Gadis bergigi kelinci itu, tengah duduk di kursi roda, memandang ke luar jendela, sore ini langit terlihat sedikit mendung.
Suasana hati gadis itu pun, masih terlihat buruk, terlebih ketika kedua orang tuanya datang.
Kedatangan mereka, bukan membuat gadis itu bahagia, justru membuat Freen semakin terluka.
Faye dan suaminya, masih bersih kukuh menyalahkan Mario, mereka bahkan berniat untuk menuntutnya.
"Ayah harus menuntutnya, Freen!" Ucap sang ayah, tegas.
"Benar sayang, karena dia, kamu menjadi seperti ini!" Timpal sang Ibu.
"Sudah ku katakan berulang kali, ini semua bukan salahnya!" Freen menatap mereka, tajam.
"Cukup Freen, kau selalu membelanya! Ini buka pertama kalinya kamu cedera!" Sang ayah meninggikan kalimatnya, satu oktaf.
Gadis itu menghembuskan napas kasar, kedua orang tuanyanya selalu membuat Freen, tertekan.
"Cedera dalam sebuah pertandingan, adalah hal yang biasa! Jadi cukup, jangan memperpanjang masalah ini, aku mohon ayah!"
"Aku mohon, bisakah kalian berdua sedikit saja, peduli dengan perasaanku?" Freen menahan air matanya.
"Kami peduli sayang, ibu dan ayah melakukan semua ini demi kamu!" Fayee, mencoba mengusap kepala gadis itu.
Namun Freen dengan cepat, mengibaskan lengan sang ibu, ia tak mau disentuh.
Mengapa kedua orang tuanya, tak pernah bisa memikirkan dan mengerti, perasaan putrinya.
Freen saat ini benar-benar sedang kacau, dia telah menghancurkan mimpinya, dia butuh tempat untuk bersandar, namun lagi-lagi kedua orang tuanya, tak pernah bisa menjadi rumah, untuk Freen pulang.
"Peduli? Jika kalian peduli padaku, kalian tidak mungkin akan menuntut, pelatihku!!"
"Apa ibu dan ayah tahu, Coach merasa bersalah padaku!! Dia menyalahkan dirinya sendiri, atas apa yang terjadi padaku bu!"
"Padahal ini semua, bukan salahnya!! Jadi aku mohon, berhenti!!" Air mata Freen jatuh.
"Sejak awal ayah dan ibu, tidak pernah setuju, kamu menjadi atlet Taekwondo! Lihat, kau menjadi seperti ini Freen!" Tunjuk sang ayah
Faye mencoba menenangkannya, kedua tangan gadis itu mengepal, rahangnya mengeras.
"CUKUP!!" Suara Freen bergetar "aku ingin istirahat, bisakah ayah dan ibu keluar"
Freen memutar kursi rodanya, gadis itu mencoba menahan amarahnya, Faye menarik tangan suaminya, mencoba untuk meninggalkan Freen.
"AYAH INGIN KAMU BERHENTI, JADI ATLET TAEKWONDO!!" ujar sang ayah, seraya melangkah pergi.
"OH, AKU BERHENTI!!" Freen mengangguk, menatap sang ayah, sambil menangis.
"Ayah tak perlu menyuruhku..." Freen menangis, menahan kalimatnya "aku berhenti menjadi atlet taekwondo, untuk selamanya"
Air mata Freen semakin deras membasahi pipinya, mengingat tentang hal itu, membuat hatinya semakin terluka.
"BAGUS FREEN! ITU YANG AYAH INGINKAN, SELAMA INI!"
"Apa ayah dan ibu tahu.." Freen menatap mereka bergantian "menjadi atlet Taekwondo internasional, adalah mimpi besarku? Mimpi yang selalu aku perjuangkan, meski ibu dan ayah tak pernah mau mendukungku.."
Gadis itu mengusap air matanya, kali ini hatinya benar-benar hancur, bukan hal mudah untuk menjadi seorang atlet, Freen berjuang untuk bisa menjadi salah satu atlet terbaik di sekolahnya, bahkan di luar sekolah.
"Tapi kini, mimpi ku hancur!! Mimpi ku hilang, apa ibu dan ayah tahu, ini semua membuatku hancur juga!!" Tangis Freen pecah.
"Freen... " Fayee melangkah.
"Jangan mendekat! Aku ingin kalian keluar sekarang juga.."
***
Becky, gadis bule itu, berada di balik pintu sejak tadi, dia mendengar semuanya.
Tangan Becky perlahan turun dari gagang pintu, ia berbalik meninggalkan ruangan Freen.
Untuk pertama kalinya, Becky melihat Freen menangis, gadis itu benar-benar lemah, dia tak sekuat yang dilihat semua orang, gadis itu menyimpan beribu luka dihatinya.
Usai kedua orang tuanya pergi, tangis Freen semakin pecah, ia meluapkan emosinya, gadis itu menyapu segala sesuatu yang berada di atas nakas, bahkan kini tangannya terlihat terluka, entah terkena apa.
Yang jelas kini ruangan itu, terlihat sangat kacau dan berantakan.
Freen beberapa kali memukul ranjang, menarik kasar bantal, selimut, dan sprai hingga berantakan, napasnya kini terdengar ngos-ngosan, dia pun mengusap kasar air matanya.
Becky, gadis itu menyaksikan semuanya, dia melihat Freen, dari balik kaca, pintu.
Gadis bule itu kembali ke ruangan Freen, usai melihat kedua orang tuanya pergi meninggalkan, rumah sakit.
Dia membiarkan Freen meluapkan emosinya, gadis itu membutuhkan ruang untuk dirinya.
Setelah beberapa saat, Freen mulai tenang ia kembali menatap ke luar jendela, dengan keadaan ruangan yang masih kacau.
Kreek...
Suara pintu perlahan terbuka, Freen seketika terkejut, matanya membelalak melihat sekitar, kamarnya benar-benar terlihat kacau.
Dia tidak tahu jika Becky akan datang, menemuinya hari ini.
Alasan apa yang akan dipakai olehnya, Becky pun terlihat terkejut ketika melihat ruangan kamar Freen begitu berantakan.
"Ah, Bec! Ah..." Freen menggaruk, belakang kepalanya, yang tak gatal, gadis itu mencoba berpikir "ah, ak...aku tadi terjatuh saat...saat akan menaiki kursi roda!"
"Oh.." Becky berlari, mendekat ke arah Freen, menatapnya dari ujung kepala, hingga ujung kaki "apa kau baik-baik saja?"
"Emm.." Freen tersenyum "aku tidak apa-apa!"
"Eyy, kau berbohong! Lihat.." Becky menarik tangannya "tangan mu terluka!"
"Mengapa kamu tidak memanggil suster, untuk membantumu Freen!" Becky menatapnya.
"Ah... aku pikir aku bisa melakukannya sendiri!"
Becky memungut makanan, gelas, pot bunga, dan lain-lain yang berserakan dilantai, dia mencoba merapikan kembali ruangannya.
Tangan Becky meraih bantal dan selimut, merapikannnya kembali, ke tempat semula.
Dalam lubuk hatinya, Becky ingin sekali menanyakan keadaan Freen, namun urung.
Beberapa kali Becky menoleh ke arahnya, tersenyum.
"Maafkan aku Bec!" Freen menggenggam jemari tangan Becky.
"Mengapa kamu meminta maaf, Freen!" Becky berhenti saat akan memasukan kembali sprai, ke dalam kasur.
Gadis itu menoleh, lalu menjatuhkan tubuhnya di lantai agar setara dengan Freen, kini Becky menatapnya dalam.
"Karena aku merepotkanmu, aku membuatmu harus merapikan semuanya!" Freen menunduk.
Becky tersenyum lalu memeluk erat tubuh gadis itu, hal yang ingin dilakukan Becky sejak Freen menangis tadi.
"Ahh, aku sangat merindukanmu.." ucap Becky, di telinga Freen.
Gadis itu tersenyum, menarik napas panjang, ia membalas pelukan Becky.
Pelukan itu tentunya membuat Freen sangat tenang, hingga membuatnya bisa kembali tersenyum.
"Bisakah kau memelukku, lebih lama!" Pinta Freen.
"Emm, aku akan terus memelukmu!" Angguk Becky tersenyum.
Freen memejamkan matanya, rasanya semakin tenang dan damai.
📣📣📣GUYS JANGAN CUMAN DIBACA AJA DONG!! KALAU CERITA INI EMANG SERU, JANGAN LUPA BUAT DIFOLLOW, DIVOTE, DIKOMEN DAN BAGIKAN!!
THANK YOU!!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love My Enemy
RomanceJantung ku mulai berdegup kencang, jika Freen berada di samping ku, entah kapan aku mulai menyukai gadis ini. Gadis cantik yang selalu mengganggu dan membuatku menangis ini, kini berhasil membuat ku jatuh cinta. Ya, dia kini menjadi kekasih ku. Juju...