Amarah Cakra

7.1K 760 116
                                    

Setelah mengganti baju, aku turun menghampiri ayah dan Mas Cakra yang sedang mengobrol di ruang tengah. Aku pun bergabung dengan mereka. "Kenapa Mas gak bunuh dia aja?" tanyaku.

"Saya cuman mau ngetes kemampuan dia aja. Eh ternyata anaknya lemah banget. Kok bisa-bisanya Magdalena dan Ryan kalah sama bocah ingusan macem itu," balas Mas Cakra.

"Ya, mungkin karena dibantu sama Habib dan Kyai itu," sahut Ayah.

"Bener juga."

"Saya juga sempet kaget waktu Timira (Bayangan Hitam) bisa dikalahin. Padahal dia salah satu sosok kuat di sekte ini," ucapku.

"Nah itu dia. Anak penakut dan penjaganya lemah bisa ngalahin Timira. Kalau ngalahin Siluman Anjing sih wajar, ini Timira," balas Mas Cakra.

"Mungkin yang tadi kaya ayah, Mas. Dibantu sama Kyai dan Habib," balasku.

"Ustad, Kyai atau Habib bukan level Timira, El."

"Atau mungkin, dia punya senjata rahasia."

"Nah. Itu yang mau saya tau. Makanya saya gak langsung habisin dia. Biar nunggu keputusan Mr X aja. Sekarang saya biarin dulu aja dia bersenang-senang sama Kenanga."

"Tadi Mas bawa Jin Arab itu ke mana?" tanyaku.

"Ke Gunung Salak. Saya udah iket dia terus timpa pake batu, jadi gak mungkin bisa lepas."

Aku berharap Nyi Ambar mendengar ucapan Mas Cakra sehingga bisa membebaskan Abdullah secepatnya. "Kalau dia lepas terus nyerang ke sini gimana, Mas?"

"Kamu telepon saya. Saya bakal habisin dia."

Setelah mengobrol cukup panjang, ayah mengantar Mas Cakra pulang. Rasa penasaran ini membuatku berdiri di depan kamar tamu. Suara menggeram terdengar dari dalam.

Kriet!

Kubuka pintu. Terlihat Kenanga sedang mendekap tubuh Gilang. "Mau apa kamu?" tanyanya.

"Cuman mau liat aja," sahutku.

"Pergi! Jangan ganggu kami!" omelnya, lalu menjilati tubuh Gilang yang sudah sepenuhnya dikendalikan olehnya.

Ada rasa marah saat melihat perbuatannya, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Kututup pintu dan kembali ke kamar. Kemudian memanggil Nyi Ambar. Lama sekali ia belum juga datang, sehingga mata yang mengantuk ini sudah menuntunku untuk tidur.

________

Keesokan paginya, aku bergegas mengecek keadaan Gilang. Sangat terkejut ketika membuka pintu ia sudah terbaring lemas di lantai, tanpa menggunakan baju. Aku mengangkat tubuhnya, lalu dibaringkan di atas kasur dan menyelimutinya. Kucoba membangunkannya dengan menepuk pipinya berkali-kali. Ia tak membuka mata.

Wajahnya begitu pucat. "Lang," panggilku.

Kusentuh tangannya. Dingin. Kemudian meletakan dua jemari di depan lubang hidungnya. Ada sedikit hembusan angin. Kusibak selimut yang menutupi tubuhnya, kemudian menyandarkan telinga ini ke dadanya. Denyut jantungnya terasa begitu lemah.

ARGH!

Gilang tiba-tiba menjambak rambutku. "Jangan sentuh dia!" hardiknya dengan mata melotot. Berarti Kenanga ada di dalam tubuh Gilang.

Kupegang kepalanya, lalu merapal mantra. "Lepasin, gak!"

Gilang menjerit kesakitan dan melepaskan genggaman. Aku menarik Kenanga ke luar dari tubuhnya. "Berani-beraninya lu jambak rambut gua!" hardikku.

"Kamu berani-beraninya menyentuh mangsa saya!" balas Kenanga yang kini menggunakan bentuk menyeramkan. Percuma saja, aku tidak takut padanya, meski umurnya sudah ratusan tahun.

Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang