BAB 37A: KUCING SAMA TIKUS

4.6K 736 8
                                    

SELAMAT MEMBACA
***
Arjuna pulang dengan wajah kusutnya. Di ruang tamu, ada ayah dan bundanya yang tengah duduk santai.

Sejak tiga hari yang lalu, Arjuna tidak bisa menemui Aruna. Tidak tau bagaimana kondisi gadis itu bahkan telponnya tidak pernah di angkat. Arjuna juga tidak berani bertanya pada Asep maupun Sarni, bahkan Armaya yang biasanya berpihak padanya juga sudah tiga hari ini tidak muncul entah kemana perginya bocah yang telah mendeklarasikan diri sebagai pendukungnya namun justru tidak muncul di saat yang di butuhkan. Ingatkan Arjuna untuk membuat perhitungan nanti jika bertemu dengan Armaya.

Belum lagi, kesibukannya di rumah sakit tiga hari ini benar-benar menguras pikiran Arjuna.

Emosinya jadi tidak stabil, membayangkan urusannya dengan Aruna yang tak kunjung selesai. Apalagi sikap bundanya yang terlihat memusuhinya, semakin membuat hati Arjuna menjadi dongkol.

"Bunda sama Ayah kapan pulang?" Tanya Arjuna pada kedua orang tuanya.

Bukan bermaksud mengusir, tapi mungkin memulangkan orang tuannya sesegera mungkin bisa meringankan sedikit beban pikirannya kali ini.

"Kenapa kamu ngusir-ngusir, orang ini rumah bunda sendiri pulang kapanpun ya terserah bunda." Jawab Utari dengan ketus.

Arjuna yang merasa salah dalam bertanya, hanya bisa menghela nafas pelan. Otaknya selalu mengingatkan untuk sabar.

"Bukan ngusir Bun. Tapi memangnya kalian tidak kerja, sudah berapa hari tinggal disini? Pasien bagaimana?"

"Ya suka-suka kami, rumah sakit punya kami. Kerja ya kerja, tidak ya tidak. Selain kami dokter lain di rumah sakit masih banyak." Utari masih menjawab dengan ketus. Semakin membuat Arjuna  frustasi.

Tanpa mereka sadari, Abi tersenyum tipis melihat interaksi antara istri dan anaknya itu.

"Yasudah kalau begitu." Arjuna lalu bangkit dari duduknya. Berjalan pelan menuju kamarnya sendiri untuk membersihkan diri.

"Jangan keras-keras sama Arjuna, kasihan." Ucap Abi pada istrinya.

"Biar saja. Om jangan bela-bela." Sahut Utari dengan santainya.

Abi hanya bisa diam, jika pemilik tahta tertinggi sudah berkehendak siapa yang bisa melawannya.

"Assalamu'alaikum..."

"Waalaikumsalam." Abi dan Utari menoleh kearah pintu, melihat Aruna yang sudah berdiri di depan pintu dengan membawa tas dan buku di tangannya. Sepertinya gadis itu baru pulang dari kampus.

"Masuk Runa." Ucap Abi mempersilahkan Aruna masuk.

Dengan pelan, Aruna berjalan masuk dan duduk di hadapan Abi dan Utari. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap keduanya.

"Bunda sama ayah ada apa, panggil Runa kesini?" Tanya Aruna dengan lirih. Dia yang tidak tau apa-apa tiba-tiba menerima pesan dari Utari untuk kerumahnya sepulang dari kampus.

Sejak menerima pesan itu siang tadi, tubuh Aruna rasanya panas dingin tak menentu.

"Baru pulang jam segini?" Tanya Utari dengan santai. Tidak ada kemarahan ataupum intimidasi dari nada suaranya.

"Iya. Tadi kuliahnya banyak."

"Kemana tiga hari ini, kok tidak kesini. Arma juga kemana?"

"Kami di rumah Bun, banyak tugas jadi tidak kesini."

Utari dan Abi menatap Aruna dengan lekat, ketara sekali jika itu hanya alasan belaka. Apalagi melihat sikap Aruna yang gelisah, duduk saja tidak tenang.

"Ini bunda bicara sama Runa, coba di lihat bunda jangan lihatin lantai terus." Tegur Utari karena sejak tadi Aruna terus menunduk membuat Utari jengkel sendiri.

"Emmm, Bunda..." panggil Aruna lirih.

Dengan takut-takut dia menatap Utari, jantungnya berdetak dengan tidak beraturan.

"Bicara yang betul Runa, kenapa?"

"Hemm, itu. Emm bunda jangan marah sama Runa. Runa takut," Aruna kembali menunduk.

"Takut kenapa, kalau bicara yang jelas Runa." Sahut Utari lagi.

"Takut Bunda marah. Runa minta maaf, Runa janji tidak akan begitu lagi. Runa tidak akan pacaran sama Bang Juna lagi." Ucap Aruna dengan cepat.

"Aruna!!!" Suara Arjuna terdengar sangat nyaring. Dia dari ujung tangga. Berhasil mendengar apa yang baru saja Aruna ucapkan. Arjuna yang awalnya berniat untuk mandi, langsung keluar kamar saat mendengar suara Aruna. Dan benar saja gadis itu ada di rumahnya, sedang duduk di hadapan kedua orang tuanya.

Arjuna dengan buru-buru menuruni tangga dan ikut duduk di hadapan orang tuanya. Sebelumnya tidak lupa dia melemparkan tatapan tajam kearah Aruna. Tentu saja hal tersebut semakin membuat nyali Aruna menciut.

Abi dan Utari menatap Arjuna dengan tatapan penuh tanya. Apa yang akan di lakukan putranya itu setelah ini.

"Jangan dengarkan Aruna Bun, ngelantur dia." Ucap Arjuna dengan ketus.

Utari memandang keduanya dengan serius.

"Kenapa tidak boleh bunda dengarkan. Bunda setuju dengan usulan Aruna." Jawaban Utari benar-benar berhasil membuat Arjuna cemas.

"Tapi Bun..." Belum sempat Arjuna menyelesaikan ucapannya Utari sudah memintanya berhenti.

Arjuna langsung menoleh pada Abi, namun Abi hanya mengangguk pertanya meminta Arjuna menuruti ucapan bundanya. Jika sudah begini, maka Arjuna tidak bisa mengharapkan bantuan ayahnya.

"Sekarang semua diam. Tidak ada yang boleh bicara kecuali Aruna. Bunda mau bicara sama Aruna."

***LANJUT BAB 37B***

CINTA ARJUNA (DELETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang