Hari ini Alby menepati janjinya, mengajakku latihan bersamanya. Ia memintaku berbaring di kasur. Sementara ia duduk bersila di samping kasur. "Kamu fokus saja dan bayangkan sukma di dalam diri kamu ke luar," ucapnya.
Aku menutup mata dan fokus. Cukup lama, sampai terasa ada getaran hebat di tubuh ini. Getaran yang membawa sukmaku ke luar dari tubuh.
Sukma Alby sudah menyambutku. "Kerja bagus. Kamu hanya tinggal melatih agar sukmanya bisa ke luar lebih cepat. Jika terlalu lama maka kamu akan lebih mudah menerima serangan," ucapnya.
Aku mengedarkan pandangan, "Kakek Abdullah gak ikut?"
"Kakek akan menyusul, sekarang kamu saya kenalkan dengan beberapa sosok dulu."
"Jangan bilang sosok yang ada di novel Ellea?" tebakku, curiga. Soalnya beberapa hari ini ia menyuruhku membaca ulang novelnya.
Alby tersenyum, "Benar sekali."
"Terus cara berangkat gimana? Kan gak ada portal. Masa jalan kaki?"
"Maaf terlambat." Kakek Danu datang. "Kalian sudah siap?"
"Sudah, Kek," sahut Alby.
Kakek Danu memutar-mutar kain pengikat kepalanya, hingga muncul pusaran angin. "Ayo!" Ia terbang ke pusaran angin itu.
Alby berdiri di belakangku dan mendorongku kencang. Argh! Aku masuk ke dalam pusaran angin dalam kondisi tubuh berputar-putar.
"Jangan ikuti arus anginnya," ucap Alby yang terbang dengan santai.
"Gimana caranya?" sahutku yang masih berputar-putar.
"Ikuti saya! Terbang di inti pusaran."
Belum sempat mencoba lepas dari pusaran, aku sudah terlebih dulu mendarat di tanah. "Di mana ini?" tanyaku dengan pandangan kabur.
"Ini adalah rumahnya Tuan Brosman," balas Alby.
"Tempat terakhir kali lu sama Ellea, kan?" Aku ingat sekali di buku novelnya, Ellea mengucapkan salam perpisahan di pantai, belakang rumah ini.
"Benar. Yuk, masuk!" Alby melangkah ke dalam rumah.
Aku bangkit, meski kepala ini agak sedikit pusing. "Kakek Danu mana?"
"Beliau sudah ada di dalam."
Aku masuk ke dalam rumah. Ada tiga sosok yang sudah menyambut. Kakek Danu, Tuan Brosman dan satu wanita berwajah sinis. "Wanita yang duduk di sana adalah Susanne," ucap Alby.
Kulemparkan senyuman tapi ia tidak membalasnya. Dasar hantu tidak sopan. Kemudian, aku duduk di sofa. Kami pun mengobrol sebentar.
Tuan Brosman menceritakan tentang sekte yang ada di zaman Belanda. Ia bilang, dulu banyak teman-temannya yang terlibat dalam ritual satanic. Dengan menumbalkan gadis-gadis perawan. "Kebanyakan dari mereka menyembah sosok Siluman Kambing atau Kerbau," ucapnya.
"Kalau Siluman Kuda? Apa Tuan pernah mendengarnya?" tanya Alby.
"Saya pernah dengar ada sekte yang memuja Siluman Kuda, tapi belum pernah melihatnya secara langsung," balas Tuan Brosman.
"Kemarin Alby dikalahkan oleh Siluman Kuda hingga terluka," ucap Kakek Danu.
"Bukannya Siluman semacam itu mudah dikalahkan?" sahut Susanne.
"Iya, tapi dia menyerang saat saya lengah dan berhasil meloloskan diri," balas Alby.
"Seharusnya kuda ayah bisa melawannya." Susanne menatap ayahnya, Tuan Brosman.
"Apakah Tuan bisa meminjamkan kuda itu pada saya?" tanya Alby. Sepertinya ia benar-benar ingin balas dendam pada Kuda Ungu.
"Dengan senang hati." Tuan Brosman bersiul kencang. Tak lama terdengar suara ringkikan kuda. Seekor kuda putih bercahaya muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
HorrorGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.