Kesalahan terbesar Kallenya Sashmita Wangsa (Alena) di masa lalu adalah, membuang anaknya sendiri. Tahun-tahun berlalu, Alena pikir bisa melupakannya dan tetap hidup bahagia. Tapi, dosa itu terus mengejarnya. Bayang-bayang anaknya yang entah di mana...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara gemerincing air dari shower tinggi di atasnya tidak lagi terdengar. Alena membasuh dirinya berulang kali. Menerima guyuran air yang mengalir dari rambut hingga ke seluruh ujung kakinya. Semalam yang indah. Ciuman-ciuman itu. Meski sebagian diri Alena merasa berdosa dan kotor. Dibasuhnya lagi. Lalu teringat dosa-dosanya, tunangannya, tapi Joshia tidak melakukan lebih. Mereka hanya sedikit… yah, menyampaikan rindu.
Alena meraih handuk perseginya gusar. Tidak adakah fasilitas yang jauh lebih baik di sini? Jubah mandi atau apa? Ck, kalau dia tidak punya hati. Maka, bintang satu akan segera mendarat ke reviu penginapan ini. Dan melangkah keluar dari kamar mandi dengan kaki licin, Alena nyaris berjengit saat menyadari Joshia berdiri di depannya. Sudah rapi dengan kaus polo dan jaket tersampir di pundak. Sementara dia hanya memakai sehelai handuk, uh, menyebalkan.
“Eh… Oh, sorry,” kilah Joshia dengan muka yang tidak menunjukkan penyesalan.
Alena meringis. “Mau ke mana kamu sudah rapi begini?”
“Sorry, Le, gue harus balik dulu. You know,” Joshia mengedikkan bahu, “anak gue sakit, jadi, gue harus tengokin dia…”
“Oke, sepuluh menit. Lebih dari itu gue nggak mau menunggu.”
Alena tersenyum haru. “Thank you, Joshi…”
***
“Apa aku boleh ikut ketemu Ossan?”
Joshia mengernyit mendengar pertanyaan Alena di sepanjang perjalanan pulang. Mengalihkan perhatian pada jalanan di sekeliling mereka, apa yang harus dia jawab? Joshia meringis. Sebentar lagi mereka sampai ke pusat kota.
“Joshi,” gumam Alena lagi, kali ini mengobrak-abrik paperbag di tangannya. “Aku belikan ini buat Ossan kemarin. Dia suka coklat? Aku nggak yakin, tapi anak-anak tetangga di flat Kanada dulu suka banget aku belikan coklat.”
“Kamu beli cuma-cuma buat anak tetangga?” Alena mengangguk pasti. “So weird, konyol banget. Ck, jangan terlalu baik, deh, jadi orang. Kamu bakal dimanfaatin mereka.”
Alena menatap penuh protes. “Mereka suka, kok. Aku suka anak kecil. Aku anggap mereka temanku. Jadi, aku sering main sama mereka. Bergaul sama bule-bule di sana itu rumit, Joshi. Oh ya, Ossan juga pasti suka coklat.”
“Dan lo pikir, kalau dikasih coklat, dia bakal sembuh, gitu? Ale, yang ada giginya makin ompong.”
“Kalau begitu makan strawberry ini, atau bolu kukus ini,” Alena masih tidak menyerah dengan apa yang akan dia bawakan untuk Jossan.