Extra Part

4.9K 274 18
                                        

Menikah? Untuk Joshia yang merasa hidupnya tidak sesuai aturan dan etika yang berlaku, menikah jelas tidak ada dalam kamus hidupnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menikah? Untuk Joshia yang merasa hidupnya tidak sesuai aturan dan etika yang berlaku, menikah jelas tidak ada dalam kamus hidupnya. Dan melakukannya sampai hari ini, terhitung hampir setengah tahun, Joshia merasa tidaklah buruk. Kadang ada kalanya dia tidak menyangka akan sampai di titik ini. Ternyata dia bisa juga, ya, melewati ini semua? Mungkin karena...

Joshia melirik wanita yang sejak tadi menatapnya jengkel. Joshia tersenyum sekilas, lalu kembali melanjutkan kegiatannya memainkan rubik. Menuntaskan satu warna.

Alena tampak jengah. "Udahlah, menyerah aja. Kamu nggak bakal bisa. Berikan padaku!" katanya sedikit emosi.

"Iya, Papa, lama, deh!" Jossan mulai malas, menumpukan dagunya pada tangan. "Padahal kalau Uncle Jo bisa cepet!"

"Ya, sabar, dong! Namanya juga lagi usaha!" Joshia meringis, "Ini gimana, sih? Kayaknya kemarin bisa, deh, diajarin Jordy!"

Alena dan Jossan hanya menghembuskan nafas panjang. Keduanya sudah terantuk-antuk sambil bersender pada sofa. Tapi namanya juga Joshia. Masih terus ngotot karena gengsinya sendiri. Padahal toh kalau mengaku tidak bisa, alias merendah sedikit, pasti juga tidak akan memalukan. Tidak akan ada yang marah juga.

"Nyalain youtube-nya, dong!" titah Joshia lagi. Tapi karena Alena sudah tidak peduli, Joshia meraih sendiri remote di atas meja. Lalu menyalakan youtube di TV. Mengikuti petunjuk dari video step by step. Sampai akhirnya sisi-sisi rubik di tangannya berubah sesuai warna satu per satu.

"Yesss!" jerit Joshia bangga. "Tuh, kan, Papa bilang juga apa! Ginian doang juga kec—" Joshia bahkan baru akan menunjukkan benda itu ke Alena. Sayang, sekelilingnya sudah padam. Lampu-lampu dimatikan dan tidak ada suara apapun kecuali dari layar TV yang dinyalakannnya.

Joshia menghela napas panjang menyemangati diri sendiri. "Yee... kamu bisa Papa..." dan rubik itu jatuh di lantai. Dih, kebiasaan, deh, Alena suka meninggalkannya begadang sendirian. Mau tak mau akhirnya Joshia mematikan TV dan menyusul ke kamar.

For your information, jadi mereka sekarang berada di apartemen Joshia. Kadang Joshia ingin memiliki quality time bersama Alena dan Jossan. Karena astaga, sudah berapa lama waktu yang dibuang Joshia tanpa mereka selama ini? Sekarang Joshia ingin menebusnya.

***

Pagi-pagi sekali, Alena akan bangun lebih dulu untuk menyiapkan sarapan di meja. Tentu saja Jossan harus sarapan sebelum bersekolah. Apalagi Joshia. Joshia akan mengeluh jika perutnya belum diisi sebelum ke kantor. Katanya, makanan adalah tenaga baginya untuk mencari uang. Alena akan geleng-geleng mendengar ceramahan suaminya itu. Iya deh, si paling kepala rumah tangga memang banyak maunya.

Tapi... Alena menikmati beberapa bulan belakangan dengan senang. Tanpa beban. Tanpa pikiran. Bebas. Senyumnya terpatri sambil memanggang toast di pantry. Sesekali dia melirik Joshia yang sedang sesekali menimpali occehan Jossan. Di umurnya yang menginjak hampir enam tahun, Jossan memang sedang aktif dan banyak ingin tahunya. Jadi, sudah menjadi hal wajar jika Jossan akan bertanya ini dan itu. Melihat Joshia menimpalinya, walau dengan nada yang kadang-kadang malas, khas Joshia sekali, mau tak mau membuat Alena tetap tersenyum. Keduanya sama, sama-sama menggemaskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rewrite The ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang