[12] Butterfly High

3.3K 451 81
                                    

Sudah hampir jam tujuh malam saat Joshia mematikan layar komputernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah hampir jam tujuh malam saat Joshia mematikan layar komputernya. Matanya berputar melirik ruangan yang sudah hampir redup. Verra selalu pulang tepat waktu. Dan Joshia tidak pernah mempermasalahkannya. Malah bagus mereka pulang cepat. Joshia lebih suka menyendiri di ruangannya sampai larut malam. Kadang kantor memang pelarian darinya saat dunia nyata terasa sangat sulit. Joshia ingin melupakannya. Lalu bersembunyi di sini.

Bahkan ini caranya untuk menghindari Jossan dulu. Joshia malas berlama-lama di rumah karena harus bertemu bocah itu. Dan melihat muka itu setiap hari. Muka yang mirip dengannya tapi sangat lembut dan baik. Juga terlihat lemah dan mudah dimanipulasi. Joshia benci harus melihatnya. Meski kenyataan terus menamparnya. Tanpa tes DNA-pun, semua orang tahu, itu jelas anaknya.

Tapi sekarang Joshia tidak punya alasan menghindarinya, kan? Joshia suka melihat Jossan bermain dengan keretanya, atau jatuh tertidur di sofa. Lalu Joshia akan memindahkannya ke kamar. Menempelkan boneka lumba-lumbanya ke pelukannya.

Meraih tasnya ke pundak, Joshia mengunci pintu ruangan. Menemukan ruangan di depannya masih setengah remang-remang. Masih ada orang? Mengingat ini awal bulan, jarang ada yang melakukan lembur karena akhir bulan baru saja lewat. Joshia mengernyit, melangkah pelan-pelan sebelum menyadari Alena di sana sibuk membereskan dokumen.

Tanpa sadar emosi Joshia naik lagi. "Ngapain kamu masih di sini?! Kurang kerjaan!"

Alena hanya tersenyum hampa. "Ada yang salah?" dan dihampirinya Joshia yang mematung di depan ruangan. Alena menyampirkan tas sembari menyenderkan tubuhnya pada dinding. "Aku memang kurang betah di rumah dan butuh kerjaan untuk mengalihkan diri."

"Wow, alasan bekerja yang bagus! Kamu mendapatkannya di sini, Ale!" senyum miring Joshia terbit, "aku bakal kasih kamu kerjaan... sampai kamu nggak bisa napas!" bisiknya.

"Apa istri kamu tahu siapa kamu yang sebenarnya, Joshi?"

Joshia memundurkan tubuhnya tegang. "Istri?"

Senyuman Alena sendu. "Siapa perempuan itu, Joshi?"

Joshia terdiam.

"Mamanya Ossan... Apa aku kenal sama dia?"

Joshia hanya menertawakan diri sendiri. Ya, kamu mengenalnya... Kamu sangat mengenalnya... Karena dia... Kalau Joshia bisa mengatakannya, Joshia ingin berteriak tepat ke muka Alena! Tapi mulutnya sulit terbuka.

"Ck, itu bukan urusan lo, Alena! Siapa dia, itu nggak penting buat lo!"

"Aku hanya ingin tahu..." Alena memasang senyuman, "I'm happy for you. Kamu nggak undang aku dulu? Karena aku di Kanada?"

"Sayangnya, lo itu bahkan nggak ada di list..."

"Ah... gitu, ya, Joshi?" Alena tahu meski hatinya tertohok. "Mm, jadi... istri kamu menunggu di rumah? Kamu harus segera pulang! Maksudku, anakmu dan istrimu..."

Rewrite The ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang