya lebar-lebar. Bahkan saking lebarnya, rahang bagian bawahnya sampai menyentuh tanah.
"Selamat tingga Alby," ucap Leon.
HAAA!
Bruk!
Wanita Bermulut Besar tiba-tiba terpental ke samping.
Ihik!
Kuda Putih milik Tuan Brosman datang dan berdiri dengan gagahnya di hadapanku. Ternyata ia yang menabrak Wanita itu. "Kenapa kamu tidak memanggil kami?" Para sesepuh datang, kemudian melepaskan jeratan mantra Leon. Kini aku pun bisa bergerak kembali.
Wanita Bermulut Besar bangkit dan melayang mendekati Leon. "Sepertinya akan banyak korban," ucap Leon.
Para sesepuh sudah mengeluarkan senjata pusaka masing-masing. Sementara Kuda Putih tetap berdiri di depanku. Aku duduk dan melepaskan sukma. Leon sama sekali tak terlihat panik. Ia juga tidak memanggil bala bantuan. Sepertinya ia sangat yakin bisa mengalahkan kami hanya dengan dua makhluk itu.
Aku naik ke Kuda Putih, lalu berputar-putar mengitari Leon. Wanita bermulut besar menancapkan kakinya ke tanah, lalu menjerit kencang. Gelombang suaranya berhasil menghentikan lajuku.
Entah bagaimana, si Jubah Hitam tiba-tiba ada di hadapanku, sambil membawa sabit besar. Ia mengayunkan sabit dengan cepat. Kuda Putih berhasil menghindar.
Beberapa sesepuh terlihat terbang dan berusaha menyerang si Jubah Hitam. Namun, serangan mereka dapat ditahan dengan mudah. Bahkan, saat si Jubah Hitam mengayunkan sabit, sempat mengenai salah satu sesepuh dan langsung terkapar.
"Itulah kenapa saya malas tinggal di sini. Jin-jinnya sangat lemah," ledek Leon, membuat para sesepuh terpancing menyerangnya.
Leon mengeluarkan rantai hitam berujung runcing. Rantai itu bergerak seperti ular dan menyerang sesepuh yang mendekat. "Lihat, baru melawan rantai saja sudah kerepotan." Leon kembali meledek.
Emosiku ikut terpancing. Kuayunkan kujang pada Leon. Namun, si Jubah Hitam berhasil menahan. Sial! Sangat sulit sekali mendekatinya.
Aku melangkah mundur, "Saya baru lihat makhluk bisa bergerak secepat itu," ucap Kakek Harja, salah satu sesepuh dari tanah sunda.
Wisesa, pangeran dari kerajaan jin di Jawa Barat, fokus menatap Wanita Bermulut Besar. "Sebaiknya kita incar yang paling lemah dulu." Ia mengeluarkan keris panjang.
"Sangat sulit mendekatinya," ucapku.
"Serang dari segala arah dan buat Makhluk Hitam itu kebingungan," usulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
HorrorGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.