CHAPTER 18 [HADIAH]

1.5K 131 1
                                    

Gadis itu tengah mengoleskan salep di tangan Freen, yang terluka, dan memasangkan plester.

Freen, hanya memandangnya tanpa mengatakan apapun, namun ia menyadari, sepertinya Becky mengetahui, apa yang terjadi tadi.

Akan tetapi Becky tak sedikitpun bertanya, mengenai apapun, kepadanya.

"Lain kali, kamu harus berhati-hati Freen!" Ucap Becky, usai memasangkan plester.

Freen menggangguk tersenyum, dia amat bersyukur memiliki gadis itu di hidupnya, Becky bisa menjadi tempat, di mana Freen bisa pulang.

"Becky..." ucap Freen, pelan.

"Eem!" Balas Becky, menatapnya.

"Kamu, melihat semuanya kan?" Gadis itu mengusap helaian rambut, di wajah Becky.

Becky tidak bisa mengelak, apa yang dikatakan Freen memang benar, dia mengetahui semuanya.

"Emm.." angguknya.

Gadis itu menarik pelan jemari tangan Freen, menggenggamnya erat, lalu menatapnya dalam. Dia tidak tahu pasti mengenai perasaan Freen, namun dia tahu, bahwa gadis itu saat ini sangat terpuruk.

"Mengapa kamu tidak bertanya, Bec?" Freen balas mengusap punggung tangan, gadis itu.

"Aku tidak ingin memaksamu, untuk menceritakan sesuatu yg belum bisa kamu ceritakan padaku, Freen!"

Gadis bergigi kelinci itu, menunduk.

"Maafkan aku.." Freen tersenyum, palsu.

"Aku yang seharusnya meminta maaf, Freen!" Becky menekukkan kakinya di lantai, agar sejajar dengan gadis itu "maaf karena aku tidak bisa, membantumu!".

Freen menggeleng, justru Becky lah yang bisa membantunya untuk kuat dan bertahan, kini gadis itu, memiliki seseorang yang mampu memahami perasaannya. Dan yang mampu memberikan warna baru di hidupnya, Becky pula yang bisa membuat Freen, berani menunjukkan sisi lain dari dirinya.

"Freen! Aku sangat bangga padamu" Becky terus mengusap lembut tangannya "kamu hebat, dan kamu kuat!"

Freen menggeleng "Aku seorang pengecut..."

Gadis itu menahan kalimatnya, matanya berkaca-kaca, dia bukan wanita kuat, dia lemah.

"Aku menghancurkan dan menghilangkan mimpi ku, sendiri, Bec!" Freen menatap Becky, sendu.

Gadis bule itu menyentuh kedua pipi Freen, menatapnya dalam, dan mencoba menenangkannya. Becky tidak ingin melihat gadis yang dicintainya, larut begitu lama dalam kesedihan.

"Sesuatu yang hilang, bisa dicari kembali!" Becky tersenyum "Meski tak sama, kau bisa menemukan mimpi baru yang bisa membuat mu lebih bahagia, Freen"

"Ini bukan akhir dari segalanya, kau sudah melakukan yang terbaik, kau selalu menang dalam semua pertandingan, membuat semua orang merasa bangga padamu!"

"Mungkin inilah waktu di mana kamu harus berhenti, Freen. Aku tahu ini sangat sulit untukmu, tapi aku yakin, kamu bisa melewati semua ini" Becky tersenyum.

Tanpa sadar, air mata gadis itu jatuh membasahi pipinya, kalimat yang keluar dari mulut Becky, membuat Freen begitu tenang, hingga membuat gadis itu menangis dan mengeluarkan semua bebannya.

Freen menjatuhkan kepalanya di pundak Becky, menangis sejadi-jadinya, Becky hanya terdiam tanpa mengatakan apapun lagi, ia pun ikut menitihkan air mata.

Gadis itu Membiarkan Freen meluapkan perasaannya, memeluknya erat, dalam diam.

Tanpa memaksa Freen menceritakan semuanya, Becky berhasil membuat gadis itu tenang.

My Love My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang