Kedua orang tua Freen, dan Mario sedang berada di dalam ruangan, di mana gadis itu terbaring di atas ranjang, dengan kaki kanan yang telah dipasang gips.
Sedangkan Becky dan yang lain, berada di luar ruangan, menunggu dengan khawatir.
"Maafkan aku Coach!" Ucap Freen, seraya menatap kakinya.
"Freen, kau tidak perlu meminta maaf! Aku yang seharusnya meminta maaf, karena kurang memperhatikanmu" Mario merasa bersalah.
"Bagaimana dengan kaki anakku?" Ucap Faye dengan tatapan sinis, kepada Mario "Dia harus menjalankan operasi, apa kau akan bertanggung jawab, jika dia cacat!!"
"Maafkan say..." kalimat Mario terpotong.
"IBU!!! CUKUP" Freen menatap Faye, tajam "Ini semua bukan salahnya, ini semua salahku!"
Cedera yang dialami gadis itu semakin parah, usai dirinya memaksakan untuk ikut bertanding.
"Freen ini semua salahnya! Jika saja pelatihmu ini, lebih memperhatikan anak didiknya, kau tidak akan seperti ini!" Timpal sang ayah.
"Dia tahu kakimu cedera, mengapa masih memaksamu untuk ikut bertanding!" Tandasnya.
Mario terlihat bingung, ia sama sekali tidak mengetahui jika kaki Freen mengalami cedera sebelum bertanding, gadis itu menyembunyikannya.
Kini Mario benar-benar merasa sangat bersalah, ia tidak bisa mengatakan apapun kepada orang tua Freen, ini semua memang salahnya.
"AYAH, IBU!! AKU TIDAK MEMBERITAHUNYA! COACH TIDAK TAHU AKU CEDERA, JADI BERHENTI MENYALAHKANNYA!" Freen menarik napas panjang, mencoba untuk tetap tenang.
"Aku ingin istirahat, bisakah ayah dan ibu keluar!" Freen menatapnya datar.
"Sayang, biarkan ibu dan ayah tetap di sini, untuk menemanimu!" Faye mencoba mengusap, rambut gadis itu.
"Berhenti, berpura-pura peduli padaku, bu!" Freen menghindar kasar.
"FREEN!!" nada sang ayah, meninggi. "Jaga bicaramu!"
"Apakah aku salah?"
"Sejak kapan, ayah dan ibu peduli padaku! Bukan kah pekerjaan kalian, lebih penting daripada aku?"
"Freen!..."
"Cukup bu, aku ingin istrihat! Lebih baik kalian berdua pulang!"
Tak mau terus berdebat, kedua orang tua Freen mengalah, mereka berdua akhirnya pulang, meski dengan terpaksa.
Freen beberapa kali meminta maaf kepada Mario, ia benar-benar menyesal, karenanya Mario disalahkan atas semua yang terjadi.
Gadis itu benar-benar merasa bersalah, ia tidak tahu jika masalah ini akan menjadi sangat serius.
"Kau tidak perlu meminta maaf lagi Freen, semua yang terjadi telah terjadi! lebih baik kau istirahat sekarang." Mario tersenyum, menepuk pelan pundak gadis sebelum akhirnya keluar.
Kreekk...
Mario membuka pintu, keluar dari ruangan, Becky dan yang lain langsung mendekat, menanyakan kondisi Freen saat ini.
"Saat ini dia baik-baik saja, tap.." Mario menahan kalimatnya.
"Tapi apa Coach?" Tanya Becky.
"Dia tidak ingin menemui siapa-siapa, untuk saat ini!" Ucap Mario "lebih baik, kalian pulang sekarang! Ini juga sudah malam, Biarkan Freen istriahat."
Becky memandang Freen dari kaca pintu, gadis itu sedang melihat ke arah jendela.
Dalam lubuk hatinya, Becky benar-benar mengkhawatirkannya, ia ingin sekali berada di samping gadis itu, untuk menghiburnya.
Freen sedang tidak baik-baik saja, Becky mendengar semua pembicaraan Freen dengan kedua orang tuanya tadi.
~~~
Sudah tiga hari sejak kejadian di pertandingan, kini gadis itu menjadi pemurung, Freen masih belum mau bertemu siapapun, dia benar-benar kecewa pada dirinya sendiri.
Terlebih pertandingan tiga hari lalu, adalah pertandingan terakhir baginya, Freen tidak bisa mengikuti pertandingan lagi, dia pun keluar dari club, karena cedera.
"Ah aku sangat merindukan Freen!" Kata Mona, seraya meminum jus yang sedang dipegangnya.
"Emm.." angguk Ellyn dan Fon, setuju.
Becky hanya diam, sambil memandang anak-anak lain yang sedang bermain bola di lapangan, namun tentu saja, pikirannya melambung jauh memikirkan gadis itu.
"Oii Bec! Kau mau kemana?" Tanya Fon.
"Aku akan pergi ke kelas!" Ucapnya seraya pergi.
Gadis bule itu berjalan ke arah meja Freen, lalu duduk dan menjatuhkan kepalanya di atas meja, dia benar-benar merindukan Freen.
"Freen aku sangat merindukanmu!" Tak terasa, air matanya jatuh.
Setiap hari Becky terus memikirkannya, dia pun selalu mengirim pesan kepada Freen, meskipun tak pernah ada balasan sekalipun.
Satu minggu telah berlalu, akhirnya Freen menghubungi Becky dan teman-temannya, saat mendengar kabar itu, Becky dan teman-temannya segera menuju ke rumah sakit untuk menjenguknya.
"OII FREEEN!!" Mona dan Ellyn berlari memeluk Freen, yang masih terbaring di ranjang.
"Aku sangat merindukanmu!" Kata Ellyn, masih memeluknya
Mona mengangguk, diikuti Fon, Becky hanya memandang mereka dari belakang.
"Eyy, bisakah kalian melepaskan pelukkan ini! Aku tidak bisa bernapas" kata Freen, seraya tersenyum memandang Becky.
"Bagaimana keadaanmu?" Ucap Becky mendekat.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja" Freen tersenyum.
"Kau selalu mengatakan baik-baik saja!" Becky mendelik, sebal.
"Emm, kau tidak mau memelukku?" Goda Freen.
"Oiii, Freen!" Fon ikut menggodanya.
Becky tersenyum malu, sebelum akhirnya memeluk erat tubuh Freen, suara tangis Becky terdengar hingga membuat semua orang bingung.
"Oii Bec, kau menangis?" Mona, Ellyn, dan Fon saling tatap.
"Bec.." ucap Freen lembut, seraya melepaskan pelukannya.
Namun Becky menahannya, gadis itu tidak membiarkan Freen melepaskan pelukannya.
"Aku baik-baik saja Bec, jangan menangis!"
"Aku sangat merindukanmu, kau membuatku takut setiap hari" kata Becky, air matanya semakin deras.
"Maafkan aku Bec! Aku pun sangat merindukanmu, jangan menangis lagi.." Freen mengusap air matanya.
📣📣📣GUYS JANGAN CUMAN DIBACA AJA DONG!! KALAU CERITA INI EMANG SERU, JANGAN LUPA BUAT DIFOLLOW, DIVOTE, DIKOMEN DAN BAGIKAN!!
THANK YOU!!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love My Enemy
RomanceJantung ku mulai berdegup kencang, jika Freen berada di samping ku, entah kapan aku mulai menyukai gadis ini. Gadis cantik yang selalu mengganggu dan membuatku menangis ini, kini berhasil membuat ku jatuh cinta. Ya, dia kini menjadi kekasih ku. Juju...