Jed International Airlines: Crash.
Remote control yang baru dia genggam terjatuh seketika. Menimbulkan bunyi nyaring akibat menabrak kaca meja.
Jed. International. Airlines. Crash. CRASH!
Edward tidak mungkin salah baca running text berwarna merah menyala di layar TV sebesar 50" di hadapannya. Berita internasional yang dibawakan seorang pembawa acara dari benua Eropa terdengar tegas namun penuh belasungkawa.
" ...after JIA-222 crashed with 248 people on board flight from Jakarta to Amsterdam. There are no known survivors ...."
There are no known survivors. Edward merasakan napasnya sesak. Ada nyeri di sekujur tubuhnya. Itu sama dengan ... all 248 people dead. Terus terngiang dan diulang-ulang seperti kaset rusak di kepalanya.
Tangannya terasa dingin. Sesak di dadanya menjalar hingga membuatnya bergetar hebat. Mukanya teramat pucat. Tapi logika masih berjalan meski tak yakin berapa persen sisanya. Tangan yang gemetar berusaha meraih remote untuk mengalihkan ke channel lain.
Menolak kenyataan keras-keras bahwa pesawat yang beberapa jam lalu dia pandangi kepergian membawa serta wanita tercintanya, baru saja dilaporkan terjatuh tak lama setelah lepas landas.
" Saat ini mereka sedang mencari bangkai pesawat dan kotak perekam penerbangan. Tidak ada korban yang selamat."
Sampai pada kalimat terakhir pembawa berita dalam negeri yang ternyata membawakan kabar yang sama, tiba-tiba ada dengungan menghantam telinga Edward. Sekitarnya terasa berputar dan mengabur. Pekat hitam mulai menyelubungi kesadarannya seolah ingin merenggut saat itu juga.
Tapi Edward masih mencoba waras. Matanya berusaha memastikan satu hal. Nama pesawat. Secara lengkap dan rinci karena dia tidak lupa. Tapi ternyata, layar TV memaparkan kenyataan yang tidak bisa dia tepis.
Jed International Airlines JIA-222. Itu benar.
"Gwen ...," lirih Edward dengan bibir gemetar.
Kelebat kenangan bertahun-tahun dengan wanita itu, cinta pertama, semua petualangan yang serba pertama, berakhir dengan mengenaskan. Mereka sudah akan menikah dua bulan lagi, tapi kenapa takdir menggariskan berpisah secepat ini?
Air yang sedari tadi menggenang di sudut mata, kini meluruh bersamaan dengan kesadarannya yang mulai menipis. Karena sumpah, saat Gwen pergi, Edward juga merasa mati!
🧚🏻🧚🏻
HALOOOOO!
Ketemu lagi sama gantistatus hahaha. Tenang, sedihnya di prolog doang kok (kesian Edward kalo lama-lama wkwk)
Maap ya judulnya seadanya soalnya pen yg enteng-enteng aja🤣
Hayo siapa yang komen pertama, besok kulihat dan ku-post di ig ya. Follow ig juga boleh di @dsmumus
Update selanjutnya nunggu arwah Albert-Salsa lepas dulu dari dirikuh. Kukabarin di ig biasanya wkwkBtw, Albert-Salsa juga udah up extra part 3 yang membara loh xixi (promoseeeh)😌
KAMU SEDANG MEMBACA
Lop Yu, Om!
Teen Fiction"Om? Kamu panggil saya 'Om'?" Edward Neil Soediro selalu pilih pacar yang lebih dewasa biar nggak perlu susah-susah ngabarin tiap detik. Selain dewasa secara pemikiran, juga HARUS yang umurnya lebih di atasnya. Tapi di 30 tahun Edward hidup, dia jus...