Tamu Istimewa (POV - Griselle)

7.3K 772 62
                                    

Aku menghela napas. Setelah melewati kejadian yang hampir merenggut nyawa, Gilang masih sempat-sempatnya bercanda. Entah apa yang ada di pikirannya. "Saya pamit dulu," ucapku, membuat seisi ruangan menoleh padaku.

"Jangan biarin dia pergi! Dia bagian dari sekte!" ucap Gilang.

"Semua yang ada di sini udah tau," balasku.

Gilang memasang wajah bingung. "Beneran, Bib?"

"Iya, kami semua sudah tau," balas Habib.

"Kenapa gak ditangkep, Bib?"

"Kalau gak ada dia mungkin kamu udah meninggal, Lang."

"Tapi gara-gara dia, saya dibawa sama Kuntilanak Kuning itu!"

"Biar Alby yang jelasin," ucapku, agak lelah dengan situasi ini.

Alby berbicara panjang lebar dengan Gilang, hingga akhirnya ia mengerti. Syukurlah, aku tak perlu menjelaskannya. Takut kesabaran ini habis menghadapi sikapnya itu.

"Saya pamit dulu," ucapku.

"Kamu mau pergi ke mana?" tanya Habib Husein.

"Pulang ke rumah." Aku ingin memastikan keadaan ayah. Soalnya dari tadi pesanku tidak dibalas.

"Dalam situasi seperti ini bahaya pulang sendirian."

"Gak apa-apa, saya sudah biasa."

"Nanti biar Hazim yang anter. Saya boleh nanya satu hal lagi?"

"Boleh."

"Apa alasan kamu nolong Gilang sampe harus ngebunuh teman kamu sendiri?"

"Saya gak suka sama sekte ini."

"Hanya itu aja?"

"Sementara itu aja cukup."

"Oke. Zim, tolong anterin Griselle ke rumahnya."

Hazim dan Fahad berdiri bersamaan. Setelah pamit untuk ketiga kalinya, aku pun diperbolehkan melangkah ke luar.

"Saya ikut!" Alby tiba-tiba menyusul.

Rasanya kurang begitu nyaman harus semobil dengan tiga orang pria yang baruku kenal. Apalagi Fahad yang tak henti-hentinya memperhatikanku secara diam-diam. Ia pikir aku tidak tau.

"Apa kamu yakin mau tinggal di rumah sendirian?" tanya Alby.

"Emangnya kenapa? Lu mau nemenin gua?" sahutku. Jawabanku itu membuat Hazim dan Fahad tertawa. Lagian itukan rumahku sendiri.

"Tidak. Maksud saya, bagaimana kalau anggota sekte lain menyerang. Saya yakin mereka sudah tau dengan kematian Cakra."

"Sejauh ini gak ada anggota sekte yang gua takutin." Selama Mr X masih ada di luar negeri, aku tak begitu khawatir.

"Magdalena?"

"Dia jauh di bawah gua."

"Oh, berarti kedudukan kamu sama kaya Pak Ryan."

"Ya."

Setelah menempuh perjalanan satu jam, aku sampai di rumah. Hazim menghentikan mobil tepat di depan gerbang. "Di sini aja?" tanya Hazim.

"Ya," sahutku, seraya membuka pintu.

"Apa saya boleh tau nomor telepon kamu?" tanya Alby.

"Gak!" Aku melangkah ke luar mobil dan bergegas masuk ke rumah. Pintu depan dalam keadaan tak dikunci. Pak Yanto pun tidak terlihat. Kondisi ruang tengah masih berantakan. "Ayah!" panggilku seraya berlari ke kamarnya. Nihil. Ayah tidak ada di dalam. Aku kembali ke depan untuk mengecek garasi. Mobil ayah tidak ada di sana.

Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang