Seminggu berlalu, tanpa kabar dari Griselle. Ia menghilang tanpa jejak. Alby sudah mengerahkan bantuan untuk mencari keberadaannya, tapi belum juga ketemu.
"Masih gak ada kabar, Bi?" tanyaku.
"Belum ada, Lang. Saya khawatir kalau mereka sudah ditangkap oleh Mr X," balas Alby.
"Iya, itu yang gua takutin." Aku membelokan mobil ke perumahan tempat Om Herman tinggal. Ya, karena hari libur. Om Herman memintaku untuk main ke rumahnya. Sekalian ada yang mau Aurora obrolkan.
Sedampainya di sana, aku langsung di sambut dengan senyuman manis Aurora. "Parkir di situ aja, Lang!" Om Herman memintaku parkir di depan rumah.
"Lu turun dulu aja, Bi," ucapku.
"Tidak, sebaiknya kita turun bersama," balas Alby.
"Ah elah, masih canggung aja jadi orang."
Setelah memarkirkan mobil, kami pun turun. Om Herman meminta kami untuk segera masuk, karena makanan Tante Farah sudah menunggu. Setelah makan, kami mengobrol di ruang tengah. Namun, Aurora malah berdiam diri di kamar,
Sampai pukul sembilan malam, Aurora masih belum mengungkapkan apa yang ingin ia bicarakan. Sudah beberapa kali dipancing, ia malah menghindar. Terkadang aku pusing menghadapi sikapnya. Penuh rahasia.
Tok! Tok!
Terdengar suara ketukan. Aku menoleh ke arah pintu, "Masuk!"
Wajah manis Aurora muncul dari balik pintu, "Kak Gilang belum tidur?"
"Belum ngantuk, masih nunggu Kak Alby pulang." Sekitar 15 menit lalu, Om Herman mengajak Alby pergi ke luar. Sepertinya, ini semua memang rencana Aurora.
"Bukannya Kak Alby bilang kakak harus latihan?"
"Iya, tapi Kak Alby gak jelasin caranya gimana, Rora."
"Kakak tidur aja, nanti ada yang jemput."
"Hmm, oke. Tapi, sekarang kakak masih belum ngantuk."
"Coba kakak tiduran, terus tenangin pikiran. Pasti lama-lama ngantuk."
"Nanti aja deh, Rora. Sejam lagi!"
"Oke! Aku tunggu, ya!" Aurora berlari ke luar kamar. Tanpa memberita tau maksud dari kalimat terakhirnya.
Aku mencoba membaringkan tubuh di kasur, menatap langit-langit kamar cukup lama hingga pikiran ini tenang. Kemudian, memejamkan mata. Kurasakan tubuh ini bergetar hebat, jantung pun berdetak cepat. Saat membuka mata, Kakek Abdullah sudah ada di hadapan.
"Ayo, kita jalan-jalan," ajaknya seraya mengulurkan tangan.
Kusambut uluran tangannya itu. "Jalan-jalan ke mana, Kek?" tanyaku bingung dengan situasi ini. Apalagi saat melihat ke belakang, ternyata tubuhku masih berbaring di kasur. "Jadi ini yang Alby bilang melepas sukma?"
"Iya."
"Wah seru juga, ya! Baru pertama kali begini." Aku melayang-layang di udara.
"Ini bukan yang pertama kali. Apa kamu lupa pernah melakukannya beberapa kali. Meskipun kamu melakukannya secara tidak sadar."
"Kapan, Kek?" Aku tak ingat pernah melakukannya.
"Saat kamu pergi ke tempat Siluman Anjing dan saat kamu tidak sengaja kembali ke masa lalu."
Aku ingat dengan kejadian di tempat Siluman Anjing, tapi ... tidak dengan bagian kembali ke masa lalu. "Kapan aku balik ke masa lalu, Kek?"
"Saat kamu duduk di mobil yang sama dengan ibu kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
KorkuGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.