[7] Sequence

3.3K 487 63
                                    

 Ada yang memaksa Alena untuk datang meski sebenarnya hatinya enggan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Ada yang memaksa Alena untuk datang meski sebenarnya hatinya enggan. Dan mengenakan gaun off shoulder dress warna merah marunnya, Alena menatap pantulan dirinya di cermin. Tengah memasang anting mutiara. Bertemu dengan tokoh-tokoh di masa lalu bukan hal menarik bagi dirinya. Tapi, bukankah manusia tidak bisa selamanya lari? Meski Alena harus melihat kembali orang-orang di masa lalunya. Membuatnya kembali mengorek masa lalu yang pahit tapi indah itu.

Apa kabar orang-orang yang dulu mengaguminya, mengenalnya sebagai seorang mahasiswi cerdas yang disukai seluruh kampus? Saat semua mata memandangnya dan menjadikannya pusat perhatian. Bahkan pernah mendapat pengakuan cinta dari ketua BEM berprestasi di kampusnya. Alena malah memilih berandalan kampus. Oh, dirinya yang bodoh dulu... Tapi, mengapa semua terasa indah?

Dan keritan pintu terdengar, Alana berdiri di sana dengan raut malas. "Kak Kair nungguin di bawah," ujarnya datar.

Semenjak perdebatan kecil mereka, Alana jadi judes padanya. Bahkan menolak berbicara padanya dua hari terakhir. Melengos santai, Alana berbalik dengan jeans mini belelnya yang separuh lutut dan ketat, Alena geleng-geleng menahan amarah. Tapi memilih tidak bicara apa-apa.

"Ya, aku turun," jawab Alena sama malasnya, menghentikan polesan terakhir lipcream-nya di bibir, dan buru-buru meraih heels keperakannya.

Alana kembali menoleh. "Apa di acara itu ada Kak Jo—"

"Lana, stop!" potong Alena dingin, "Nggak ada yang nyuruh kamu bicara! Back to your room!"

Tapi Alana tidak peduli, "Gimana perasaan dia kalau tahu anaknya dibuang ke panti asuhan oleh keluarga kita?"

Setelahnya Alana melenggang pergi. Alena menghembuskan napas berat. Tidak tahu, kah, adiknya, kalau Alena merasa bersalah seumur hidupnya? Dan mengingatnya hanya kembali mengorek luka. Seharusnya Alena tidak usah ikut-ikut ke pesta pernikahan Fransiska ini. Untuk apa? Oh, dia pikir, dia hanya manusia biasa yang ingin menghadiri pesta pernikahan merangkap reuni secara normal. Bertemu teman-teman lama dan memamerkan prestasi selama tahun-tahun terakhir. Saling merasa diri paling hebat dari yang lain. Alena ingin melakukannya.

Tapi Alena sadar, dia tidak punya apa-apa lagi untuk dipamerkan saat melihat bayangan itu dari jauh.

Kaira menghentikan laju mini cooper-nya tiba-tiba. Menyusup ke area parkir tak sabaran. "Wait, Le..." gumamnya penuh sesal, "ada Joshi... I'm sorry, Le, beneran aku nggak tahu dia bakal datang."

Joshi... Joshi... Alena tidak tahu perasaan apa lagi ini? Tapi tangisnya mendadak keluar.

Kaira meraih sekotak tisu dan mengulurkannya dengan cepat. "Hei, Ale, dengerin aku, it's okay kalau kamu nggak turun, it's okay," dan diremasnya jemari Alena yang gemetaran dingin, "seharusnya aku nggak maksa kamu ikut... karna... karna pasti ada Brisam..."

Alena hanya terdiam kalut.

"Ale, aku panggilkan sopirku untuk jemput kamu..."

Alena hanya menggeleng, menghapus air matanya kasar. "Nggak, Kair, aku udah sampai di sini... Aku... setidaknya aku harus nyapa dia, kan? Buat waktu selama ini... rasanya sangat nggak sopan..."

Rewrite The ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang