[10] Secretly Hush

3.3K 456 45
                                    

Kasak-kusuk terdengar saat Alena melangkah menuju ruangan barunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasak-kusuk terdengar saat Alena melangkah menuju ruangan barunya. Bukan satu atau dua kali saja dia mendengar bisik-bisik tidak jelas yang membicarakannya. Saat semua mata memandanganya, menilainya dari atas ke bawah, Alena tahu pasti sudah menjadi sumber gosip macam-macam. Wow, prestasi apa yang membawanya masuk langsung pada posisi yang bisa dibilang cukup tinggi dengan jabatannya ini? Kalau boleh memilih, Alena lebih baik tidak perlu terdampar di tempat penuh dengan dusta ini.

"Welcome Miss Alena, ini ruanganmu..." begitu sambutan Regina saat mengantarnya mengelilingi divisi barunya.

"Ah, thanks..." sebetulnya dia risih mendapat panggilan miss. Joshia akan mengejeknya dengan tatapan merendahkan seperti yang sudah-sudah.

"Di depan ini ruangan Pak Joshi, atasan kita Le, kita bisa koordinasi langsung masalah pekerjaan sama si Bapak," suara Regina berubah jadi bisikan, "tapi, uh, be careful, soalnya moody banget, awas nanti kena sembur..."

"Oh..." kalau itu Alena lebih tahu. Joshia seperti lava yang siap meletus di udara kapan saja.

"Ya udah, aku ke kubikelku dulu. Kita sebelahan, kok, kebetulan kita bisa dibilang satu tim. Alias sama-sama bawahannya si Bapak, kita harus kompak, okay?"

Alena hanya tertawa geli mendengar ocehan Regina. "Okay, Regi."

"Nanti aku ajak kamu lunch. Biar makin kenal anak-anak sini."

Alena mengangguk-angguk melihat Regina bersiap kembali ke tempatnya duduk. Sembari membereskan meja barunya, diamati kembali pintu di belakang. Alena merasa waswas, mengingat itu pintu Pak Joshia yang mulutnya seperti sampah. Alena harus melindungi diri karena dia seperti hantu yang bisa datang kapan saja.

Menit-menit berlalu dan tidak ada tanda kalau monster itu akan keluar dari sarangnya.

Alena melirik Regina penasaran. Mendongak dari kubikelnya ke celah kubikel Regina. Melihat rekannya itu sibuk mengetik, "Regi, apa memang dia nggak pernah keluar dari ruangannya?"

Regina mengerjap bingung. "Maksudmu siapa?"

Menyadari nada suaranya, Alena buru-buru meralat. "Maksudku, Pak Joshi..." Ewh, haruskah Alena memanggil dengan penuh sopan santun begini? Untuk orang yang bahkan tidak punya adab sepertinya. Itu sangat menjijikkan.

"Ah... Pak Joshi baru antar anaknya sekolah, sih, Le... Tadi beliau bilang gitu ke Verra, kalau dateng nelat."

Deg. Alena merasa seperti jantungnya ditikam mendadak. Anak? Anak siapa? Tunggu- tidak ada yang bercerita padanya kalau laki-laki itu sekarang sudah punya anak? Tapi, oh... bukankah di Indonesia umur matang seperti Joshia memang sudah sepantasnya punya anak. Tapi... mengapa ada hati yang menjerit tidak rela di sini? Laki-laki itu sudah memiliki anak yang lain, dari perempuan lain. Bahkan sudah bahagia....

Mengapa Alena di sini masih merasa tersiksa setiap saat? Untuk hal yang tidak perlu... Mengapa hanya dia yang merasa tersiksa? Ini sungguh tidak adil... Tapi Joshia memarahinya kemarin. Artinya, dia juga masih mengingat anak mereka yang dulu, kan?

Rewrite The ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang