CHAPTER 10 [BINGKISAN]

1.8K 177 4
                                    

"Dok bagaimana keadaan Becky??" Tanya Freen, kepada dokter yang memeriksa Becky, tadi.

"Dia tidak akan meninggal kan?"

"Dia masih hidup kan dok??"

Dokter laki-laki yang berdiri di depan Freen, tersenyum kecil, ketika melihat raut wajah cemas dari gadis itu.

"Dia baik-baik saja hanya butuh istirahat, untung saja kamu segera membawanya ke sini!"

"Sekarang kamu tidak perlu khawatir, saya sudah memberinya obat! Sepertinya dia memiliki gangguan kecemasan, untuk saat ini biarkan dia istirahat"

"Syukurlah kalau begitu, terima kasih dokter!"

"Saya permisi! Dokter itu menepuk pundak Freen, tersenyum seraya pergi.

Freen masuk ke dalam ruangan, di mana Becky tengah tertidur, setelah diberi obat.

Sesaat kemudian, Fon dan dua orang lainnya datang, dengan raut wajah panik.

Rupanya kedua orang itu, adalah orang tua dan kakak laki-laki Becky.

Yin berlari mendekat ke arah ranjang, mengusap rambut Becky dengan lembut, kecemasan terlihat jelas di wajahnya.

"Apa yang terjadi kepada anak saya?" Ucap Yin, kepada Freen yang berdiri di sampingnya.

"Becky terkunci di kamar mandi sekolah!" Kata Freen.

"Astaga!! Mengapa bisa?"

"Saya tid-tidak tahu!" Freen menggeleng.

"Bu, berhenti bertanya! yang terpenting untuk saat ini, keadaan Becky baik-baik saja." Kata Prim.

"Oh iya, kenalkan bibi ini Freen teman satu kelas Becky dan aku, dia yang membawa Becky ke rumah sakit" Fon menyikut tangan Freen.

"Saya Freen, salam!"

"Ah Maaf Freen, tadi saya banyak bertanya! Saya hanya khawatir, terima kasih banyak karena telah menolong Becky!" Yin tersenyum, menggenggam kedua tangannya.

Freen mengangguk sambil tersenyum, lalu menatap ke arah Fon, yang sedari tadi mentapnya.

"Freen, bisa kita bicara di luar?" Fon melotot memberi kode.

"Ah, baik! Tante, Om saya pamit kalau begitu!"

"O-om?" Tunjuk Prim kepada dirinya sendiri, setelah Freen memanggilnya om "tap-..."

"Sekali lagi terima kasih ya!" Yin tersenyum.

"Permisi!" Pamit Freen.

"Tante, aku izin mengantar Freen ke depan ya"

"Baik Fon!"

Mereka berdua berjalan ke luar ruangan, namun langkah keduanya terhenti, ketika Prim memanggil mereka.

"Oii!!!!" Ucap Prim, usai melihat bercak darah yang berceceran di lantai "kaki mu berdarah!!" Tunjuk Prim, kepada Freen.

Gadis itu pun seketika langsung melihat ke arah lantai, terkejut.

Meski tak begitu banyak, namun darah itu memang berasal dari kakinya.

"Oii, Freen kau tidak memakai alas kaki?" Fon melotot "lihat kaki mu terluka".

Kaki Freen terluka saat berlari tadi, namun ia tidak merasakan apa-apa.

~~~

Dua hari telah berlalu, akhirnya Becky kembali ke sekolah.

Fon menghampirinya di ambang pintu, gadis itu tersenyum manis.

Freen, Ellyn, dan Mona, mengekor di belakang, mereka menanyakan keadaan gadis itu.

"Oii Bec! Syukurlah kau sudah baik-baik saja" Fon memeluk sahabatnya itu.

"Bec! Kami bersyukur akhirnya kamu bisa kembali ke sekolah" Ellyn dan Mona tersenyum.

"Emm!" Becky tersenyum, sambil mengangguk "bagaimana dengan keadaan kalian?"

"Kita pun baik-baik saja, Bec!! Tapi kelas rasanya sangat sepi, saat tidak ada dirimu" kata Ellyn.

"Oh iya, Bec ap..."

"Oh... Ellyn, Mon bukankah kita harus ke ruang guru?" Fon memotong kalimat Mona,

Fon tersenyum sambil melotot, memberi kode, agar mereka bisa meninggalkan Freen dan Becky, berdua di kelas.

"Oii, untuk apa pergi ke sana?" Tanya Mona, polos.

"Eyy!!" Ellyn menyikut lengannya "pak Heng menyuruh kita mengambil kertas ulangan!" Ellyn mengedipkan sebelah matanya.

"Tapi kan Pak Heng belum dat-"

Fon dan Ellyn kompak, menyeret Mon yang masih terlihat bingung dan tak mengerti.

"Bec kami pergi dulu ya!!" Becky mengangguk.

Untuk beberapa saat Freen dan Becky mematung, dengan perasaan canggung.

"Emm, apa keadaanmu sudah baik-baik saja?" Freen memulai pembicaraan.

"Emm.." angguk Becky "Berkat kamu, Freen!" Becky tersenyum.

"Terima kasih banyak, karena kamu telah menyelamatkanku!" Ucapnya lagi, Freen hanya mengangguk.

"Oh iya, bagaimana dengan kakimu?"

"Kakiku baik-baik saja, Bec! Karena Ibumu, mengobatinya" Freen tersenyum.

"Maafkan aku Freen, karena aku, kamu jadi terluka!" Mereka berdua berjalan menuju meja Becky.

Becky duduk di bangkunya, sedangkan Freen berdiri di sampingnya.

"Tidak apa-apa Bec, justru aku menyesal karena terlambat menemukanmu!" Sesal Freen.

"Tidak Freen, kamu datang tepat waktu" Becky tersenyum menatap Freen.

Freen terlihat malu-malu, namun dalam lubuk hatinya ia justru merasa bersalah, karena membiarkan gadis itu terkunci di sana sebelum menyelamatkannya.

"Oh iya, tunggu!" Freen berjalan ke arah mejanya.

Gadis bergigi kelinci itu mengambil beberapa bingkisan besar, seperti bingkisan buah-buahan, biskuit, cokelat, bahkan bucket bunga, ia meletakan semuanya di meja Becky.

Seketika Becky hanya mematung, memandang semua bingkisan itu, bukankah itu terlalu banyak?.

"Bec.." panggil Freen lembut.

Becky masih mematung, menatap bingkisan besar yang kini berjejer di depannya.

"Bec.." Freen menyentuh bahu Becky, membuyarkan lamunannya.

"Oh... Freen" Gadis itu menatap Freen, bingung.

"Apa ini kurang?"

"Hah?"

"Aku bisa menelepon pak Aang, untuk membelinya lagi!" Freen meraih smartphone dari sakunya.

"Oii, Freen tid-tidak perlu! Ini semua sudah lebih dari cukup"

"Emm baiklah! Bec, Aku minta maaf karena tidak bisa menjengukmu kemarin, aku harus pergi ke tempat latihan"

"Karena tournament sebentar lagi!"

"Oii, Freen! Kau sudah banyak membantuku, oh kamu akan bertanding ya?"

"Emm" angguknya "apa kau akan datang untuk mendukungku?"

Becky masih terus memandangi bingkisan itu, ini benar-benar terlalu banyak, hingga memenuhi meja.

"Oii Fr-freen.. bukankah ini terlalu banyak?"

*Freen kasih bingkisan apa toko bingkisan, ya?*


📣📣📣TERIMA KASIH BANYAK BUAT KALIAN YANG UDAH VOTE CERITA INI!!! TERUS STAY DI SINI YA.

UDAH CHAPER 10 NIH, JADI CHAPTER MANA YANG PALING SERU? KOMEN YAA.

KALAU EMANG CERITA INI SERU, AKU BAKAL LANJUT LAGI.




My Love My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang