"Kalian tuyul?" tanyaku dengan polosnya.
"Kalau iya, memangnya kenapa?" balas salah satunya.
Aku baru tau kalau tuyul tidak seperti di film-film yang ukuran kecil dan hanya memakai celana dalam saja. Di sini, banyak tuyul yang memakai pakaian komplit. Ukurannya pun layaknya anak kecil biasa. Hanya saja wajahnya ada yang sedikit mengerikan. Namun, kebanyakan berwajah tua.
"Coba kamu buat mereka takut." Aku bisa mendengar suara Kakek Abdullah.
Aku memikirkan caranya. "HAAA!" Kemudian mencoba mengagetkannya, tapi mereka malah mengagetkan balik.
Kujitak salah satu Tuyul yang berdiri di dekatku, hingga ia menangis. Tanpa diduga, teman-temannya yang lain malah mengerumuniku. Kemudian aku dikeroyok oleh mereka. "Lawan, Lang! Lawan!" Aku kembali mendengar suara Kakek Abdullah.
Kututup mata, sembari mengumpulkan kekuatan. "BERENTI!" teriakku, seraya membentangkan tangan. Membuat semua Tuyul terpental ke segala arah. Mereka pun berlari ketakutan, masuk ke dalam hutan.
"Bagus." Kakek Abdullah dan Aurora muncul.
"Bagus sih bagus! Tapi badan aku bonyok nih!" sahutku.
Kakek Abdullah menyetuh pundakku, dalam sekejap, memar-memar di tubuh ini menghilang. "Sudah, kan?"
"Ya." Aku masih tercengang melihatnya. Kok bisa?
"Sekarang mau pergi ke mana lagi?" tanya Aurora.
"Bagaimana kalau mengunjungi Kerajaan Kuntilanak?" usul Kakek Abdullah.
Usulan yang mengingatkanku tentang kejadian diculik Kenanga. "Jangan, Kek," sahutku. Tak mau trauma dijamah banyak Kuntilanak kembali muncul.
"Kamu tenang saja. Kerajaan yang ini berbeda dengan yang kemarin." Kakek Abdullah mencoba meyakinkanku. Entah kenapa, tingkat kepercayaanku padanya sudah berada di level terendah. Ia pasti akan menjebakku lagi.
"Gak bakal ditinggalin lagi, kan?" Aku masih mencoba berprasangka baik.
"Tidak. Saya hanya akan mengajak kamu berkenalan dengan sosok penjaga di sana," balas Kakek Abdullah dengan wajah meyakinkan.
"Oke!" Aku mencoba percaya dengannya. Kami pun pergi ke salah satu Kerajaan Kuntilanak. Letaknya berada di dekat jalan besar. Yang terlihat kosong dan gelap. "Kok gak ada mobil lewat?" tanyaku, sembari celingak-celinguk.
"Ini di dunia Jin," balas Kakek Abdullah.
"Oh, di dunia Jin gak ada mobil."
"Ada, tapi tidak di sini."
"Wah! Kenapa gak jalan-jalan ke tempat yang ada mobilnya?"
"Belum waktunya. Sekarang kamu berkenalan dulu dengan penjaga gerbang Kerajaan Kuntilanak." Kakek Abdullah melangkah menuju hutan di samping jalan.
Entah kenapa, imajinasi liarku membayangkan pocong sedang naik mobil. Bagaimana cara ia memegang stir?
"Kak Gilang lagi mikirin apa?" tegur Aurora.
"Gak mikirin apa-apa," elakku.
Tak perlu melangkah jauh, sebuah gerbang besar berwarna perak terlihat memancarkan sinar di kegelapan hutan. Aku fokus pada dua sosok berukuran besar yang berdiri di depan gerbang. Ya, keduanya adalah Kuntilanak penjaga gerbang. Ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari pada Kuntilanak pada umumnya. Bisa dibilang tingginya sekitar empat sampai enam meter.
Kakek Abdullah berbicara dengan mereka, lalu menyuruhku untuk berdiri tepat di depan mereka. "Tatap wajah mereka," pintanya.
"Kakek gak bercanda, kan?" Melihat ukuran tubuhnya saja aku sudah gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
TerrorGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.