Aku membuka mata, melihat langit biru yang sangat indah. "Apakah ini sudah pagi?" gumamku, seraya mengedarkan pandangan. Hanya ada hamparan tanah berumput hijau yang terlihat. Dengan satu pohon besar di bagian tengah.
Aku duduk, sembari menatap pohon itu. Ada seseorang yang sedang berdiri di sana. Bergegas aku bangkit dan berjalan menghampirinya. Semakin dekat, aku semakin mengenalinya.
"Kakek!" teriakku, seraya berlari kencang.
Kakek Abdullah menyambut dengan pelukan hangat. "Selamat, Lang. Kamu sudah berhasil menghancurkan inti sukma itu," bisiknya.
"Apa Mr X bener-bener udah mati?"
"Iya. Dia tidak akan pernah kembali lagi."
"Berati sekarang tinggal nyari anggota sekte lain supaya Mr X gak bangkit lagi."
"Itu bukan tugas kamu."
"Terus tugas siapa?"
"Biarkan orang lain di luar sana yang melakukannya. Kamu tidak harus menanggung semuanya sendirian."
"Tapi, aku gak tega kalau ada anak-anak lain yang menjadi korban anggota sekte."
"Ilmu hitam dan aliran sesat akan terus ada sampai hari kiamat tiba. Akan banyak juga orang yang menjadi korban dan itu sudah takdir mereka. Sementara kamu tidak akan bisa mencegahnya," ucap Kakek Abdullah.
"Terkadang, takdir buruk seseorang bisa membawa kebaikan pada banyak orang. Sama halnya yang terjadi pada kamu. Kecelakaan yang menimpa ibu kamu, membuat kamu bisa melangkah sejauh ini," sambungnya.
"Apa aku gak boleh bantu orang lain lagi?" Rasanya aneh, ketika kamu memiliki kekuatan besar tapi tidak digunakan untuk kebaikan.
"Sangat boleh, tapi sesuai batas kemampuan kamu saja. Biarkan Gilang Gilang lain muncul untuk menghadapi penggiat ilmu hitam."
Perkataan Kakek Abdullah ada benarnya. Selama lebih dari setengah tahun, hidupku hanya fokus pada balas dendam terhadap anggota sekte. Aku tak memiliki waktu untuk berkumpul bersama teman-teman kampus. Tak memiliki waktu banyak untuk mengobrol dengan Kak Nasrul. Padahal ia anggota keluargaku satu-satunya.
Aku seperti tidak memedulikan perasaan Kak Nasrul. Ia pasti sangat cemas saat aku tiba-tiba menghilang, tak ada kabar. Tindakanku selama ini memang sangat bermanfaat untuk banyak orang. Namun, di sisi lain ada yang harus dikorbankan. Aku tak bisa menghabiskan waktu hidup ini untuk terus mengejar-ngejar anggota sekte. Karena setiap harinya pasti akan ada anggota sekte yang baru. Itu tak akan ada habisnya.
"Jadi sekarang aku harus gimana, Kek?" tanyaku.
"Jalani hidup kamu seperti biasa. Biarkan orang menjalani takdirnya masing-masing. Jika memang kamu harus ikut campur pada takdir mereka, maka Allah pasti akan menunjukkan jalannya," balas Kakek Abdullah.
"Baik, Kek."
"Sekarang kamu pulang, kasihan yang lain sudah menunggu."
"Alby sama Griselle, apa mereka baik-baik aja, Kek?"
"Sebaiknya kamu memastikannya sendiri. Ayo saya antar pulang." Kakek Abdullah berjalan ke belakang pohon. Ada sebuah lubang besar di batang pohon. "Kamu masuk ke dalam," perintahnya.
Aku memeluk Kakek Abdullah lalu masuk ke dalam lubang. Sensasinya seperti naik perosotan yang gelap.
Wus!
Tiba-tiba aku sudah kembali ke dalam tubuh dan membuka mata. "Kamu pergi lama sekali, Lang," ucap Alby yang duduk di samping brankar.
"Berapa lama?" tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
HorrorGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.