Selama lima hari terakhir ini aku meminta Nyi Ambar untuk mengintai pergerakan Gilang, sekaligus mengecek apakah Ansel dan Magdalena mulai bergerak. Sejauh ini tak ada pergerakan dari mereka. Kuambil ponsel lalu mencoba menelepon Magdalena. Semenjak ritual janin itu, kami jarang sekali berkomunikasi.
"Lu lagi ngapain, Len?" tamyaku.
"Lagi siap-siap mau pergi ke kampus," balasnya.
"Kampus? Sejak kapan lu kuliah?"
"Bukan gua yang kuliah!"
"Jangan bilang, lu mau cari member atau tumbal di kampus."
"Tumbal sih, bukan member."
"Bah. Kampus mana?"
"Dharma. Tempat Gilang kuliah."
"Emang ada perintah dari Haji Rofi atau Mr X?"
"Ya kagak, El. Gua cuman mau iseng liat aja. Kalau ada kesempatan gua kasih sedikit tamparan. Sekaligus bales tamparan dia."
"Oh, oke deh. Good luck!"
"Sip."
Kututup telepon lalu memanggil Nyi Ambar. "Kamu harus pergi ke sana juga, El," ucapnya.
"Aduh, aku lagi males mandi, Nyi!"
"Saya khawatir Magdalena akan melakukan sesuatu yang buruk pada Gilang."
"Tadi dia bilang cuman dikit aja, Nyi."
"Terkadang hal kecil bisa saja menjadi besar saat waktunya salah."
"Yaudah deh! Aku mandi dulu!" Aku beranjak dari kasur dan pergi mandi.
_________
"Jangan naik itu," cegah Nyi Ambar saat aku akan naik ke mobil.
"Ah iya!" Magdalena bisa tau kehadiranku kalau menggunakan mobil ini. Terpaksa aku naik taksi online dengan tujuan Kampus Dharma. Saat kulihat di map, letaknya lumayan dekat dengan rumah sakit ayah.
"Turun di sini aja, Pak," ucapku pada sang supir.
"Masih agak jauh, Kak," balasnya.
"Gak apa-apa." Aku tak mau turun terlalu dekat, karena takut Magdalena melihat.
Aku berjalan pelan-pelan sembari memindai area ini, mencari keberadaan Magdalena. Ketemu! Ia memarkirkan mobilnya tepat di depan gerbang kampus. Sontak aku berbelok ke sebuah kafe yang posisinya berada di belakang mobil Magdalena.
Aku memesan minuman dan beberapa camilan, sambil menunggu pergerakan Magdalena. Ia terlihat ke luar dari mobil dan bersembunyi di balik pohon yang tak jauh dari mobilnya. Tingkahnya sangat lucu. Padahal dengan berdiam diri di dalam mobil saja sudah cukup. Jadi untuk apa ia harus ke luar segala?
Beberapa mahasiswa mulai ke luar dari kampus, disusul yang lainnya. Semua pakaiannya mirip, hitam dan putih. Ada nametag besar yang tergantung di leher. Pasti mereka semua sedang ospek.
Mata ini kembali fokus pada Magdalena. Ia sudah memanggil pasukan Kuntilanak. Kuntilanak itu bergerak dan terbang berputar-putar di tengah jalan, depan gerbang. Aku curiga Magdalena akan melakukan hal yang buruk pada Gilang. Karena cara seperti ini biasanya ia lakukan saat akan memberi makan Kuntilanak peliharaannya.
Kuntilanak-kuntilanak itu tertawa cekikikan sembari menoleh ke arah gerbang. Aku memfokuskan pandangan ke sebrang jalan. Terlihat Gilang sedang mengobrol bersama temannya sambil menyebrang jalan. Aku menoleh ke kanan, melihat mobil sedang berjalan dengan kecepatan sedang.
Ah! Sudah kuduga Magdalena akan melakukan cara standar. Kurapal mantra untuk menghentikan laju mobil itu. Saat akan mengusir pasukan Kuntilanak, ternyata sudah ada sesosok Kakek berambut putih dengan pakaian adat yang mengusir mereka. Sehingga Gilang dan temannya bisa sampai ke sebrang jalan dengan selamat. Hal itu membuat Magdalena sedikit panik dan bergegas masuk ke mobil. Tak berselang lama ia meninggalkan lokasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
HorrorGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.