Magdalena menarik tangan Alby hingga ia tersungkur ke lantai. "Dasar lemah!" ucapnya seraya mengeluarkan belati dari balik pakaiannya.
"Awas, Bi!" teriakku.
Alby menarik kaki Magdalena, sehingga membuatnya terjengkang. "Ternyata kamu yang lemah," ledeknya seraya bangkit.
Dahayu mendorong tubuhku dan terbang ke arah Alby. Kemudian mendekapnya dari belakang. Sementara Magdalena sudah siap menghujamkan belati ke jantung Alby.
Aku merapal mantra, menciptakan perisai di sekitar tubuh Alby, sehingga Magdalena dan Dahayu tidak dapat menyentuhnya. "Wow! Lu ngelindungin dia? Luar biasa!" seru Magdalena.
"Gua cuman gak mau ada pertumpahan darah di sini, Len. Ini kamar gua! Kalau lu mau bertarung cari tempat yang lebih sepi," sahutku.
"Di sini juga sepi. Cuman ada kita bertiga."
"Terserah deh!" Aku merapal mantra sembari menatap Magdalena, membuat tubuhnya menjadi kaku. Alby meraih belati lalu melemparkan ke luar.
Magdalena mencoba melepaskan diri dari sirepku. Kepalanya menoleh perlahan ke arah pintu. Bruk! Pintu kamar tertutup kencang. "Sekarang!" teriaknya.
Dahayu mendekap Alby dari belakang, lalu menusukan kuku yang runcing ke punggungnya. Aku lengah, lupa melindunginya. Alby memuntahkan darah. Kalau sudah begini, Magdalena pasti akan melakukan ritual darah.
Aku berlari ke arahnya. Namun, ada puluhan Kuntilanak Merah yang menahan pergerakanku. Terlihat Dahayu sedang mengulurkan lidahnya dan menjilati darah Alby. Begitu pula Magdalena yang sudah memulai ritual darah.
"Lu tau kenapa Nyi Ambar belum dateng juga?" ucap Magdalena, lalu menjilat darah Alby. "Ansel berhasil ngurung dia. Hahahaha."
"Gua gak butuh Nyi Ambar buat ngalahin lu." Aku memanggil Keris Taming Sari yang dalam sekejap memusnaskan semua Kuntilanak Merah sekaligus. Dahayu dan Magdalena terlihat kaget. "Kenapa? Bocil-bocil lu itu cuman maenan doang, Len. Sekali kedip aja ilang semua."
Magdalena merapal mantra, membuat Alby kesakitan. Kulihat ada cahaya emas muncul tangannya. Bibirnya bergerak cepat, merapal sesuatu. Cahaya emas perlahan berubah menjadi kujang. Kujang melayang-layang. Tak lama, Kakek Danu muncul dan memukul wajah Dahayu. Magdalena sangat terkejut, hingga tak sadar kalau Alby sudah bangkit dan melayangkan pukulan ke wajahnya.
"Saya sudah bilang, kamu itu yang lemah!" Alby kembali memukul wajah Magdalena. Magdalena sempat melawan, tapi tak bisa. Kekuatan Alby jauh lebih besar. Alby menendang tubuh Magdalena hingga membentur tembok. Magdalena sudah terlihat lemah, wajahnya pun berlumuram darah. Alby menjambak rambutnya dan memaksanya untuk melihat Dahayu yang tubuhnya sudah diikat Kakek Danu. "Pendamping kamu juga lemah!"
Aku hanya bisa bengong melihat kejadian ini. Di balik sikapnya yang tenang, ternyata ia sangat mengerikan. Kakek Danu menusukkan Kujang ke tubuh Dahayu. Dahayu menjerit kesakitan, tak lama tubuhnya terbakar dan menghilang. Kini hanya tinggal Magdalena saja. "Jangan bunuh dia," ucapku.
"Saya tidak mau mengotori tangan ini untuk makhluk lemah seperti dia," balas Alby seraya menyeret tubuh Magdalena. Kemudian ia meninju wajah Magdalena hingga tak sadarkan diri.
"Udah, Kek!" ucapnya.
Abdullah ke luar dari tubuh Alby. Pantas saja, ia bisa mengeluarkan kekuatan sebesar itu. "Untuk sementara waktu, sebaiknya kamu pergi bersama Alby. Situasi sudah semakin tidak aman," ucap Abdullah.
"Saya harus nyelametin Ayah," balasku.
"Energi kamu sudah terkuras banyak. Jika kamu pergi sendirian itu sama saja mengantarkan nyawa. Sebaiknya beristirahatlah sebentar, besok kita pikirkan lagi bagaimana cara untuk menyelamatkan ayah kamu. Apalagi tadi saya dengar Nyi Ambar pun berhasil ditangkap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekte - Para Pencari Tumbal [SUDAH TERBIT]
HorrorGilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum membaca tulisan ini.