Sosok di Balik Jubah

5.4K 528 10
                                    

"Tolong ayahnya Griselle, Kek." Aku memohon pada Kakek Abdullah.

Kakek Abdullah menghampiri sukma ayahnya Griselle dan mencoba menghentikan laju racun Nidhogg, tapi usahanya gagal. Kemudian, ia bersama Nyi Ambar dan Kakek Danu menghalangi Nidhogg dan Wanita Ular untuk mendekat.

Griselle menarik sukma ayahnya untuk kembali ke dalam tubuh. Kemudian, aku, Griselle, dan Alby ikut kembali ke tubuh masing-masing. "Ayah harus kuat," ucap Griselle, sembari memeluk ayahnya yang terbaring kesakitan.

Aku bisa melihat racun itu sudah menggerogoti tubuh ayahnya Griselle dengan cepat. Beberapa bagian tubuhnya mulai menghitam. "Maafin saya." Tak ada kata-kata lain yang bisa aku ucapkan.

"Gak perlu minta maaf," balas ayahnya Griselle meski sedang kesakitan.

Griselle merapal mantra yang cukup panjang sambil memegang erat tangan ayahnya yang perlahan menghitam. Air mata terlihat menetes dari sudut matanya. "Aku coba hisap racunnya," ucapnya.

"Jangan, El!" Ayahnya mencegah Griselle melakukan itu. "Kamu bisa mati," imbuhnya, dengan suara mulai melemah.

"Aku gak mau ayah mati!" Griselle memeluk tangan ayahnya.

"Ayah gak apa-apa, El." Ayahnya Griselle mencoba menenangkan anaknya. Padahal kulit di sekitar lehernya sudah menghitam. Ia mulai kesulitan bernapas.

"AYAH!" Griselle memeluk ayahnya.

"Kamu harus bisa ngalahin dia, El," bisiknya.

"Aku pasti bisa ngalahin dia!"

Tak lama ayahnya Griselle sudah kehilangan kesadaran. Diikuti racun yang sudah menyebar ke bagian wajahnya, hingga membuat wajahnya menghitam. Aku baru pertama kali melihat kalau racun bangsa jin bisa semengerikan ini.

"Maafin gua, El," ucapku.

"Ini bukan salah lu, Lang," balas Griselle yang tampak sangat marah. Ia menoleh dan menatap Nidhogg. "Gua bakal habisin makhluk itu!" Griselle kembali melepaskan sukmanya dan terbang mendekati Nyi Ambar.

"Sekarang kamu harus lebih hati-hati, Lang," ucap Alby, sebelum ia melepaskan sukma dan bergabung dengan Kakek Danu.

Kini aku bingung, ingin ikut dalam pertarungan, tapi tidak ada yang menjaga tubuh kami. Tiba-tiba Ki Panca muncul dari balik pintu. "Biar saya yang menjaga tubuh kalian," ucapnya.

"Oke," sahutku, lalu melepaskan sukma dan terbang mendekati Alby. "Apa lu udah tau cara buat ngalahin dia, Bi?"

"Caranya masih sama, Lang. Serang bagian mulutnya," balas Alby.

"Apa gak ada cara lain?"

"Sejauh ini tidak."

Aku masih trauma untuk mendekat ke bagian wajah Nidhogg, tapi ini bukan waktunya untuk diam saja. Kasihan Kakek Abdullah yang dari tadi mencoba menahan semua serangannya. Aku terbang dengan cepat mendekati Nidhogg.

"Kamu mau ke mana, Lang?" teriak Alby, seraya menyusulku.

"Jangan mendekat, Lang!" perintah Kakek Abdullah.

Nidhogg yang mengetahui kehadiranku, nyaris menyerang dengan pancaran sinar matanya yang mematikan. Namun, aku terlebih dulu memalingkan wajah dan bergerak dengan cepat ke kiri dan kanan. Benar kata Alby, makhluk itu bisa membaca gerakanku.

"Awas!" Alby menarik tubuhku dengan cambuknya, saat Nidhogg mengayunkan ekornya ke arahku.

"Sudah saya bilang, kamu tidak percaya," omel Alby.

"Terus lu ada ide, gak?"

"Yang saya bilang sebelumnya, titik terlamahnya ada di bagian mulut. Tapi harus mengincar matanya dulu. Mata itu sangat berbahaya," balas Alby.

Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang