"Apa maksud kamu, Regi?!"
Teriakan Joshia adalah backsound di ruangan meeting berukuran empat kali empat yang sudah panas sejak tadi. Melupakan apa yang terjadi kemarin, Alena berusaha menjalani hari ini dengan baik. Tapi lagaknya, Tuhan memang suka sekali menarik-ulur suasana hatinya. Mendekam di sini selama kurang lebih dua jam saja sudah menyiksa, apalagi ditambah bara api yang meletus dari bos arogan itu. Dan teriakannya masih terus membahana lagi dan lagi.
"Saya minta kamu yang ikut saya ke Lembang, Regi! Bukan orang lain! Kamu, ya, kamu!" decih Joshia.
Regina hanya meringis. "Bukannya saya nggak mau, Pak. Tapi saya memang nggak bisa pergi di tanggal tersebut. Saya dan Andro ada seminar ke Bogor. Kebetulan hanya Alena yang free, jadi bisa menggantikan saya." Tidak ada reaksi dari Joshia. "Bukannya Bapak sendiri yang mendispo saya dan Andro?"
Andro mengangguk di sebelah Regina. "Betul, Pak. Eyke inget banget, loh. Bapak yang nyuruh kita-kita ikutan tuh seminar manajemen."
Joshia melirik Alena malas. Tidak ada pembelaan apapun selain kepasrahan dari wajah Alena. Joshia mencak-mencak. Biasanya dia melawan. Kok diam saja, sih? Joshia kesal sendiri. Harusnya Alena menolak. Tapi perempuan itu malah sibuk konsentrasi pada laptop di depannya.
"Saya siapkan bahan paparan untuk ke Lembang besok," putus Alena kemudian setelah hening yang panjang, "jadi Bapak tinggal berangkat aja. Saya yang siapkan agennya juga. Gimana, Pak?"
"Dan bapak masih mau nolak? Eyke nggak ngerti lagi, deh. Pokoknya kalau sama Ale, tuh, semua beres, Pak. Problem solved. Bapak tinggal duduk manis aja," Andro memicing curiga, "atau jangan-jangan bapak takut cinlok, ya? Secara Ale, kan, perfect. Ya, kan, Le?" yang langsung disambut injakan kaki dari Regina. "Adoh, apa, sih, cyn? Kok lo jadi nginjek gue, sih, Regi?"
Joshia melotot pada Andro. Akhirnya menatap Alena serius. "Oke, kita berangkat. Semua harus beres. Awas, ya, kalau ada yang kurang. Saya pasrahkan semua ke kamu, Le."
Alena menanggapi santai. "Oke, semua beres, Pak Joshi."
***
Alena terpana pagi ini. Saat baru saja menurunkan kopernya dari mobil. Kebetulan Alana yang mengantar. Setelah dari Singapura, William pergi ke Riau kemarin. Jadi, Alena mengurus semua keperluannya sendiri. Kadang, Alena berpikir, ada atau tidak William di sampingnya, tidak begitu berpengaruh di hidupnya. Pada akhirnya dia mempercayai dirinya sendiri. Setidaknya Alana datang dengan kebaikan yang tiba-tiba pagi ini.
Sekali lagi, Alena benar-benar terpana. Bukan pada langit pagi yang tumben pagi ini begitu cerah. Tapi pada rambut Joshia yang membuatnya silau. Alena mematung sekilas. Melihat rambut hitam Joshia yang memantul dari cahaya. Seingatnya kemarin, warna rambut lelaki itu masih sedikit kecoklatan dengan sentuhan emas. Sekarang rambut hitamnya kembali. Dan diam-diam Alena merindu. Gaya rambutnya yang persis Joshia yang dikenalnya dulu. Joshia yang duduk di bangku kuliah. Si mahasiswa badung yang berkali-kali bolos dan bersikap semena-mena pada dosen. Rambut itu melemparkannya pada masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Scars
ChickLitKesalahan terbesar Kallenya Sashmita Wangsa (Alena) di masa lalu adalah, membuang anaknya sendiri. Tahun-tahun berlalu, Alena pikir bisa melupakannya dan tetap hidup bahagia. Tapi, dosa itu terus mengejarnya. Bayang-bayang anaknya yang entah di mana...