"Gilang! Gilang! Bangun!"
Aku mendengar suara cempreng yang mengganggu. Kubuka mata, ternyata Margaret sudah ada di hadapan. "Argh! Ngapain sih, Ret! Ngagetin aja!" omelku.
"Alby!" ucapnya dengan wajah cemas.
"Alby kenapa?"
"Dari semalam, dia pergi bersama Griselle, tapi belum juga kembali," balas Margaret.
"Griselle?" Seketika itu rasa kantuk ini menghilang. Griselle? Sudah sebulan ini menghilang, lalu tiba-tiba muncul dan pergi bersama Alby. "Kamu tau mereka pergi ke mana?"
"Saya tidak mengetahuinya. Saya dilarang ikut oleh Alby."
"Aduh, mereka pergi ke mana." Kuraih ponsel untuk menelepon Alby.
"Ada sesuatu yang mencurigakan dari Griselle," ucap Margaret.
"Apa yang mencurigakan?" Aku menoleh pada Margaret.
"Saya merasakan aura aneh di tubuhnya. Saya sudah bilang pada Alby untuk tidak ikut bersamanya, tapi dia tetap pergi."
Kakek Abdullah datang, "Gimana menurut kakek?" tanyaku.
"Sepertinya mereka berhasil menjebak Alby," balasnya.
"Jadi sekarang harus gimana, Kek?" Aku sudah coba menelepon Alby, tapi tak tersambung.
"Pergi menyusul Alby," balasnya.
"Ke mana? Emang kakek tau?" Aku berdiri dan meraih tas selempang.
Kakek Abdullah terdiam sebentar, "Saya juga belum tau Alby ada di mana."
"Saya sempat mengikuti Alby. Di pergi ke suatu kota bernama Cirebon," balas Margaret.
"Cirebon?" Aku cukup terkejut mendengarnya. "Jangan bilang mereka ngajak bertarung di tempat yang sama."
"Sepertinya begitu," sahut Kakek Abdullah.
"Apa Kakek bisa ngecek ke sana?"
"Dalam situasi seperti ini, saya tidak bisa meninggalkan kamu sendirian."
"Aku gak sendirian, Kek. Ada Margaret."
"Saya tidak bisa melindungi kamu, Lang. Jika ada anggota sekte yang datang," sahut Margaret.
"Yaudah." Aku bergegas bangkit dan mengambil kunci mobil di atas meja belajar, lalu berlari ke garasi. Sesampainya di sana, Kakek Abdullah sudah duduk di kursi depan. Sementara Margaret duduk di belakang.
"Sebaiknya sekarang kamu cepat bergerak ke sana," ucap Kakek Abdullah.
"Ya, sabar! Kan musti nyalain mobil dulu. Dipikir kaya jin tinggal cring doang nyampe," omelku, seraya menyalakan mobil.
"Eh tunggu!" Margaret berteriak saat aku sedang mengeluarkan mobil dari garasi.
"Gak usah ngagetin napa!" omelku.
"Saya melihat Gunung."
"Gunung? Ah udah pasti itu Gunung Ciremai!" Ternyata dugaanku benar. "Ah elah, Bi! Jauh amat lu perginya," keluhku, lalu tancap gas tanpa menutup pagar.
_____________
Satu jam perjalanan ini aku lalui dengan keheningan. Kakek Abdullah dan Margaret lebih banyak diam. Kini kekhawatiran terbesarku bukanlah anggota sekte, melainkan nyasar. Aku benar-benar tak ingat di mana tempat itu.
"Kamu tidak perlu khawatir, saya akan memberitahu arahnya," ucap Kakek Abdullah membalas suara hatiku.
"Nah gitu dong ngomong. Biar kagak sepi-sepi amat kek kuburan," sahutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
HorrorGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.